Ahad, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 1 Maret 2015 15:58 wib
24.216 views
Mega Skandal BLBI, Perampokan Uang Negara, Mungkinkah Megawati Tersangka?
JAKARTA (voa-islam.com) - Jika dalam kultwit sebelumnya kita membahas kronologis BLBI, maka dalam kultwit ini kita akan melihat bagaimana kerugian negara terjadi. Kami usahakan sebisa mungkin membuatnya menjadi sederhana agar kita bisa melihat 'big picture' nya.
Banyak yang mengira penyaluran dana BLBI hanya pada era Soeharto saja. Pandangan ini salah sebab BLBI masih berlanjut pada pemerintah2 berikutnya. Sebagai gambaran berikut kami tuliskan besaran penyaluran dana BLBI dari satu pemerintahan ke pemerintahan yang lain:
Era Soeharto 144 T, Era Habibie menjadi 210 T, Era Gus Dur hingga Mega menjadi 640 T. Jadi di era Gus Dur dan Mega ini terjadi penambahan 430 T. Yang menarik disini, pada pemerintahan Megawati ada kebijakan pemberian bunga pada Obligasi Rekap (OR), yang nanti akan kami jelaskan.
Akibat kebijakan pemberian bunga pd OR ini maka beban yang harus bayar dari APBN selama 10 tahun adalah sebesar 600 triliun!!
Lebih menakjubkan lagi, pemerintah yg sebelumnya membantu bank-bank tersebut secara aneh justru menjadi pihak yg berhutang pada bank-bank tersebut. Bagaimana sulap canggih yang merugikan keuangan negara hingga sampai ke anak cucu ini bisa terjadi? Mari kita urai satu persatu.
Jika diawal prosesnya pemberian BLBI dilakukan dgn pengambil alihan aset lalu baru pengucuran dana sesuai aset yang diambil alih, Maka pada era Gus Dur - Megawqati dibalik, dana dikucurkan dulu baru aset dievaluasi. Inilah yg melahirkan moral hazard.
Ketika Gus Dur lengser dan digantikan Megawati, maka program BLBI dilanjutkan. Namun ada tambahan program, yaitu penerbitan obligasi rekap. Program Obligasi Rekap (OR) ini sesungguhnya adalah akal-akalan IMF untuk membangkrutkan negara dengan modus seolah-olah membantu. Bank-bank yang kecukupan modalnya atau Capital Adequacy Ratio (CAR)-nya antara minus 25% atau lebih baik harus dinaikkan sampai menjadi 8 %.
Caranya adlh dgn menaikkan modal ekuitinya, krn CAR adlh Modal Ekuiti dibagi dgn Asset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Tetapi krn pemerintah tidak memiliki uang tunai untuk menaikkan Ekuiti, maka sebagai penggantinya diterbitkan Surat Hutang.. Yang diinjeksikan kepada bank-bank tsb hingga nilai CAR-nya 8%. Sesuai dgn ketentuan Bank for International Settlement (BIS) di Bazel, Swiss.
Surat hutang yg diterbitkan utk meningkatkan CAR bank-bank ini disebut Obligasi Rekapitalisasi Perbankan atau Obligasi Rekap (OR). Sekarang kita akan memasuki bagian anehnya. Siapkan pikiran jernih dan logika secukupnya tweeps..!
Sebagaimana layaknya surat hutang, OR juga mengandung kewajiban pembayaran bunga. Artinya Pemerintah membayar bunga pada bank-bank tersebut.
Jadi OR mempunyai dua fungsi. Yang pertama adalah meningkatkan kecukupan modal atau solvency. Yang kedua adalah untuk memperoleh pendapatan bunga, agar bank tidak menderita kerugian.
Sampai disini mulai bisa dipahami? Bank-bank tersebut justru mendapatkan bunga yang luar biasa besar dari bantuan yang diberikan pemerintah.
Perhatikan baik-baik. Bank-bank tsb dibantu pemerintah agar tidak tutup karena tidak memenuhi kecukupan modal. Bantuan diberikan dalam bentuk surat hutang yang dinamakan OR.
Selanjutnya pemerintah mendadak menjadi punya hutang pada bank-bank tersebut. Bunga pertahun yang harus dibayarkan pemerintah kepada bank-bank tsb sekitar 13-14%, dengan masa jatuh tempo selama 10 tahun.
Jadi dari total obligasi rekap Rp 430 T dgn jangka waktu 10 tahun, maka bunga yang harus dibayar dari APBN adalah sejumlah Rp 600 T. Lihatlah, bagaimana IMF melakukan sim salabim.
Dari yang awalnya pemerintah hanya membantu berubah jadi beban hutang untuk anak cucu kita. Dengan penerbitan OR, negara jadi terus berhutang kepada bank-bank tersebut. Dan pajak yang masyarakat bayarkan tiap tahun digunakan untuk membiayai mereka.
Bunga yang dibayarkan pemerintah yang katanya untuk bertahan hidup pada kenyataannya berubah jadi profit luar biasa bagu bank-bank tersebut. Meskipun tidak masuk akal, tapi masih bisa diterima mengingat kepemilikan saham bank-bank tersebut diambil alih pemerintah.
Namun rupanya permainan sulap belum berakhir. Puncak dari segala keanehan justru terjadi pada proses penjualan saham bank-bank tersebut. Atas desakan IMF bank-bank penerima BLBI tersebut dipaksa dijual secara obral, yang penting terjual. Berapapun harganya tak perduli!
Bank-bank tersebut dijual dalam keadaan sudah sehat dan menguntungkan. Namun anehnya bank--bank tersebut dijual dengan OR di dalamnya.
Artinya, siapapun yg membeli bank-bank itu akan mendapat bonus OR di dalamnya. Disinilah terjadi penjarahan luar biasa terhadap negara.
Kita ambil contoh yang paling fenomenal adalah penjualan BCA dengan nilai Rp 10 T, dimana didalamnya ada OR Rp 60 T dan laba ditahan 4 T. Artinya dengan 10 T pihak pembeli akan menerima keuntungan langsung sebesar 4 T plus 60 T dalam bentuk tagihan pada pemerintah.
Benar saja, akhirnya oleh pembeli OR segera diobral ke publik demi keuntungan instant. Dan negara harus menanggung hutang konyol ini.
Seharusnya saat bank-bank tersebut dijual pemerintah mengeluarkan OR dari dalamnya. Toh bank tersebut dijual dalam keadaan sehat. Sebab awal kebijakan OR itu sendiri adalah untuk membantu kecukupan modal bank dan - meskipun aneh - membantu pendapatan bank dari bunga OR.
Namun mengapa bank-bank tersebut dijual berikut tagihan kepada pemerintah di dalamnya? Bukankah banknya sendiri sudah sehat? Masih misteri mengapa pemerintah Megawati melakukan kekonyolan yang sedemikian rupa. Namun beban hutangnya masih kita rasakan hingga kini.
Memang masalah OR BLBI ini adalah masalah kebijakan yg sulit dimintai pertanggung jawaban hukum. Namun nuansa kongkalikongnya sangat terasa. Masih ada kejanggalan-kejanggalan lain terkait BLBI ini.
Terutama mengenai terbitnya SKL BLBI di masa pemerintahan Megawati. Khusus untuk SKL BLBI rupanya mengandung unsur pidana korupsi yang indikasinya terlihat dari kasus Jaksa Urip yang telah divonis itu.
Apa dan bagaimana kasus SKL BLBI tersebut? Siapa yg harus bertanggung jawab atas skandal tersebut? Mega berjasa bagi konglomerat Cina yang sudah merampok uang negara melalui BLBI dengan adanya SKL atau pengampunan oleh Megawati kepada para taipan Cina itu.
Sekarang mereka tidur nyenyak di Singapura terlindungi. Seperti Syamsul Nursalim yang sudah ngemplang BLBI Rp27 triliun. Sementara itu, rakyat jelata dan kaum papa, hidup penuh dengan penderitaan. Makan 'raskin' (berasmiskin) pun tak mampu. (abimantrono anwar/psm/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!