Kamis, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 24 Oktober 2019 10:06 wib
4.524 views
Lokataru Foundation: Kepolisian Ancam Kebebasan Sipil Warga
JAKARTA (voa-islam.com)--Deputi Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Mufti Makaarim A menilai penanganan aksi #ReformasiDikorupsi 24-26 September 2019 lalu lebih merupakan upaya pemberangusan kebebasan berkumpul dan berpendapat warga.
“Ini terlihat dari pembubaran aksi unjuk rasa dengan penggunaan kekerasan berlebihan oleh aparat kepolisian (excessive use of force). Pasca pembubaran, tindakan aparat kepolisian yang menerapkan “tangkap dulu, tanya kemudian” kental akan pelanggaran atas hak warga untuk bebas dari segala bentuk tindakan merendahkan martabat manusia dan hak untuk mendapat perlakuan hukum yang adil,” ungkap Mufti dalam keterangan tertulis, Rabu (23/10/2019).
Dikatakan Mufti, hal ini menandakan babak baru dari pola penertiban dan keamanan negara yang kian represif terhadap partisipasi warga dalam demokrasi. (Baca:Ini Temuan Lokataru Foundation pada Aksi 24-26 September 2019)
“Serangan terhadap hak konstitusional warga September kemarin, melalui pembubaran paksa dan penahanan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum, adalah insiden besar terkini dari penyempitan ruang kebebasan sipil (shrinking civic space) di Indonesia yang tak kunjung membaik selama beberapa tahun terakhir,” jelas Mufti.
Apabila tren ini berlanjut, lanjut Mufti, ancamannya jelas: Indonesia terpuruk ke dalam otoritarianisme baru. Atas fakta tersebut, Lokataru Foundation mengeluarkan beberapa poin pernyataan sikap.
“Pertama, mengutuk pembubaran paksa aksi konstitusional warga pada 24 September, dan penahanan sewenang-wenang yang dilakukan aparat kepolisian terhadap peserta aksi unjuk rasa #ReformasiDikorupsi,” ujar Mufti.
Kedua, mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk segera membuka data lengkap terkait penangkapan dan penahanan selama periode 23-30 September, lalu menyediakan akses bantuan hukum bagi mereka yang masih ditahan hingga hari ini.
Ketiga, mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) untuk melakukan penyelidikan atas tindak kekerasan yang menyebabkan kematian lima korban jiwa, dan penahanan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian.
Keempat, mendesak jajaran aparat penegak hukum untuk mematuhi mandat konstitusi, mengedepankan azas praduga tak bersalah, dan berorientasi pada hak asasi manusia.
Kelima, meminta segenap masyarakat sipil –mahasiswa, jurnalis, aktivis, dan warga lainnya –untuk tetap mengawal proses konsolidasi data kekerasan dan penahanan sewenang-wenang aparat, dan terus mengumandangkan tuntutan agar mereka yang masih ditahan tanpa kejelasan dapat segera dibebaskan.*[Syaf/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!