Facebook Didesak untuk Cegah Kampanye Militer Myanmar

LONDON, INGGRIS (voa-islam.com) - Sebuah kelompok hak asasi Rohingya memperkuat tuntutannya pada hari Sabtu (9/10/2021) agar Facebook menghentikan militer Burma menggunakan platformnya untuk merekrut anggota.

Itu terjadi setelah Facebook menangguhkan akun Presiden AS Donald Trump karena menghasut kekerasan.

Kelompok hak asasi juga mendesak Facebook untuk menghentikan militer Myanmar dari mempromosikan bisnisnya di situs tersebut - keuntungan yang didapat dari membantu mendanai genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, katanya.

Sekitar 1,2 juta Muslim Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh dalam menghadapi tindakan keras militer Myanmar dan saat ini berlindung sementara di Cox's Bazar, Bangladesh.

"Donald Trump telah diskors karena menghasut kekerasan, tetapi militer Burma melakukan kekerasan terhadap warga sipil setiap hari dan bebas menggunakan Facebook untuk merekrut tentara untuk melakukan kekerasan itu," kata Mark Farmaner, Direktur Kampanye Burma Inggris.

"Perusahaan milik militer diizinkan menggunakan Facebook untuk mempromosikan produk, yang keuntungannya mendanai militer dan membantu mendanai pelanggaran hukum internasional, termasuk genosida Rohingya," tambahnya.

Facebook telah menghadapi kritik keras karena gagal menangani ujaran kebencian terhadap Rohingya dan minoritas lainnya di Burma, dan telah menghapus beberapa halaman militer, termasuk Min Aung Hlaing, kepala militer, terbaca pernyataan oleh Burma Campaign UK 9 Januari.

Tetapi beberapa halaman Facebook militer masih ada, termasuk beberapa dengan centang biru Facebook resmi.

Kampanye Burma Inggris meminta Facebook untuk memastikan halaman-halaman tersebut tidak digunakan untuk perekrutan, tetapi tidak ada tindakan yang diambil, katanya.

Militer Myanmar memiliki kepentingan ekonomi yang signifikan di Burma, memiliki perusahaan yang terlibat dalam berbagai macam produk termasuk bir, jaringan telepon seluler, teh, semen, dan ruang dansa.

Ada lusinan halaman untuk perusahaan yang mempromosikan produk mereka, kata kelompok hak asasi manusia itu, menyediakan halaman-halaman untuk militer Burma.

Facebook belum bertindak atas permintaan Kampanye Burma Inggris untuk menghapus halaman-halaman itu, meskipun ada laporan PBB yang merinci bagaimana perusahaan milik militer membantu mendanai pelanggaran hukum internasional.

“Facebook tampaknya memiliki standar ganda,” kata Farmaner. “Jika Anda menghasut kekerasan di Amerika, Anda akan dilarang dari Facebook, tetapi jika Anda merekrut orang untuk melakukan kekerasan di Burma, Anda masih mendapatkan centang biru resmi Facebook.”

-Orang yang dianiaya

Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, kebanyakan wanita, dan anak-anak melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan tindakan keras terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.

Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar, menurut laporan dari Ontario International Development Agency (OIDA).

Lebih dari 34.000 Rohingya dilempar ke dalam api, lebih dari 114.000 lainnya dipukuli dan sebanyak 18.000 wanita dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar, kata laporan OIDA, berjudul Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terungkap.

Lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dirusak, tambah laporan itu. (AA)

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Islamic World News lainnya:

• Penangkapan Terhadap Para Perusuh di Gedung Capitol AS Terus Berlanjut
• Pasukan Israel Tahan Sesepuh Palestina yang Ikut Terlibat Bentrokan Saat Protes Anti-Pendudukan
• Donald Trump Tidak Akan Hadiri Pelantikan Presiden, Joe Biden: Untung Dia Tidak Muncul
• Qatar Akan Normalkan Hubungan Jika Israel Berkomitmen Para Prakarsa Perdamaian Arab
• Militer Israel Umumkan 1.149 Kasus COVID-19 Di Antara Tentaranya
• UEA Umumkan Pembukaan Kembali Semua Perbatasan Udara, Laut dan Darat dengan Qatar
• Setelah Penyerbuan Capitol AS, Pejabat Israel Khawatir Skenario yang Sama Terjadi Pada Mereka
• Wanita Yang Tewas Dalam Serbuan Pendukung Trump Ke Capitol Veteran Perang Afghanistan dan Irak