Selasa, 28 Rabiul Akhir 1447 H / 21 Oktober 2025 13:21 wib
135 views
Indonesia vs Gen-Z: Pemuda, Tantangan, dan Harapan Kebangkitan
Sejarah selalu mencatat bahwa di balik kejayaan suatu bangsa, berdiri tegak peran para pemuda. Dari Usamah bin Zaid hingga pemuda STOVIA, mereka adalah pembawa obor perubahan. Kini, giliran generasi kita — Generasi Z — untuk menulis bab baru dalam perjalanan Indonesia.
Namun, di tengah kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi, generasi muda justru dihadapkan pada krisis jati diri. Dunia digital yang semestinya menjadi sarana ilmu dan dakwah justru sering menjelma menjadi medan distraksi. Maka, pertanyaannya: apakah Generasi Z siap mengemban amanah kebangkitan bangsa?
Indonesia dan Generasi Z: Antara Potensi dan Krisis
Indonesia dikenal sebagai negeri kaya sumber daya alam sekaligus sumber daya manusia. Dengan lebih dari 275 juta jiwa, sekitar 70% penduduknya berusia produktif — inilah bonus demografi yang bisa menjadi penentu masa depan bangsa. Dunia bahkan menjuluki Indonesia sebagai The New Tiger of Southeast Asia.
Namun, di balik potensi besar itu terselip ironi. Kekayaan alam sering dikuasai asing, korupsi masih merajalela, dan sebagian besar anak mudanya justru sibuk mengejar viralitas semu. Budaya “rebahan”, “scrolling tanpa arah”, dan gaya hidup konsumtif menjadi tren yang menumpulkan idealisme.
Inilah Generasi Z — generasi digital yang lahir di tengah kemudahan teknologi. Cerdas, kritis, dan kreatif, namun juga rentan terhadap krisis moral. Banyak dari mereka kehilangan arah karena banjir informasi tanpa filter. Fenomena *post-truth* menjadikan kebohongan terasa seperti kebenaran, dan media sosial menjelma menjadi “agama baru” bagi sebagian orang.
Rusaknya Pemikiran dan Ghozwul Fikr
Salah satu tantangan terbesar generasi ini adalah ghozwul fikr — perang pemikiran. Perang ini tidak lagi menggunakan senjata, melainkan ide, gaya hidup, dan konten hiburan. Barat, dengan kekuatan media dan budaya pop-nya, telah berhasil menanamkan nilai-nilai sekularisme, hedonisme, dan individualisme ke dalam jiwa pemuda Muslim.
Musik, fesyen, film, dan kesenangan (fun) menjadi empat senjata utama. Musik menggiring pendengar pada nilai bebas; fesyen menampilkan aurat sebagai tren; film mempropagandakan gaya hidup barat dan LGBT; sementara “kesenangan” dijadikan dalih untuk hidup tanpa arah. Di sinilah banyak pemuda terperangkap — menjadi budak konten, kehilangan idealisme dan semangat perjuangan.
Namun, Islam memandang pemuda bukan sekadar usia muda. Pemuda sejati adalah mereka yang kuat imannya, besar tekadnya, dan kokoh pendiriannya. Seperti Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, hingga Muhammad Al-Fatih — mereka adalah bukti bahwa masa muda adalah masa paling produktif dalam sejarah umat.
Jalan Kebangkitan: Taqwa, Dakwah, dan Karya
Setelah mengenali penyakit generasi, kini saatnya berobat. Solusi utamanya ada pada dua hal: taqwa dan dakwah.
Taqwa adalah pondasi — ketundukan total kepada Allah, seperti yang dimiliki Jenderal Soedirman dan Al-Fatih. Dari taqwa lahirlah keberanian, kejujuran, dan keteguhan hati. Sedangkan dakwah adalah napas kehidupan umat. Ia bukan hanya ceramah di mimbar, tetapi juga gerakan sosial, karya, dan teladan dalam kehidupan sehari-hari.
Generasi Z punya potensi besar untuk berdakwah dengan cara kreatif: melalui konten positif, seni, teknologi, hingga aksi sosial. Contoh inspiratifnya bisa dilihat dari para dai muda seperti Ustaz Hanan Attaki, Felix Siauw, hingga tokoh dunia seperti Khabib Nurmagomedov, yang berdakwah lewat perilaku dan media modern.
Kebangkitan umat juga tak lepas dari cita-cita besar: membangun Indonesia sebagai negeri yang kuat, beradab, dan bertaqwa — Indonesia The Super Power. Untuk itu, pemuda harus menundukkan hawa nafsu, memperbaiki adab, dan kembali menjadikan Al-Qur’an serta sunnah sebagai kompas hidup. Karena hilangnya adab (loss of adab) adalah akar dari segala kerusakan umat.
Sejarah tidak pernah berhenti. Tongkat estafet perjuangan kini berada di tangan Generasi Z. Merekalah penentu arah bangsa — apakah menuju kejayaan atau kehancuran.
Jika generasi muda mampu menegakkan taqwa, menjaga adab, dan terus berdakwah, maka harapan kebangkitan Islam dan kemuliaan Indonesia bukanlah mimpi. Karena setiap zaman punya pahlawan, dan zaman ini sedang menunggu lahirnya pahlawan baru: pemuda Indonesia yang beriman, berilmu, dan berani. (Nufail Faris)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!