Senin, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 22 September 2014 10:34 wib
56.083 views
Zikir Setelah Shalat Dikerjakan Sesudah Shalat Sunnah?
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Dzikir Ba’da shalat disyariatkan setelah shalat fardhu. Yakni setelah seseorang mengucapkan salam ke kanan dan kekiri, ia membaca istighfar dan diikuti dengan bacaan zikir-zikir lainnya seperti tasbih, tahmid, dan takbir.
Sejumlah hadits menunjukkan bahwa zikir-zikir tersebut dibaca setelah seseorang menjalankan shalat maktubah (fardhu), bukan setelah shalat sunnah. Di antaranya:
Hadits Tsauban Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Apabila Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَإِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَاذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Apabila Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam selesai shalat (sesudah salam) beliau beristighfar tiga kali, dan berdoa: Allaahumma Antas Salaam wa minkas Salaam Tabaarakta Yaa Dzal Jalaali wal ikraam (Ya Allah Engkau Maha Penyelamat dari Engkaulah keselamatan Engkau Maha Baik wahai Dzat yang Agung dan Mulia).” (HR. Muslim)
Dalam Abu Hurairah yang disebutkan dalam Shahih Muslim, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ سَبَّحَ اَللَّهَ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اَللَّهِ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اَللَّهُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتِلْكَ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ اَلْمِائَةِ : لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ اَلْمُلْكُ وَلَهُ اَلْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ لَهُ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ اَلْبَحْرِ
“Barangsiapa yang pada tiap-tiap usai shalat bertasbih (membaca subhanallah) sebanyak 33 kali bertahmid (membaca alhamdulillah) sebanyak 33 kali dan bertakbir (membaca Allahu akbar) sebanyak 33 kali maka jumlahnya 99 kali lalu menyempurnakannya menjadi 100 dengan bacaan: Laa Ilaaha Illallaahu Wahdahu Laa Syariikalahu Lahul Mulku Walahul Hamdu Wahuwa ‘Alaa Kulli Syai-in Qadiir, maka diampunilah kesalahan-kesalahannya walaupun kesalahannya seperti buih air laut.” (HR. Muslim)
Di hadits Ka’ab bin Ujroh, di Shahih Muslim, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau berabda,
مُعَقِّبَاتٌ لَا يَخِيبُ قَائِلُهُنَّ أَوْ فَاعِلُهُنَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ ثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَسْبِيحَةً وَثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ تَحْمِيدَةً وَأَرْبَعٌ وَثَلَاثُونَ تَكْبِيرَةً
“Ada beberapa amalan pengikut yang tidak akan merugi orang yang mengucapkannya atau melakukannya setelah usai shalat wajib, yaitu bertasbih sebanyak 33x, bertahmid sebanyak 33x, dan bertakbir sebanyak 34x.” (HR. Muslim)
Syaikh Al-Albani menjelaskan makna Mu’aqqibaat di atas, adalah kalimat-kalimat yang dibaca setelah shalat. Al-mu’aqqib adalah sesuatu yang datang setelah sesuatu sebelumnya. Hadits ini menjadi nash bahwa zikir ini dibaca setelah shalat fardhu langsung. seperti itu pula wirid-wirid dan bacaan selainnya sebelumnya. Baik shalat fardhu tersebut memiliki shalat sunnah ba’diyah ataupun tidak. Siapa dari ulama madhab yang menjadikannya sesudah shalat sunnah maka ia tak punya nash (dalil). Ia menyelisihi hadits ini dan hadits serupa yang berbicara dalam masalah ini.” (Silsilah Shahihah, no. 102)
Namun demikian, bukan berarti orang mengakhirkan membaca zikir-zikir sesudah shalat hingga setelah sunnah ba’diyah tidak akan dapat pahala. Ia tetap mendapat pahala, insya Allah. Hanya saja yang paling utama adalah berpegang dengan zahir sunnah dalam masalah ini supaya mendapatkan pahala sempurna.
. . . bukan berarti orang mengakhirkan membaca zikir-zikir sesudah shalat hingga setelah sunnah ba’diyah tidak akan dapat pahala. Ia tetap mendapat pahala, insya Allah. . .
Ibnul Hajar al-Haitami berkata, “Tidak akan luput –yakni pahala zikir- dengan melaksanakan sunnah rawatib, dan sesungguhnya yang luput adalah kesempurnaan (pahala)-nya bukan selainnya.” (Tuhfah al-Muhtaj: 2/105-106)
Keterangan beliau di atas memberi faidah bahwa yang paling utama mengedepankan (mendahulukan) zikir dan doa daripada shalat sunnah Rawatib.
Kesempatan membaca zikir sesudah shalat tidak hilang walaupun ada jeda yang lama atau disela oleh shalat sunnah rawatib.
Berzikir terebih dahulu sesudah shalat fardhu berarti melaksanakan sunnah yang lain, yaitu membuat jeda (jarak pembatas) antara shalat fardhu dan shalat sunnah. Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu 'Anhu, ia berkata:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَنَا بِذَلِكَ أَنْ لَا تُوصَلَ صَلَاةٌ بِصَلَاةٍ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kami melakukan hal itu, agar disambung satu shalat dengan lainnya sehingga kami berbincang-bincang (berkata-kata) atau kami keluar.” (HR. Muslim)
. . . Hanya saja yang paling utama adalah berpegang dengan zahir sunnah dalam masalah ini supaya mendapatkan pahala sempurna. . .
Syaikh Abdul Aziz bin Bazz Rahimahullah berkata, “Hadits itu menunjukkan bahwa apabila seorang muslim selesai mengerjakan shalat Jum’at atau shalat fardhu lainnya agar tidak menyambungnya dengan shalat (sunnah) apapun sehingga ia berbincang atau keluar dari masjid. Berbincang (berkata-kata) bisa dengan membaca dzikir yang Allah syariatkan, seperti ia membaca sesudah salam: Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah; Allaahumma Antas Salaam wa minkas Salaam Tabaarakta Dzaljalaali wal Ikraam. Dan membaca macam-maca dzikir yang Allah syariatkan lainnya sesudah itu.” Majmu’ Fatawa Ibni Bazz: 12/335)
Beliau Rahimahullah -dalam fatwanya tersebut- menambahkan katerangan hikmahnya, “Sehingga tidak disangka bahwa shalat ini (sunnah ba’diyah) bagian dari dari shalat ini (Jum’at).” Wallahu Ta’ala A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!