Rabu, 3 Jumadil Akhir 1446 H / 15 November 2023 14:31 wib
6.771 views
India Pusat Kebencian Dan Misinformasi Terhadap Warga Palestina
Pada dini hari tanggal 7 Oktober 2023, Hamas, kelompok Perlawanan Palestina yang berbasis di Gaza, melancarkan serangan mendadak terhadap Israel, dengan nama sandi operasi Badai Al-Aqsa; mereka mulai menembakkan roket dan mengirim orang-orang bersenjata melintasi perbatasan, yang kemudian menyandera baik tentara maupun warga sipil Israel. Militer Zionis Israel membalasnya dengan serangan udara besar-besaran brutal dan invasi darat ke Gaza dalam operasi balasan untuk menutupi malu karena benteng kokoh dan canggih mereka dibobol pejuang Palestina.
Reaksi awal dari media India adalah menyebut operasi tersebut sebagai serangan teroris, situs berita Firstpost India milik News 18 yang meliput urusan Internasional, menyebut serangan itu sebagai invasi ke Negara Israel oleh Hamas dalam judulnya. Pembawa beritanya, Palki Sharma, yang dikenal karena retorika kemarahan dan nasionalisnya terhadap peristiwa internasional, menyebut para penyerang sebagai teroris.
Hampir semua saluran siaran arus utama juga mendukung tuntutannya. Banyak jurnalis India yang menyamakannya dengan serangan jihadis pada 26/11 di Mumbai. Yang lain, seperti pembawa berita sayap kanan, Arnab Goswami, membandingkan Hamas dengan kelompok separatis di lembah Kashmir.
Media India adalah pendukung utama penyebaran berita palsu tentang 40 bayi yang dipenggal, yang kemudian diketahui palsu. Media India, termasuk media seperti Republic, NDTV, Times of India dan Times Now, menyebarkan berita palsu tentang 40 bayi yang dipenggal selama konflik Israel-Palestina.
Pegiat perang bukanlah hal baru bagi saluran TV India. Selama serangan Pulwama tahun 2019 di Kashmir, terdapat seruan keras untuk segera mengambil tindakan terhadap Pakistan dan deklarasi perang resmi oleh saluran-saluran arus utama India.
Tweet resmi Perdana Menteri India Narendra Modi, yang mengungkapkan solidaritas dengan Israel dan menyebut pejuang Hamas sebagai “teroris”, mencerminkan narasi yang digaungkan oleh media India. Sikap ini berbeda dengan kebijakan resmi India yang tidak menyebut Hamas sebagai organisasi teroris.
Dukungan bersejarah India terhadap perjuangan Palestina
Secara historis, India telah mendukung rakyat Palestina. India menolak rencana pembagian PBB atas Palestina pada tahun 1947 dan, pada tahun 1974, India menjadi negara non-Arab pertama yang mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai satu-satunya perwakilan rakyat Palestina yang sah.
Palestina mengalami penjajahan bersamaan dengan India memperoleh kemerdekaan. Tanahnya dirampas secara paksa dari penduduknya. Sekitar 530 desa dan kota Palestina hancur, menyebabkan 7,5 juta warga Palestina menjadi pengungsi dalam tragedi yang dikenal dengan nama Al Nakba.
Pada tahun 1938, Mahatma Gandhi, yang dihormati sebagai “Bapak Bangsa” oleh India, pernah mengatakan, “Palestina adalah milik bangsa Arab seperti halnya Inggris milik Inggris atau Prancis milik Prancis.”
Pada tahun 1988, India adalah salah satu negara pertama yang mengakui Negara Palestina. India juga membuka Kantor Perwakilan di Gaza pada tahun 1996, yang kemudian dipindahkan ke Ramallah pada tahun 2003. India tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel hingga tahun 1992.
Mengomentari hubungan bersejarah India dengan Israel, Dr. Mosheer Amer, Profesor Linguistik di Departemen Bahasa Inggris di Universitas Islam Gaza, mengatakan:
“Secara historis, India secara tradisional mendukung rakyat Palestina. Ikatan kuat yang kita lihat antara Negara Pendudukan Israel dan pemerintahan Modi mengorbankan hak dan aspirasi rakyat Palestina.”
Kebijakan saat ini menyerukan solusi dua negara dimana Israel dan Palestina hidup berdampingan, sebuah sikap yang ditegaskan kembali oleh India di tengah konflik yang terjadi saat ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, India semakin dekat dengan Israel dan dukungan terhadap Palestina telah berkurang secara signifikan seiring naiknya Modi ke tampuk kekuasaan di India.
Pada tahun 2017, Perdana Menteri India, Narendra Modi, menjadi Perdana Menteri India pertama yang mengunjungi Israel. Pergeseran kebijakan ini disebabkan oleh bangkitnya Modi dan Nasionalisme Hindu di India, yang sama-sama mengagumi Israel.
Kekaguman ini digaungkan dan dirayakan dengan lantang oleh media arus utama di India.
“Ada hubungan kuat antara pemerintahan ekstremis Netanyahu dan pemerintahan Modi di India, yang memiliki orientasi ideologi sayap kanan yang serupa dalam kaitannya dengan sejumlah isu,” tambah Dr. Mosheer Amer.
Kumpulan disinformasi terhadap warga Palestina
Media India menggunakan bahasa yang bersimpati kepada Israel dan tidak manusiawi terhadap warga Palestina.
Sejumlah reporter dari saluran siaran utama India seperti NDTV, India Today dan News 18, dll., telah hadir di lapangan untuk melaporkan konflik yang terjadi saat ini. Perilaku beberapa media koresponden telah menimbulkan kekhawatiran serius. Wartawan menampilkan adegan dramatis di depan tank yang bergerak dan pembawa berita menggunakan efek visual dramatis untuk menggambarkan serangan rudal.
Pertunjukan sensasionalisme dan semangat nasionalis ini tidak hanya menutupi gawatnya situasi, namun juga mengubah liputan tersebut menjadi tontonan yang penuh kebisingan dan sandiwara.
Pengguna media sosial di India, khususnya platform media sosial X, dibanjiri dengan postingan anti-Palestina yang berisi informasi yang salah tentang perang yang sedang berlangsung, sering kali diposting oleh pengguna sayap kanan yang sejalan dengan ideologi partai nasionalis Hindu BJP di India.
Influencer India ditemukan menyebarkan disinformasi yang menargetkan Palestina secara negatif dan mendukung Israel, seperti yang ditemukan oleh layanan pengecekan fakta, BOOM. Mereka telah membagikan video-video yang menyesatkan, salah satunya secara keliru mengklaim bahwa Hamas menculik seorang bayi Yahudi, dan telah ditonton jutaan kali. Sebagian besar akun ini berbasis di India.
Analisis terhadap berita palsu yang berasal atau disebarkan oleh pengguna di India oleh Narrative Research Lab yang dikutip Al Jazeera dalam laporannya mengungkapkan skala disinformasi terhadap warga Palestina yang disebarkan melalui X.
Dari 4.316 tweet yang dianalisis dengan kata kunci “Kami Orang India”, sekitar 1.250 mendukung Israel dan sekitar 250 mendukung Palestina dalam konflik Israel-Palestina. Hal ini menunjukkan rasio lima banding satu yang menguntungkan Israel. Selain itu, sejumlah besar akun India menggunakan tagar “#IstandwithIsrael” di media sosial.
Penyebaran informasi palsu diperkuat oleh jaringan pengikut sayap kanan India. Mereka menggunakan informasi palsu ini untuk mendukung tujuan mereka, yang sangat bergantung pada reaksi emosional yang kuat dari orang-orang yang menganut keyakinan tersebut. Dalam konflik yang terjadi saat ini, sejumlah nasionalis Hindu menggunakan respons keras Israel terhadap Hamas dan serangan di Gaza untuk memajukan agenda anti-Muslim mereka. (MeMo)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!