Kamis, 17 Jumadil Awwal 1446 H / 9 Januari 2020 22:18 wib
6.958 views
Menolak Indonesia Tanpa Pacaran = Pendukung Gaul Bebas?
Oleh: Khamsiyatil Fajriyah
Indonesia Tanpa Pacaran kembali viral setelah menjelang akhir tahun 2019 menduduki trending topik di Twitter land. Beragam responpun bermunculan dari para netizen, dukungan maupun nyinyiran. Gerakan Indonesia Tanpa Pacaran(ITP) sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2015, dicetuskan oleh seorang pemuda bernama La Ode Munafar. ITP memiliki pendukung dengan jumlah besar di dunia maya juga di dunia nyata. Hal ini terbukti dengan jumlah besar pengikutnya hingga mencapai angka satu juta di grup Facebook, Fanpage, Instagram, dan Line. Bila ITP menggelar acara, ribuan peserta Ikhwan dan akhwat dipastikan memadati tempat acara.
Alasan Para Penolak ITP
Pantas bila respon tidak sekadar dilontarkan oleh netizen, bahkan wakil DPR periode lalu, Agus Hermanto juga menanggapi gerakan ini. Tepatnya setelah deklarasi gerakan Indonesia Tanpa Pacaran di pertengahan April 2018. Gerakan ini dianggap sebagai gerakan yang berpengaruh. Menurut Agus, berpacaran adalah suatu tahapan yang harus dilakukan sebelum memasuki pernikahan(idntimes.com). Dan masih menurut Agus, berpacaran atau tidak adalah keputusan masing-masing individu, tidak ada yang bisa mengintervensinya.
Salah satu slogan dari gerakan ITP, "Putusin atau Nikah" dianggap sebagai propaganda nikah muda. Padahal pemerintah saat itu sedang dalam pertimbangan mengubah usia minimal menikah terutama bagi perempuan, yang sebelumnya 16 tahun menjadi 19 tahun. Dengan begitu, gerakan ITP dianggap sebagai gerakan yang sesat dan berbahaya. Karena dengan meningkatnya pernikahan di usia muda, diasumsikan menyebabkan kemiskinan di kemudian hari.
Poin lain dari ditolaknya gerakan ITP karena ditengarai pencetusnya adalah seorang yang memiliki jejak rekam sebagai pendukung perjuangan penerapan Islam kaffah, di bawah naungan Khilafah. Dan memang, setiap menutup materi yang disampaikan di acara-acara ITP, Munafar selalu menutupnya dengan sebuah kesimpulan, bahwa meniadakan pacaran dibutuhkan solusi secara sistemik yaitu dengan penerapan Islam secara menyeluruh, dengan khilafah.
Pacaran dan Kemaksiatan, Bergandeng Tangan
Pacaran, sebagai jalan menuju zina atau seks bebas telah diharamkan dengan jelas dalam syariat. Bahkan MUI menguatkannya dengan menyatakan bahwa pacaran bukan masalah baru, dan keharamannya sudah jelas dalam Islam. Kalangan milenial yang ikut bergabung dalam ITP merasakan banyak manfaat setelah mereka mengikuti beragam acara ITP. Semua acara untuk mewadahi mereka meninggalkan aktivitas pacaran dan memahami makna hidup sebagai seorang muslim. Mereka pun memiliki pandangan untuk mengisi masa muda dengan hal yang bermanfaat dan menjauhi maksiat.
Syariat Islam ada sebagai rahmat dari Allah SWT. Bila syariat melarang pacaran, pasti Allah SWT tengah melindungi manusia dari kesengsaraan dan bahaya. Pacaran sudah terlihat jelas menimbulkan masalah lain, yaitu kejahatan demi kejahatan. Angka aborsi yang mencapai 2,5 juta setiap tahunnya, dan 50% darinya dilakukan oleh remaja. Hal ini menunjukkan bahwa pacaran sebagai akumulasi aktivitas mendekati zina jelas bukan asumsi. Perzinahan yang selalu dimulai dengan pacaran, menghantarkan para remaja putri hamil di luar nikah dan aborsi menjadi jalan keluar menghilangkan jejak maksiat mereka.
Setiap hari kita disuguhi berita di media massa online atau cetak, beragam kejahatan yang berjalan beriringan dengan aktivitas pacaran. Baru-baru ini media diramaikan berita 'merekam video asusila dengan pacar', 'mahasiswi dibunuh pacarnya karena meminta pertanggung jawaban', 'memperkosa anak pacar yang masih di bawah umur'. Tidak pernah kita temukan kegiatan positif dan bermanfaat yang melekat dengan aktivitas pacaran.
Jalan Ketaatan, Usah Hiraukan Penolaknya
Memberikan jalan dan peluang bagi generasi untuk aktif berpacaran adalah langkah yang sesat. Membiarkan generasi berjibaku dengan aktivitas maksiat berarti membuka jalan kehancuran bagi bangsa. Tingginya angka aborsi dan penderita HIV/AIDS tidak bisa diselesaikan dengan penderasan pendidikan kesehatan reproduksi kepada remaja. Terbukti meskipun pendidikan kesehatan reproduksi telah dilakukan, tetap tidak berhasil menurunkan angka aborsi juga penderita HIV/AIDS. Masalah ini tak akan pernah usai bila tidak diselesaikan dari akar masalahnya yaitu kehidupan sekular.
Penolakan terhadap aturan Allah adalah hal yang pasti dalam sistem sekular. Kebebasan menjadi hal yang mutlak dalam sistem buatan manusia ini. Maka tidak mengherankan, larangan pacaran juga ditolak di sistem ini. Meskipun masalah demi masalah bertambah pelik karena menolak larangan pacaran, tetap saja para penganut sistem ini menutup mata dan telinga dengan solusi yang benar, yang datang dari Zat Yang Maha Benar.
Selanjutnya, dengan apa sebenarnya kita bisa menjadikan generasi kita sebagai sumber daya manusia yang unggul? Dengan menunda usia pernikahan mereka dan membiarkan mereka dengan perilaku bebas? Atau dengan aturan Allah SWT, yang menjadikan mereka fokus mengoptimalkan masa mudanya dengan hal-hal yang bermanfaat?
Pilihannya ada pada manusia sendiri dan sistem yang melingkupinya. Bila sistem yang ada tidak mendukung, maka gerakan independen semacam ITP ini bisa menjadi alternatif untuk menjauhi pacaran/zina. Jadi, cuekin aja para penolak gerakan ITP itu. Fokus saja membimbing remaja untuk berdaya dan berprestasi tanpa harus pacaran di masa muda. Setuju? (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!