Selasa, 2 Sya'ban 1446 H / 8 Maret 2011 18:00 wib
2.308 views
''Jangan Bandingkan Timur Tengah dan Pakistan''
LAHORE (Berita SuaraMedia) – Perdana Menteri Pakistan Yousuf Raza Gilani mengatakan bahwa perkembangan situasi di Timur Tengah saat ini tidak bisa dibandingkan dengan Pakistan karena berbagai institusi di negara tersebut dan juga demokrasinya bergungsi dengan baik.
"Situasi di Timur Tengah dan Afrika Utara tidak bisa dibandingkan dengan Pakistan. Ada konstitusi yang berfungsi di Pakistan dan ada prosedur konstitusional untuk menghadirkan perubahan," kata Gilani seperti dikutip kantor berita Dawn.
Sang perdana menteri menambahkan bahwa pemerintahannya berkomitmen memperkuat institusi-institusi yang ada di negara itu. Menurutnya, institusi yang kuat dapat menghapuskan atau setidaknya dapat mengurangi korupsi.
Gilani bersikeras bahwa Pakistan bukan Mesir atau Tunisia. Menurutnya, meski perekonomian Pakistan tertekan, Pakistan tidak mengalami krisis.
Tapi, meski Gilani terlihat tenang, para diplomat, analis, dan pejabat Pakistan lainnya mengaku tidak tenang. Mereka menyatakan bahwa di Pakistan ada banyak kasus yang sama yang memicu kerusuhan di Timur Tengah.
Sejumlah diplomat dan analis membandingkan perpaduan antara ideologi religius dan frustrasi ekonomi, dilapisi dengan rasa tidak suka terhadap Amerika di Pakistan dengan Iran pada tahun 1979. Namun, hanya satu faktor yang tidak ada, yakni seorang pemimpin.
Gilani benar saat mengatakan bahwa Pakistan menggelar pemilihan yang bebas tiga tahun lalu, saat Partai Rakyat Pakistan yang dipimpin Presiden Asif Ali Zardari meraih kemenangan.
Tapi, kembalinya pemerintahan sipil setelah sepuluh tahun dikuasai militer tidak berarti bagi rakyat karena para politikus tidak berbuat apa-apa bagi para pemilih, kata Farrukh Saleem, seorang analis risiko dan kolumnis di The News, surat kabar harian Pakistan.
Seperti sejarah Pakistan selama lebih dari 60 tahun, parlemen Pakistan saat ini tetap didominasi keluarga segelintir orang yang menggunakan posisi mereka untuk melestarikan sistem kekuasaan korup dan melindungi kepentingan mereka sendiri. Pemerintah hanya mengambil pajak dalam jumlah sedikit, akibatnya pelayanan terhadap rakyat pun hanya sedikit.
"Sembilan puluh sembilan persen rakyat Pakistan tidak terpengaruh oleh pemerintah, pemerintah tidak memberikan apa-apa kepada mereka," kata Saleem. "Rakyat mencari alternatif. Sama halnya dengan rakyat Iran pada tahun 1979."
Kerusuhan di Mesir dan Tunisia mungkin saja berdampak pada masyarakat Pakistan dan mendorong para pekerja agar angkat bicara.
"Tidak ada listrik, tidak ada gas, tidak ada air bersih," kata Ali Ahmad, seorang karyawan hotel di Lahore, kota yang biasanya menjadi percontohan kebijakan pemerintah. "Menurut saya, jika keadaan terus begini, rakyat akan keluar dan menghancurkan segalanya."
Saat ditanya apakah Pakistan bisa meniru Mesir, seorang bankir di bank asing menjawab, "Saya harap begitu."
Inti permasalahan di Pakistan adalah kondisi perekonomian yang buruk dari hari ke hari bagi sebagian besar rakyat yang kehidupannya dihadapkan pada inflasi, langkanya bahan bakar, serta sempitnya lapangan kerja.
Bagi rakyat, yang kaya justru menjadi tambah kaya. Di antaranya, "Putra-putra orang kaya, politikus korup dan rekan-rekan mereka yang secara terang-terangan membeli (mobil) Rolls-Royce dengan menggunakan kartu American Express hitam mereka," kata Jahangir Tareen, seorang politikus reformis dan pengusaha pertanian yang sukses.
Banyak anak yang dikeluarkan dari sekolah karena orang tua tak sanggup membeli makanan dan membayar biaya pendidikan sekaligus. Sementara yang lainnya dihadapkan pada pillihan antara obat atau makan malam.
Unjuk rasa populer di Mesir, Tunisia, dan kini menyebar ke Libya sudah mampu menggulingkan dua pemimpin Timur tengah yang memimpin dalam waktu puluhan tahun.
Gaddafi masih bertahan di Tripoli, namun gelombang kejutan revolusi mampu melahirkan unjuk rasa di negara-negara lain, termasuk di Bahrain dan Oman. (dn/nk/nt) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!