Rabu, 21 Syawwal 1446 H / 20 Oktober 2010 10:19 wib
2.803 views
Meraup Sukses, Tren Kosmetik Halal Kian Diperdebatkan

RABAT (Berita SuaraMedia) – Produk-produk kecantikan halal adalah sukses terbaru di antara dunia industri syariah yang berkembang cepat, dan tren tersebut sedang memperoleh kepopuleran sementara masih ada beberapa pertanyaan tentang kosmetik, halal atau tidak, untuk umat Muslim.
"Bisnis halal sedang berada pada tingkatan yang sama dengan bank-bank Islam 20 tahun yang lalu," Walid Mougou, jenderal manajer pada Grup Amys, sebuah perusahaan Moroko yang memproduksi produk kecantikan halal, mengatakan pada kantor berita The Independent.
"Bisnis tersebut memiliki pertumbuhan yang berlipat ganda setiap tahun dan tren tersebut tidak akan menurun setidaknya selama sepuluh tahun ke depan."
Bergabung dengan perusahaan yang lain di seluruh dunia menyerap sebuah tren yang tumbuh untuk kosmetik halal, Amys memproduksi sebuah variasi produk dari butiran pengelupas, minyak sauna, dan sabun-sabun, semua dengan tampilan religius yang memenuhi syariah.
Ini berarti bahwa semua produk tersebut dibuat menggunakan ekstrak tanaman dan mineral daripada alkohol dan bahan babi yang tidak diijinkan dalam Islam namun sering ditemukan dalam kosmetik.
Industri berkembang tersebut telah menjadi sebuah kerajingan di antara sebagian besar negara Muslim Timur Tengah.
Dan para pakar industri meyakini bahwa prospek kosmetik halal bahkan akan memiliki sebuah masa depan yang lebih cerah di antara para Muslim di Eropa, di mana ada sebuah permintaan untuk produk-produk yang tidak diuji pada hewan-hewan dan tidak menggunakan bahan buatan binatang.
Amys merencanakan untuk memperluas di daerah Teluk Arab, Malaysia, Inggris Raya, AS, Perancis dan Jepang dalam tiga tahun ke depan, dan sedang menargetkan 20 persen pertumbuhan keuntungan tahunan selama lima tahun ke depan.
Menurut Dunia Kecantikan Timur Tengah, sebuah pameran perdagangan kecantikan, akun kosmetik untuk sebuah saham yang bertumbuh dari pasar tahunan sebesar $150 juta untuk produk-produk yang memenuhi syariah di Uni Emirat Arab saja.
Secara global, produk kecantikan baru-baru ini meliputi $500 juta dari $ 2 triliun pasar halal.
Konsep halal – berarti diperbolehkan dalam bahasa Arab – secara tradisional telah diterapkan pada makanan.
Umat Muslim seharusnya hanya memakan daging dari hewan ternak yang disembelih dengan sebuah pisau yang tajam dari leher mereka, dan nama Allah, bahasa Arab untuk Tuhan, harus disebutkan.
Sekarang barang-barang dan layanan lainnya dapat juga disertifikasi sebagai halal, termasuk pakaian, farmasi dan layanan keuangan.
Popularitas industri yang sedang berkembang tersebut, bagaimanapun juga, datang di tengah-tengah sebuah perdebatan atas menghubungkan kosmetik dengan pemenuhan syariah.
Beberapa perc aya bahwa bagian dari perijinan kosmetik tersebut adalah mereka terbuat dari bahan-bahan yang aman yang tidak berasal dari zat-zat yang tidak sah untuk Muslim.
"Zat-zat yang berbahaya akan tidak diperbolehkan," cendikiawan Islam yang berbasis do New York, Taha Abdul-Basser mencatatkan.
Juga, fakta bahwa kosmetik tersebut dibuat menggunakan bahan-bahan alami dari tumbuh-tumbuhan dan mineral dan bahwa mereka tidak diujicobakan pada hewan membantu membuat hubungan antara "halal" dan "etis" bahkan tidak disebutkan secara jelas, cendikiawan Muslim tersebut menambhakan.
"Terdapat beberapa tumpang tindih yang penting antara konsumen halal dan etis dan konsumen yang sadar secara lingkungan.
"Zat-zat yang diujicobakan pada hewan dalam semacam cara yang menyebabkan rasa sakit yang tidak perlu atau yang mencemari lingkungan akan dihindari oleh konsumen yang religius, terdidik dan berhati-hati."
Pertanyaan lainnya sejak awal, apakah dapat diterima bagi Muslim untuk mempercantik diri mereka sendiri .
"Sebenarnya disarankan dalam Islam bahwa keduanya, baik pria maupun wanita melakukan semacam penyempurnaan untuk penampilan mereka dengan tujuan untuk terlihat menarik untuk apsangan mereka," Muddassir Siddiqui, seorang cendikiawan Muslim dan rekan di Denton Wilde Sapte, sebuah perusahaan hukum yang berbasis di London, mengatakan.
Bagaimanapun juga, Siddiqui menjelaskan, bahwa para wanita Muslim tidak seharusnya mempercantik diri mereka sendiri untuk kekaguman orang asing, namun lebih untuk suami mereka sendiri.
"Satu-satunya hal yang dapat secara potensial tidak diijinkan adalah jika riasan tersebut digunakan untuk tujuan muslihat," ia menyimpulkan. (ppt/oi) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!