Kamis, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 21 Maret 2019 23:31 wib
5.983 views
Bagaimana Islam Menyelesaikan Masalah Banjir?
Oleh: Alvi Rusyda*
Banjir bandang dan tanah longsor di Sentani, Jayapura, mengakibatkan 58 orang tewas. Banjir membuat 4.000-an orang mengungsi. Sedangkan versi polisi, korban jiwa sudah mencapai 70 orang. (detik.com)
Hampir semua wilayah terkena dampak banjir. Sebelumnya, banjir menimpa daerah Yogyakarta, Sulawesi, Sumatera Barat, dan wilayah lainnya. Penyebab banjir adalah karena ulah tangan manusia itu sendiri. Tindakan menebang hutan sembarangan yang merusak ekosistem makhluk hidup. Aktivitas pekerjaanan galian C. Menjadikan kawasan penghubung antara untuk lahan pertanian atau pemukiman. Ketika hujan turun tidak ada yang akan menyerap air lagi. Ditambah lagi pemukiman penduduk tidak rata, Pembangunan infrastruktur yang asal-asalan, ditambah lagi cuaca di daerah tersebut sangat ekstrim. Ketika hujan turun lebat, banjir tidak dapat dielakkan. Akibatnya banyaknya korban jiwa, kerugian hasil pertanian, rusaknya fasilitas dan infrastruktur dan kerugian harta benda.
Mengenai permasalahan banjir yang belum selesai di negeri ini, terlihat pemerintah tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Mereka malah sibuk memperkaya diri sendiri, dan menyerahkan pengelolaan SDA kepada asing. Ketika pengelolan diserahkan kepada asing tentu mereka hanya mengambil keuntungannya saja. Tidak peduli lingkungan akan rusak. Sehingga rakyat yang akan merasakan dampaknya. Saat bencana itu terjadi, bantuan kemanusiaan sangat lambat, masih banyak masyarakat yang membutuhkan bantuan logistik, pakaian, makanan dan tempat tinggal. Kalau ada pun bantuan, untuk mendapatkannya dipersulit. Ini bentuk abainya pemerintah terhadap rakyatnya.
Dalam Islam terjadinya kerusakan di darat dan di laut ini dijelaskan dalam surat Ar-Rum: 41
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Marilah kita membuka mata, hati dan pikiran kita bahwa Islam yang merupakan rahmat untuk seluruh alam mempunyai solusi yang bisa mengatasi banjir dan genangan. Islam dalam naungan negara yaitu Khilafah tentu memiliki kebijakan efektif dan efisien.
Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir sebagaimana di bawa ini:
Pertama, pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletsyer, dan lain sebagainya.
Kedua, Negara Islam membuat kebijakan tentang master plan, di mana dalam kebijakan tersebut ditetapkan sebuah kebijakan yaitu pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya, dengan memperhatikan konsep kepemilikan individu, umum dan swasta.
Ketiga, Khilafah akan membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengob atan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana.
Keempat, Khilafah menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi. Khilafah juga menetapkan kawasan hutan lindung, dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin. Khilafah menetapkan sanksi berat bagi siapa saja yang merusak lingkungan hidup tanpa pernah pandang bulu.
Kelima, Khilafah terus menerus menyosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta kewajiban memelihara lingkungan dari kerusakan.
Keenam, dalam menangani korban-korban bencana alam, Khilafah akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Khilafah menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai.
Ketujuh, Khalifah sebagai kepala negara akan mengerahkan para alim ulama untuk memberikan taushiyyah-taushiyyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah SWT.
Itulah kebijakan Khilafah islamiyah dalam megatasi masalah banjir. Kita harua paham selain banjir merupakan qodho (ketetapan dari Allah SWT) tetapi kita harus mengambil pelajaran yang berharga dari bencana yang terjadi.
Ilmuwan Sang Pengendali Banjir
Pada masa kejayaan Islam, Khilafah mampu menghasilkan insinyur yang mampu menangani masalah banjir:
Insinyur Al-Fargani (abad 9 M) telah membangun at yang disebut milimeter untuk mengukur dan mencatat tinggi air sungai Nil di berbagai tempat. Stelah bertahun-tahun mengukur, Al- Fargani berhasil mempresiksi banjir sungai Bil, Al-Fargani berhasil memprediksi banjir sungai Nil baik jangka waktu pendek atau jangka panjang.
Peradaban Islam memiliki jasa yang tidak ternilai dalam mengendalikan debit air. Abu Raihan al-Biruni ( 973-1048) mengembangkan teknik untuk mengukur beda tinggi antara gunung dan lembah guna merencanakan irigasi. Abu Zaid Abdi Rahman bin Muhammad bin Khaldun Al-Hadrami menuliskan dalam kitab monumental tentang “Muqaddimah” suatu bab khusus tentang berbagai aspek geografi iklim.
Kemampuan peradaban Islam bertahan berabad-abad, bahkan terhadap berbagai bencana alam termasuk kekeringan dan banjir adalah buah sinergi dari keimanan, ketaatan kepada Syaikh, dan ketekunan mereka mempelajari sunnatullah sehingga mampu menggunakan teknologi yang tepat dalam mengelola air dan menghadapi banjir. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)
*Penulis adalah Mahasiswi Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang.
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!