Senin, 27 Jumadil Awwal 1446 H / 2 November 2020 23:07 wib
3.447 views
Islam dan Barat Perlu Memahami Batas-batas Toleransi
Oleh:
Dr Adian Husaini || Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia
KASUS pelecahan terhadap Nabi Muhammad saw di negara-negara Barat berulang kali terjadi. Dan umat Islam pun senantiasa memberikan respon yang sangat serius. Peristiwa-peristiwa itu menunjukkan adanya perbedaan worldview (pandangan hidup) yang mendasar antara peradaban Islam dan peradaban Barat.
Karena itu, untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang damai, diperlukan adanya saling memahami batas-batas toleransi antara Islam dan Barat. Perbedaan pandangan dalam berbagai bidang adalah bagian dari kehidupan umat manusia itu sendiri, yang tidak mungkin dihindarkan.
Antara Islam dan Barat modern memiliki perbedaan pandangan yang mendasar terhadap Tuhan, manusia, tujuan hidup, agama, kenabian, kitab suci, dan sebagainya. Barat, misalnya, menganggap bahwa Tuhan tidak boleh mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Manusia merasa berhak mengatur hidupnya sendiri. Barat memandang bahwa manusia boleh saja berganti-ganti agama, sesuai kehendaknya. Sebab, itu termasuk hak asasi manusia. Hal itu berbeda dengan pandangan hidup kaum Muslimin.
Istilah batas toleransi (The limit of tolerance) itu dia ambil dari Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, pendiri Center for Advanced Studies on Islam, Science, and Civilizations Universitu Teknologi Malaysia (CASIS-UTM). Perlu dicatat, bahwa setiap agama atau peradaban memiliki batas-batas toleransi yang sepatutnya dipahami oleh agama atau peradaban lain. Karena itu diperlukan kajian dan dialog untuk memperkecil benturan antar agama atau peradaban.
Tentang paham kebebasan (freedom), misalnya. Ada perbedaan yang sangat mendasar antara peradaban Barat dan Islam. Di Barat, freedom dianggap prinsip terpenting. Sampai-sampai menghina Tuhan dan Nabi pun tidak dilarang, karena itu dianggap sebagai dari kebebasan.
Sebagai contoh, di Barat dibiarkan saja berkembangnya ajaran Gereja Setan (Satanic Church) atau kelompok Kristen Telanjang (Nudic Christian). Hal seperti itu tidak bisa dibiarkan terjadi di Indonesia atau negeri muslim lainnya.
Contoh lain, adalah kasus film The Last Temptation of Christ, Novel The Da Vinci Code, yang dianggap melecehkan Yesus dan otoritas agama Kristen, dan sebagainya. Itu menunjukkan, bahwa ada kebebasan di Barat dalam soal ekspresi keagamaan. Bagi negara-negara Barat, agama dianggap bukan hal penting. Karena itulah, Leopold Weiss (Muhammad Asad) menulis dalam bukunya, Islam at the Cross Roads, bahwa peradaban Barat modern memiliki sifat: irreligious in its very essence.
Tetapi, faktanya, di Barat pun ada batas-batas kebebasan. Tidak bebas tanpa batas. Mereka juga tidak bebas melecehkan seseorang atau etnis tertentu. Bahkan, di beberapa negara ada larangan homophobia dan rasisme. Jadi, sekali lagi, kebebasan itu pasti ada batasnya.
Nah, dalam kasus pembuatan kartun Nabi Muhammad saw, Barat harusnya memahami batas-batas toleransi Islam. Pelecehan Nabi Muhammad saw adalah kejahatan besar dalam Islam. Dalam kitab ash-Shaarimul Masluul alaa Syaatimir Rasuul, Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah menyebutkan, bahwa semua mazhab dalam Islam sepakat, siapa yang menghina Nabi Muhammad saw, maka ia dikenai pidana hikuman mati.
Sosok Nabi Muhammad saw menempati tempat paling istimewa dalam hati seorang muslim. Beliau adalah manusia terpenting dan termulia dalam kehidupan. Tidak ada manusia di muka bumi ini yang namanya disebut 24 jam tanpa henti, kecuali Nabi Muhammad saw. Tidak ada manusia yang cara makan, cara tidur, cara masuk kamar mandi, cara duduk, cara tertawa, dan cara memimpinnya dijadikan contoh, kecuali Nabi Muhammad saw.
Jadi, sosok Nabi Muhammad saw senantiasa hadir dalam setiap desah nafas dan derap langkah kehidupan muslim. Sejak bangun tidur, masuk kamar mandi, bercermin, berpakaian, makan, keluar rumah, naik kendaraan, bekerja, belajar, mengajar, sampai memimpin negara, ada panduan hidup dari Sang Nabi, utusan Allah yang terakhir. Inilah kedudukan yang sangat khusus dari Nabi Muhammad saw dalam diri dan kehidupan kaum muslimin.
Barat harusnya paham akan hal ini, sehingga memahami batas-batas toleransi. Karena itulah, saya pernah menulis artikel sebelumnya, dengan judul: Kebodohan Macron, Menyatukan Umat Islam. Dalam soal kecintaan kepada Nabi Muhammad saw, kaum muslimin tidak lagi mengenal perbedaan mazhab, kelompok, suku bangsa, dan negara.
Tetapi, kaum muslimin pun perlu memahami peradaban Barat. Sebagai ummatud dawah yang mengemban amanah risalah ke seluruh umat manusia kaum muslim perlu memperhatikan kondisi dan situasi yang berkembang, agar dakwah kepada masyarakat Barat berlangsung dengan baik.
Sukses dakwah di Nusantara perlu dikaji dengan serius untuk bisa diterapkan di negara-negara Barat. Para dai yang datang ke Nusantara ini mendakwahkan Islam dengan cara-cara penuh hikmah, sehingga sukses mengubah negeri Nusantara menjadi negeri muslim terbesar di dunia.
Di tengah merosotnya peran agama dalam kehidupan pribadi dan masyarakat Barat, saat ini, Islam berpeluang besar memberikan solusi atas problem kejiwaan dan kemasyarakatan yang dialami masyarakat Barat. Islam memiliki konsep-konsep unggul yang sudah teruji dalam sejarah.
Karena itu, kaum muslimin di mana saja, terutama yang hidup di negara-negara Barat, dituntut untuk mewujudkan nilai-nilai Islam dalam pribadi dan kehidupan masyarakat muslim. Di sinilah kaum muslimin dituntut untuk menjadi contoh kehidupan, khususnya dalam masalah akhlak mulia.
Dengan kata lain, umat Islam dituntut untuk menjadi contoh dan pemimpin peradaban. Peluangnya besar sekali saat ini. Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas umat manusia, dan Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas kalian. (QS al-Baqarah: 143).
Semoga kita menjadi bagian dari umat Islam yang berjuang untuk mewujudkan amanah mulia dan berat itu. Aamiin.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!