Dalam wawancara BBC2 untuk program The Secret War on Terror, Musharraf mengklaim tidak ingat pernah diberi tahu bahwa dinas intelijen Pakistan, Inter-Services Intelligence (ISI) tidak diperkenankan menyiksa para tersangka asal Inggris.
"Tidak pernah. Tidak pernah satu kali pun. Saya tidak ingat sama sekali. Mungkin mereka ingin kami terus melakukan apa pun yang kami lakukan waktu itu. Itu sama saja memberikan persetujuan diam-diam," kata Musharraf seperti dikutip Guardian.
Musharraf menjabat presiden Pakistan dari tahun 1999 hingga 2008. Dalam rentang waktu itu, para tersangka asal Inggris disiksa di dalam penjara di Pakistan, demikian menurut bukti yang diajukan di pengadilan Inggris.
"Kami menangani orang-orang jahat dan harus mendapatkan informasi. Jika bersikap terlalu baik, maka kami tidak akan mendapatkan informasi. Kami membutuhkan tambahan agen intelijen, yakni orang-orang yang menginterogasi," kata sang mantan presiden dalam wawancara tersebut.
Akan tetapi, mantan direktur jenderal MI5, Lady Eliza Manningham-Buller mengatakan Musharraf "keliru" dan ia membantah bahwa Inggris menutup mata terhadap penyiksaan.
Manningham-Buller mengatakan, "Tidak, tidak ada persetujuan diam-diam terhadap penyiksaan." Ia menambahkan, "Saya rasa hal ini melahirkan lebih banyak pertanyaan."
"Al Qaeda adalah ancaman global. Untuk menghadapinya kita harus berdialog dengan berbagai pihak di dunia. Kita harus berhati-hati dalam menjalin hubungan, tapi memutuskan untuk tidak berbicara kepada 50 negara berikutna berarti secara sengaja memutuskan untuk tidak mencoba dan mencari tahu informasi yang perlu diketahui," tambahnya.
Sir David Omand, mantan penasihat keamanan dan intelijen Inggris, dalam program yang sama mengatakan, "Saya sangat yakin bahwa kami tidak sedang dan tidak pernah terlibat dalam penyiksaan. Sayajuga tidak ragu bahwa negara-negara yang bersangkutan, termasuk Pakistan dan Amerika Serikat, tahu benar seperti apa kebijakan Inggris, yakni tidak melakukan hal ini dan tidak memaksa orang lain melakukannya."
Dinas keamanan MI5 dan dinas intelijen rahasia MI6 membantah keras bahwa mereka memberikan wewenang penyiksaan kepada negara-negara lain atau turut berperan mendorong penyiksaan.
Akan tetapi, mereka menindaklanjuti informasi yang diberikan kepadamereka. Bahkan jika informasi itu mungkin saja didapat melalui penyiksaan. Mereka menganggap hal itu sebagai keterlibatan "pasif."
Pengadilan banding memutuskan bahwa penggunaan informasi macam itu untuk tujuan intelijen tidak dapat dipergunakan sebagai bukti dalam persidangan.
Sir John Sawers, kepala MI6, tahun lalu mengatakan, "Dalam keadaan apa pun, penyiksaan adalah tindakan ilegal dan menjijikkan, dan kami sama sekali tidak pernah ada hubungannya dengan hal semacam itu."
Ia menambahkan, "Jika kami tahu atau percaya bahwa apa yang kami kerjakan akan berujung penyiksaan, maka kami diwajibkan untuk menghindarinya, sesuai dengan hukum Inggris dan hukum internasional. Kami melakukan itu, meski hal itu memungkinkan aktivitas para teroris berlanjut."
Sawers menambahkan, "Tapi, jika kami menahan diri dan tidak memberikan data intelijen karena khawatir seorang tersangka teroris diperlakukan dengan buruk, maka nyawa warga tak bersalah yang bisa hilang, meski sebenarnya bisa diselamatkan."
"Ini bukan pernyataan abstrak untuk pelajaran filsafat atau pencarian editorial. Ini adalah dilema nyata dalam operasi," katanya. (dn/nk/gd) www.suaramedia.com