IHATEC Dukung Kesiapan Penguatan Jaminan Produk HalalSabtu, 02 Nov 2024 08:30 |
|
Doa Terbebas Hutang & Lapang RizkiRabu, 30 Oct 2024 14:08 |
|
Miras Induk KemaksiatanRabu, 30 Oct 2024 10:56 |
Oleh: Tatang Hidayat
(Penulis Nilai-Nilai Pemikiran Pendidikan KH. Choer Affandi dalam Jurnal Tadris Vol 14, No. 1 tahun 2019 IAIN Madura)
Fauz Noor Zaman kembali menyapa kita dengan Novel Sejarah, kali ini datang dengan Novel Pembuka Hidayah : Biografi Uwa Ajengan Jilid 2 dan langsung membuka order online di Momen Hari Santri Nasional 22 Oktober 2021, tidak saya tunda lagi untuk segera pesan.
Saya merasa bersalah karena telat membaca buku ini, padahal buku ini sudah ada di rumah sejak 26 Oktober 2021. Namun saya baru selesai membacanya ketika baru pulang dari Sukabumi setelah melakukan napak tilas dan ingin mengetahui karya KH Ahmad Sanusi, Pimpinan Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi serta ditambah berbagai kesibukan lainnya, baru pada 2 November 2021 novel ini selesai dibaca.
Bergetar hati dan bulir-bulir bening pun tak terasa menetes di pipi ketika saya membaca novel ini, apalagi novel ini diawali dengan membahas masa fitnah yang begitu menyesakkan, perjuangan Tentara Islam Indonesia (TII) di gunung, peristiwa rajam dan pembunuhan 2 ulama kharismatik Tasikmalaya yakni Ajengan Masluh dan Ajengan Fakhrudin yang dituduhkan kepada TII, hingga kontak senjata antara Darul Islam dan Darus Salam di Pesantren Cipari.
Buku ini merupakan buku keempat Fauz Noor dalam mengangkat biografi ulama dalam bentuk novel. Sebelumnya ia telah menulis Syahadah Musthafa (novel perjuangan Asy Syahid KH. Zainal Musthafa), Cahaya Muhsin (Biografi KH. A. Wahab Muhsin), dan Pembuka Hidayah (Biografi Uwa Ajengan Jilid 1).
Dari sisi bahasa, saya kembali sangat terpesona dengan penulis buku ini, Fauz Noor mampu mengolaborasikan kekayaan kosakata dan cara beliau menuliskannya tidak pernah membosankan. Padahal tema buku ini sebenarnya sangat berat dan sensitif, karena mengangkat tema salah mantan tokoh DI/TII, yang selama DI/TII kesannya dinarasikan sebagai pemberontak.
Pada bagian judul, Menyelamatkan Keluarga, Fauz Noor mampu menggambarkan suasana yang begitu haru akan perjuangan Choer Affandi untuk menyelamatkan anak yang ada dikandungan istrinya. Di sisi lain ia mampu mewarnai adegan mencekam saat Oyoh Shofiyah melahirkan anak ke-5 seorang putri (Enung Muthma’innah), dalam kejaran atau tentara Soekarno. Nampak Fauz Noor sangat apik menggambarkan suasana saat itu sehingga para pembaca akan dibuat haru dan terbawa suasana saat itu.
Sebagai novelis, ia pun piawai menyelipkan dialog-dialog guyon khas orang Sunda, terutama pada tokoh historis bernama Sya’ir yang lebih terkenal dengan si Hideung. Satu tokoh yang kemudian hari wafat di Bungur Sari Kota Tasikmalaya.
Pembahasan novel ini sebenarnya tidak hanya mengangkat berbagai peristiwa di Priangan, tetapi mengangkat juga berbagai peristiwa nasional. Salah satunya pembahasan cita-cita tentara Islam ternyata memincut para tentara lainnya di luar Jawa Barat untuk mendeklarasikan hal yang yang sama meskipun konflik dan motivasinya bisa disebut berbeda dengan yang terjadi di Jawa Barat.
Sebut saja ada Amir Fatah yang memproklamirkan Negara Islam di Brebes, Tegal dan Pekalongan. 1952, Kiai Muhammad Makhfudz Abdurrahman atau Kiai Sumolangu, memproklamirkan bergabung dengan Darul Islam di Jawa Barat. Berdiri juga DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar. Di Kalimantan Selatan pada tahun 1954 Ibnu Hajar memproklamirkan bergabung dengan DI/TII di Jawa Barat. Di Aceh, pada 20 September 1953, Teuku Daud Beureuh memproklamirkan bergabung dengan DI/TII yang diproklamirkan Kartosuwiryo. Deretan berbagai peristiwa yang terjadi secara nasional ini membuat novel ini semakin lengkap, tidak parsial dan tidak terputus narasi sejarahnya.
Bagian selanjutnya, Fauz Noor menggambarkan juga bagaimana sosok dukungan warga saat itu terhadap DI/TII dengan memberikan berbagai makanan salah satunya adalah makanan pokok beras. Tentu dengan resiko yang sangat berat saat itu, karena jika diketahui oleh tentara Soekarno, taruhannya adalah nyawa. Kejadian itu digambarkan begitu apik oleh Fauz Noor. Saya salut.
Satu yang membuat haru, Choer Affandi digambarkan sebagai pribadi yang sangat mencintai dan hormat pada ibunya. Itu tergambar bagaimana saat ia membujuk ibunya untuk turun gunung. Choer Affandi juga sosok yang istiqomah dalam ibadah dan munajatnya, sesibuk apapun bahkan dalam keadaan berjuang di gunung, ia selalu shalat wajib awal waktu, tidak lupa untuk shalat tahajud dan shalat duha.
Fauz Noor menggambarkan pula situasi terkini politik saat itu pada tahun 1955 dilangsungkan pemilihan umum pertama di Republik Indonesia. Keseluruhan peserta pemilu saat itu mencapai 172 gambar, banyak di antara mereka adalah partai yang berasas dan bernafaskan Islam yang terbesar darinya adalah partai Masyumi, Partai NU dan Partai Serikat Islam Indonesia. Bersambung...
FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id
Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com
Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com
Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%.
Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com
IHATEC Dukung Kesiapan Penguatan Jaminan Produk HalalSabtu, 02 Nov 2024 08:30 |
|
Doa Terbebas Hutang & Lapang RizkiRabu, 30 Oct 2024 14:08 |
|
Miras Induk KemaksiatanRabu, 30 Oct 2024 10:56 |