Rabu, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 11 Desember 2019 11:35 wib
4.050 views
PKS: Amandemen UUD 1945 Harus Dikembalikan kepada Rakyat
DENPASAR (voa-islam.com)--Anggota Badan Pengkajian MPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Johan Rosihan mengungkapkan bahwa wacana amandemen UUD 1945 harus dikembalikan kepada rakyat.
“Amandemen UUD itu harus dikembalikan kepada rakyat, agar tidak menjadi isu elit saja atau hanya menjadi wacana politik dari sebagian kecil kelompok saja,” kata Johan pada acara serap aspirasi yang diselenggarakan Badan Pengkajian MPR di Denpasar Jumat (6/12/2019) lalu.
Dikatakan Johan, dalam perjalanannya amandemen UUD 1945 selalu melibatkan keinginan rakyat banyak. Seperti yang terjadi pada amandemen UUD NRI 1945 I,II,III dan IV pada periode 1999-2002 pasca reformasi 1998.
Acara serap aspirasi ini dimaksudkan untuk meminta masukan masyarakat atas salah satu rekomendasi badan pengkajian tentang Pokok Pokok Haluan Negara.
Pada kegiatan serap aspirasi ini, Johan didampingi akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Udayana Made Gde Karma Resen yang menyampaikan materi berjudul Refeleksi Rasionalitas Mencapai Kesejahteraan Umum (Meramu Agenda Masa Depan).
Karma memulai dengan menegaskan bahwa pada pembukaan UUD1945 alinea ke 4 menyatakan, prinsip kesejahteraan terdapat dua kata kunci yaitu, memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
Menurut Karma, pilihan rasional tujuan bernegara sangat jelas. Para founding fathers Indonesia telah menyepakati bahwa salah satu tujuan didirikannya negara Indonesia adalah agar keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan sosial bisa terwujud. Karena itu cita-cita akan kesejahteraan inilah kemudian tersirat dan tersurat ke dalam Pembukaan UUD NRI 1945.
Masih menurut Karma, tujuan bernegara dapat dikonsepkan sebagai persesuaian kehendak (kristalisasi-kristalisasi kehendak) bersama dari pilihan rasional setiap warga negara yang terformulasi dalam staat fundamental norm dan aturan hukum, serta dipertahankan, diperjuangkan oleh kekuasaan negara.
Karma kemudian menutup presentasinya dengan memberikan tiga catatan sebagai tantangan kedepan. Pertama, kontestasi, konstelasi politik (perubahan yang revolusioner), perubahan visi-misi, perbedaan motif, pengaruh, dan pilihan kepentingan akan menimbulkan diferensiasi-diferensiasi baru.
Kedua, negara seluas Indonesia memerlukan perencanaan negara sebagai pemandu arah pelaksanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan. Dan yang ketiga, dibutuhkan suatu perencanaan matang, terarah, terstruktur, berfokus pada hasil dan tujuan yaitu kesejahteraan umum.* [Syaf/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!