Senin, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 29 April 2019 01:25 wib
4.314 views
HAM dan Standar Ganda PBB terhadap Kebijakan Kesultanan Brunei
Oleh: Yulida Hasanah*
Dikutip dari Al Jazeera pada Selasa (2/4),Kesultanan Brunei telah memberlakukan Undang-undang hukuman rajam (lempar batu) hingga meninggal kepada pelaku perzinaan dan hubungan sesama jenis (LGBT) sekaligus menetapkan hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian.
Kebijakan Kesultanan Brunei tersebut dianggap kontroversial dan mendapatkan kecaman dari Badan Internasional PBB. PBB menyebut kebijakan ini kejam dan tidak manusiawi. Langkah-langkah yang dianggap kontroversial itu merupakan bagian dari undang-undang hukum pidana baru oleh Kesultanan Brunei, yang akan dilaksanakan pada Rabu 3 April 2019.
Kecaman luas dari berbagai pihak di tingkat global telah menghujani Brunei dalam beberapa hari terakhir.
Kepala urusan HAM di PBB, Michelle Bachelet, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, mendesak pemerintah Brunei untuk menghentikan berlakunya KUHP baru yang "kejam" tersebut.
"Jika diterapkan, ini menandai kemunduran serius tentang perlindungan hak asasi manusia bagi rakyat Brunei," kata Bachelet.
Kecaman PBB tersebut bukanlah yang pertama kalinya disuarakan. Pada tahun 2015 lalu dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dua belas lembaga PBB menyerukan untuk mengakhiri kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum lesbian, gay, biseksual, transgender dan intersex (LGBTI) dan menjabarkan langkah-langkah guna melindungi mereka.
Menurut Kepala Isu Global Kantor Komisioner HAM atau OHCHR, Charles Radcliffe, “Ini merupakan bentuk komitmen Lembaga PBB dan seruan agar pemerintahan di seluruh dunia berbuat lebih banyak guna menangani kekerasan dan diskriminasi homofobik dan transfobik.
Maka, terlihat begitu jelas bahwa PBB adalah alat legitimasi menyuarakan HAM yang sarat akan kepentingan raja mereka yakni Amerika Serikat sebagai negara kapitalis yang sangat anti terhadap Hukum-hukum Islam.
HAM Slogan Barat dalam memuja Kebebasan
Sebagaimana diketahui, Hak Asasi Manusia merupakan salah satu slogan yang digembar gemborkan oleh Amerika dan Barat serta selalu mereka upayakan agar diambil dan diadopsi oleh kaum muslim.
Slogan yang memiliki penampilan indah dan mempesona di mata kebanyakan kaum muslim, karena mereka memang merasakan kezaliman, kekejaman dan penindasan dari para penguasa yang menjadi kaki tangan AS dan Barat. Walaupun HAM sendiri berasal dari pandangan ideologi kapitalis yang memiliki landasan sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan manusia).
Sedangkan slogan HAM pada dasarnya adalah untuk menyebarkan empat ide kebebasan yang diadopsi oleh Kapitalis. Yaitu, kebebasan beraqidah, kebebasan berpendapat, kebebasan hak milik dan kebebasan berperilaku.
HAM baru menjadi peraturan internasional setelah perang dunia II dan setelah berdirinya PBB, yiatu pada saat diumumkannya Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Inilah awal PBB menjadi alat kapitalis yang berfungsi untuk menanamkan kepercayaan akan kebijakan-kebijakan AS sebagai Undang-Undang Internasional yang bersifat mengikat.
Termasuk hari ini, di mana mereka telah bermuka dua, melakukan standar ganda terhadap “kebebasan” yang mereka serukan pada dunia adalah kebebasan dengan sifatnya yang sekuleristik anti Islam. Dan tidak memberi kebebasan terhadap kebijkan untuk pemberlakuan hukum-hukum Islam seperti hukuman mati bagi pelaku LGBT.
Jadi, sangat jelas bukan? Di mana PBB berpihak dan untuk siapa mereka bekerja?
Melawan Penjajahan Barat dengan Kekuatan Politik Global
Brunei dan negeri muslim lain di dunia yang ingin menerapkan aturan Islam sebagai Undang-Undang bagi mereka tak kan pernah berjalan mulus selama negeri-negeri muslim ini tetap berada dalam penguasaan lembaga internasional bernama PBB.
Harus ada Institusi politikglobal yang sebanding agar mampu melakukan perlawanan terhadap segala kebijakan yang mereka keluarkan dalam rangka menjauhkan umat Islam dari hukum-hukum Allah SWT.
Intstuti poltik global inilah yang akan menjadi wadah penerapan Syari’at Islam secara sempurna dan menjadi institusi politik yang mampu menegakkan keadilan bagi seluruh umat.
Dan sesungguhnya Rasulullah telah mewariskan untuk umatnya sebuah kekuasaan yang agung, yaitu sebuah kekhilafahan. Di mana Khalifah Abu bakar Ash Shiddiq, Khalifah Umar bin Khaththab dan Khalifah-khalifah setelah mereka dengan penuh leluasa menerapkan hukuman mati bagi kaum Nabi Luth, hukuman cambuk dan rajam bagi para pezina, hukum potong tangan bagi pencuri dan hukuman mati bagi para penghina Nabi Saw dalam rangka memusnahkan kemaksiatan yang ada dan menjaga ketaqwaan umat kepada Rabbnya.
Khilafah Islamiyah bukan hanya menerapkan hukum-hukum Allah dalam masalah hudud, namun juga seluruh Hukum Allah dalam masalah aqidah, ibadah, makanan, minuman, pakaian, akhlaq, muamalah, dakwah dan jihad akan diterapkan di dalamnya. Inilah sebenarnya yang menjadi kunci dari turunnya Rahmat dan tentunya menjadi benteng pelindung umat dari penjajahan barat. Wallaahu a’lamu bish shawab. [syahid/voa-islam.com]
*Penulis adalah Anggota Forum Silaturahmi Muballghoh (FORSIMA)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!