Jum'at, 18 Jumadil Awwal 1446 H / 5 Juli 2019 14:41 wib
8.549 views
Eksploitasi Perempuan, Islam Solusinya
Oleh:
Hamsia, ibu rumah tangga
SERIKAT Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat ada 29 perempuan jadi korban pengantin pesanan di China selama 2016-2019. Para perempuan ini dibawa ke China, dinikahkan dengan lelaki negara tersebut, dengan iming-iming diberi nafkah besar. Namun, kata Sekjen SBMI Bobi Anwar Maarif, perempuan ini malah ‘dieksploitasi’ dengan bekerja di pabrik tanpa upah.
Para perempuan ini berasal dari Jawa Barat (16 orang) dan Kalimantan Barat (13 orang). Para perempuan ini tergoda dengan iming-iming uang. ”dari cerita –cerita yang kami dapatkan itu memang mereka butuh duit,” ungkap Bobi
Dari berbagai laporan, SBMI menemukan para perempuan ini dipesan dengan harga 400 juta rupiah. Dari angka itu, 20 juta diberikan kepada keluarga pengantin perempuan sementara sisanya kepada para perekrut lapangan.
Di China, para korban kerap dianiaya suami dan dipaksa berhubungan seksual, bahkan ketika sedang sakit. Para korban juga dilarang berhubungan dengan keluarga di Indonesia. “proses ini sudah ada proses pendaftaran, perekrutan, ada pemindahan, ada pemberangkatan luar negeri. Terus cara-caranya itu ada penipuan, informasi palsu, dan pemalsuan dokumen” ungkap SBMI bahkan ia menduga, pernikahan ini sebetulnya merupakan praktik perdagangan manusia.
Namun, di China, kasus ini dianggap sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bukan perdagangan orang. Pengacara LBH Jakarta, Oky Wiratama, mendesak kepolisian mengungkap sindikat perekrut dengan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Dari 29 kasus yang tercatat, beberapa korban berhasil kabur dari suaminya di China. Salah satunya adalahh Monika (24), asal Kalimantan Barat. Dia diiming-iming menikah dengan lelaki China yang bekerja sebagai pekerja bangunan dangan gaji besar. Namun, selama 10 bulan tinggal di China, dia dipaksa bekerja dan mengalami kekerasan seksual. Ungkap Monika.
Akar Masalah
Dalam sistem kapitalis dimana hampir semua kebutuhan dasar tidak mudah diperoleh dan sangat mahal harganya, hidup memang sangat sulit dirasakan. Wajar kalau kemudian banyak rumah tangga mulai mempertimbangkan untuk memberdayakan semua anggota keluarganya, termasuk anak-anak, dalam negara ini kebijakan tidak berpihak kepada rakyat, namun justru mengedepankan kepentingan pemilik modal, kekayaan milik umum yang semestinya dikelola negara demi kesejahteraan rakyat, justru dijual pada swasta dan asing.
Perdagangan manusia merupakan masalah kronik yang sepertinya tidak pernah selesai. Setiap kasus yang diberitakan selalu membawa tangis pedih keluarga korban dan menyulut kemarahan publik. Seperti buih-buih di atas ombak, kasus-kasus ini berlalu begitu saja tanpa ada upaya tegas untuk mengatasinya. Kebanyakan kasus ini hanya berhenti di pemeriksaan polisi dan tidak berlanjut di meja hijau.
Terjadinya kasus perdagangan orang ini kebanyakan dilatar belakangi oleh kemiskinan. Sementara di desa-desa, lahan pekerjaan terlalu langka. Kota tidak dapat menampung para pengangguran yang sudah penuh sesak. Akibat lingkaran kemiskinan yang akut inilah banyak orang-orang terjebak ke dalam agen-agen perdagangan manusia. Sekitar 70 persen modus perdagangan manusia di Indonesia berawal dari pengiriman TKI secara ilegal ke luar negeri. Meskipun banyak agen-agen penyalur tenaga kerja mengantongi izin ‘legal’ dari pemerintah, kekerasan terhadap pekerja tetap berlangsung.
Masih sangat lekat dalam benak kita nasib tragis yang dialami Fadila Rahmatika TKW asal Dukuh Blimbing, kecamatan Sukorejo. Selama 10 bulan menjadi TKW di Singapura, ia menjadi korban penyiksaan dengan dipukuli dan disetrika hingga akhirnya dibuang ke Batam oleh majikannya (Kompas.com)
Fadila bukan satu-satunya, banyak TKW yang mengalami nasib serupa, bahkan tak jarang sampai rumah sudah menjadi mayat. Namun karena kondisi ekonomi yang serba sulit, sering membuat perempuan tak punya pilihan selain mempertaruhkan nasibnya di negeri orang.
Bisnis perdagangan manusia sangatlah menguntungkan. Seperti dilaporkan International Labour Organisation (ILO), bisnis ini dapat meraup keuntungan 32 miliar dolar AS tiap tahunnya. Oleh karenanya, ada kepentingan yang sangat besar untuk meneruskan praktik yang keji ini. Walaupun berbagai pemerintah dan organisasi internasional telah menyatakan komitmen mereka untuk memerangi perdagangan manusia, tidak ada langkah yang tegas untuk menyelesaikannya.
Saat ini, standar kualitas hidup yang dilekatkan masyarakat tentang perempuan sukses jelas di emban oleh negara barat. Menurut mereka perempuan modern yang bahagia, sebagai perempuan mandiri secara finansial. Dia bekerja memiliki uang sendiri, membayar semua tagihan tanpa membebani orang tua, dan tidak membutuhkan laki-laki sebagai penopang-nya.
Hal ini terjadi di belahan dunia manapun, termasuk negeri muslimpun tak luput terserang fenomena ini. Kapitalis sebagai ideologi yang menjadikan perempuan pekerja sebagai obyek eksploitasi, baik secara fisik maupun finansial. Anehnya, banyak perempuan justru merasa inilah medan perjuangan mereka hari ini.
Argumen Palsu Pegiat Gender
Para pegiat keseteraan gender berdalih bahwa pemberdayaan perempuan akan membuat posisi perempuan mandiri dan tidak terdiskriminasi. Perempuan diposisikan sebagi pejuang keluarga karena menggunakan pendapatannya demi mensejahterakan keluarganya. Perempuan dianggap penting dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara.
Sejatinya, perjuangan pembebasan perempuan dari himpitan ekonomi hanyalah argumen palsu. Nicholas Rockefeller (penasihat RAND) menyatakan tujuan keseteraan gender adalah untuk mngumpulkan pajak publik 50% lebih dalam rangka mendukung kepentingan bisnis. Survei Baston Consulting Grup (BCG) menyimpulkan bahwa secara global perempuan akan mengontrol 15 triliun dolar. Pada tahun 2028, BCG mengatakan perempuan mengendalikan 2/3 belanja konsumen di seluruh dunia. Di Indonesia perempuan memegang 65% keputusan konsumsi sehingga sedikitnya 300 miliar dolar AS kosumsi diputuskan oleh kaum perempuan.
Makin terungkap nyata bahwa tujuan ide gender adalah demi kepentingan blok barat yang ingin menguatkan liberalisasi perdagangan.
Islam Melindungi Perempuan
Islam memberikan perempuan peran utama dalam kehidupan sebagai seorang istri dan ibu. Sejatinya itulah penghargaan tertinggi, pemberdayaan yang sesungguhnya. Islam telah memberikan peran yang sesuai dengan sifat alamiahnya. Menjadi pengasuh dan pendidik anak-anaknya, mereka bertanggung jawab menyiapkan keturunannya sebagai pemilik masa depan.
Dalam sistem Islam, pemenuhan kebutuhan pokok setiap anggota masyarakat, termasuk perempuan betul-betul dijamin. Khalifah memerintahkan para laki-laki (ayah) untuk bekerja menafkahi keluarganya sebagaimana perintah Allah SWT dalam firman-Nya, ”kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (TQS al-Baqarah: 223). Untuk itu negara akan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi para laki-laki. Ini adalah tanggung jawab negara hadits Rasulullah SAW, “seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan pengembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyatnya)” (HR Bukhari dan Muslim).
Ketika suami maupun kerabat tidak ada, atau ada tetapi tidak mampu menafkahi maka negara akan langsung menafkahi keluarga miskin ini melalui lembaga Baitul maal (Kas Negara) sehingga sang ibu tidak dipaksa untuk bekerja. Adapun kebutuhan pokok masyarakat berupa jasa yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan juga akan dipenuhi oleh negara secara langsung dan gratis. Semua ini bisa terlaksana hanya dengan adanya negara Islam secara kaffah. Walahu a’lam bi ash-shawaab.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!