Kamis, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 25 Maret 2010 14:54 wib
1.716 views
Tanda Tunduk Pada Libya, Swiss Isyaratkan Pencabutan Daftar Hitam
BERN (SuaraMedia News) – Swiss mulai tunduk kepada tekanan dari Libya. Pada hari Rabu (24/3) pemerintah Swiss mencabut larangan visa untuk para pejabat Libya. Larangan tersebut mulai dijatuhkan pada musim gugur 2009 dan mengakibatkan krisis antara Uni Eropa, Libya dan Swiss.
Dalam sebuah pernyataan, pemerintah Swiss mengungkapkan bahwa pihaknya siap segera mencabut larangan terhadap sejumlah warga Libya untuk masuk atau transit di wilayah Swiss, hal itu dilakukan dengan mediasi Uni Eropa.
Menteri Luar Negeri Swiss Micheline Calmy-Rey menyebut penawaran tersebut sebagai itikad baik dan mengatakan bahwa tujuan utara Swiss adalah pembebasan Max Göldi, seorang pengusaha Swiss yang kini mendekam di penjara Libya.
“Dalam kerangka mediasi Uni Eropa, pemerintah sudah siap untuk mencabut larangan terhadap warga negara Libya dengan kategori tertentu,” kata pemerintah Swiss.
“Pemerintah Swiss juga mengharapkan Libya untuk mencabut larangan bepergian menuju ke wilayah Schengen.”
Pada hari Rabu, Calmy-Rey menghabiskan waktu seharian untuk berdiskusi dengan kepala diplomat Uni Eropa, Catherine Ashton. Setelah dialog tersebut, ia mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa Swiss tidak akan membeberkan rincian negosiasi tersebut.
Calmy-Rey menyebut pertemuan tersebut sebagai pertemuan yang bersifat membangun.
Ashton mengatakan, dia menyambut komitmen Swiss untuk mencari solusi diplomatik, ditunjukkan dengan kesiapan mereka untuk mencabut daftar hitam pejabat Libya.
“Uni eropa mengharapkan otoritas Libya untuk menunjukkan reaksi positif dan mencabut larangan terhadap warga negara Uni Eropa,” kata Ashton.
Krisis tersebut berawal dari penangkapan Hannibal Gaddafi, putra pemimpin Libya Muammar Gaddafi, di Jenewa atas tuduhan penyiksaan.
Swiss memasukkan nama sejumlah warga Libya dalam daftar hitam dan melarang mereka masuk ke wilayah Swiss.
Libya membalas dengan berhenti menerbitkan visa untuk masuk ke zona bebas Schengen, hal itu memantik kekhawatiran terkait dampak dari tindakan itu terhadap kepentingan ekonomi Eropa di Libya.
Dalam beberapa minggu terakhir, Italia dan Malta menekan Swiss untuk mencabut larangannya, sebuah larangan yang mencakup sekitar 150 hingga 180 orang warga Libya, termasuk Muammar Gaddafi sekeluarga.
Dengan larangan tersebut, Gaddafi dan para pejabat senior lainnya dilarang bepergian dengan bebas di zona Schengen, yang beranggotakan 25 negara.
Negara-negara Eropa mengatakan bahwa larangan tersebut, yang diperbolehkan dalam kesepakatan Schengen, diterapkan secara tidak pantas karena motif politik.
Komisi Uni Eropa menginginkan solusi dalam waktu sesingkat mungkin.
Dalam pertemuan para menteri luar negeri negara-negara Uni Eropa pada tanggal 22 Maret lalu, Italia, Malta, Spanyol, Portugal, Yunani dan Slovenia siap mendukung proposal penabutan larangan tersebut, meski Swiss tidak mencabut larangannya, kata Menteri Luar Negeri Italia, Franco Frattini, di Tripoli setelah bertemu dengan perdana menteri dan menteri luar negeri Libya.
“Jika Swiss tidak mencabut larangan itu, pada tanggal 4 April, Italia akan menyampaikan permintaan kepada negra-negara Schengen lainnya untuk mengakhiri larangan, meski Swiss terus menerapkan larangan,” kata Frattini.
Berdasarkan traktat Schengen tahun 1985, sebagian besar negara-negara Uni Eropa memperbolehkan warga negara masing-masing untuk bepergian ke negara lain tanpa kendali perbatasan. Visa yang diterbitkan satu negara anggota Schengen dinyatakan valid untuk masuk ke negara Schengen lainnya. Meski Islandia, Norwegia dan Swiss bukan anggota Uni Eropa, mereka bergabung dalam zona bebas bepergian tersebut. Sementara Inggris dan Irlandia lebih memilih untuk tidak turut bergabung.
Negara-negara Mediterania mengkhawatirkan masalah imigrasi. Tahun lalu, Italia dan Libya menandatangani kesepakatan yang isinya memungkinkan Italia untuk secara langsung memulangkan imigran ilegal yang berangkat dari Libya.
Max Göldi menjalani hukuman empat bulan penjara karena melanggar aturan imigrasi. Max Göldi dan seorang pengusaha lain ditangkap aparat Libya pda bulan Juli 2008, sesaat setelah polisi Jenewa menangkap putra Muammar Gaddafi. (dn/im/bb/si) www.suaramedia.com
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!