Rabu, 6 Jumadil Awwal 1446 H / 29 April 2015 05:44 wib
10.601 views
Apakah Presiden Jokowi Akan Menjadi Soekarno?
JAKARTA (voa-islam.com) - Geger pernyataan Jokowi. Di mana Jokowi seperti ingin menjadi Soekarno, dan berani mengatakan kepada Barat : 'GO TO HELL WITH YOUR AID'. Jokowi ingin menendang IMF, World Bank, ADB, PBB dan lembaga multilateral lainnya. Benarkah? Jokowi dan orang-orang sekelilingnya berani membuat langkah baru yang tidak lazim?
Jokowi ingin merubah hubungan negara-negara Selatan (Dunia Ketiga) dengan negara maju industri (Barat), meninggalkan ketergantungan dan utang. Menjadi lebih mandiri secara ekonomi dan politik? Tapi, apakah Jokowi mengerti esensi dan implikasi dari pidatonya?
Karena, jika benar-benar Jokowi mengerti apa yang diucapkan atau dipidatokannya, dan ingin menendang lembaga-lembaga multilateral, seperti IMF, World Bank, dan PBB, maka Jokowi merupakan pemimpin kedua, sesudah Soekarno, yang berani melakukan konfrontasi secara langsung terhadap Barat.
Indonesia dibawah Jokowi bisa menjadi pelopor bagi negara-negara Selatan (Dunia Ketiga), melepaskan diri dari ketergantungan kepada Barat, dan melakukan tranformasi kebijakan politik luar negeri Indonesia, yang selama ini sangat dependen (tergantung) kepada Barat. Ini menjadi sebuah teka-teki?
Mungkin orang-orang di sekeliling Jokowi ingin beretorika dan membangun kembali romantisme, keluar dari stigma lama, yang mencitrakan lebih progresif, dan mengimplementasikan kebijakan luar negeri yang agresif, anti penjajahan, dan ketergantungan kepada Barat? Dengan mengambil momentum saat berkumpulnya para pemimpin Asia-Afrika di Jakarta.
Mungkin juga para perancang strategi politik Jokowi ingin mengubah 'patron' Indonesia yang selama ini kepada Barat, kemudian digeser kepada Cina. Secara global kekuatan Amerika sudah digeser oleh Cina, secara ekonomi, politik, dan militer. Inilah pertanyaan yang sangat mendasar. Para perancang dan pengambil kebijakan di sekeliling Jokowi, kemungkinan orang-orang yang bisa disebut 'Cina Connection alias 'Cina minded'.
Namun, akibat pernyataan Jokowi itu sudah menimbulkan kritik dari mantan Preesiden SBY. Pernyataan Presiden Jokowi soal utang kepada IMF, dinilai 'asbun', karena tidak didukung dengan fakta.
Di mana Presiden Jokowi dalam sambutan pembukaan peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) pekan lalu mengungkapkan pendapatnya soal lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB) dan World Bank (Bank Dunia).
"Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh World Bank, IMF dan ADB adalah pandangan yang usang dan perlu dibuang," kata Jokowi, Selasa (21/4/2015).
Jokowi juga menegaskan harus adanya reformasi struktural keuangan global untuk menghilangkan dominasi kelompok negara Barat atas negara-negara miskin. Menurut Jokowi, saat ini dunia membutuhkan pimpinan global yang kolektif yang dijalankan secara adil dan bertanggungjawab.
Pernyataan Jokowi itu belakangan ditambah dengan pernyataannya di sebuah harian di ibukota tentang posisi Indonesia yang masih memiliki utang di IMF. Dari pernyataan itulah yang membuat mantan Presiden SBY berbicara, meluruskan pernyataan Jokowi.
Melalui akun Twitternya @SBYudhoyono, Selasa (28/4/2015) siang. SBY mengklarifikasi sejumlah hal terkait dengan posisi Indonesia dengan IMF. Menurut dia, pernyataan Jokowi salah. Menurut dia, pada 2006 Indonesia sudah melunasi utang.
"Saya harus mengatakan bahwa seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada 2006 yang lalu. Keseluruhan utang Indonesia terhadap IMF adalah US$9,1 miliar, jika dengan nilai tukar sekarang setara Rp117 triliun, dan pembayaran terakhirnya kita lunasi pada 2006, atau 4 tahun lebih cepat dari jadwal," tulis SBY dalam akun twitter yang telah memiliki 7 juta pengikut itu.
Menurut SBY ada tiga alasan mengapa saat itu membuat keputusan mempercepat pelunasan utang kepada IMF. Pertama, menurut SBY ekonomi RI sudah tumbuh relatif tinggi, sektor riil bergerak, fiskal aman dan cadangan devisa cukup kuat.
Kedua, imbuh SBY, dengan melunasi utang ke IMF, RI tidak lagi didikte dalam pengelolaan ekonomi termasuk penyusunan APBN. "Ketiga, rakyat Indonesia tidak lagi dipermalukan dan merasa terhina karena kita tidak lagi menjadi pasien IMF. Bebas dari trauma masa lalu," tambah SBY.
Jika pernyataan Jokowi tidak dikoreksi, menurut SBY bisa saja rakyat menuding dirinya yang berbohong. Bagi SBY, kebenaran merupakan hal yang mutlak. "Jika pernyataan Presiden Jokowi tersebut tidak saya koreksi, rakyat bisa menuduh saya yang berbohong. Kebenaran bagi saya mutlak," tegas SBY.
Merespons kicauan SBY di linimasa, pihak Istana melalui Menteri Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto mengatakan Indonesia tercatat masih memiliki utang kepada IMF pada 2009 sebesar 3,093 miliar. "Data dari statistik utang luar negeri Indonesia, ya ada ADB, IMF tahun 2009 muncul US$ 3,093 miliar," jelas Andi.
Kendati demikian Andi tidak menampik penryataan SBY yang menyebutkan pada 2006 RI telah melunasi utang ke IMF. "Di 2006 memang kita tidak memiliki utang dengan IMF tapi muncul lagi pada 2009," tegas putera kandung Theo Syafii ini.
Saling berbantah antara SBY dan Jokowi sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, melalui media sosial, SBY dan Jokowi juga saling sindir. Meski belakangan, pihak Istana tidak mengakui akun atas nama Jokowi tersebut dikelola oleh pihak Jokowi.
Kala itu SBY melalui akun twitternya menulis soal kepemimpinan yang potensial menjadi diktator bila setiap perkataan dan tindakannya selalu dibenarkan. "Petik pelajaran di dunia. Pemimpin yang selalu dibenarkan apapun perkataan & tindakannya, tak disadari bisa menjadi diktator atau tiran," demikian tulis SBY 28 November 2014 lalu.
Kemudian, hubungan antara Jokowi-SBY kembali menghangat saat Sekjen DPP Partai Demokrat Edhie Baskoro yang tak lain anak bungsu SBY menyampaikan dalam rapat konsultasi antara DPR dan Presiden agar Partai Demokrat tidak di-Golkar-kan dalam Kongres III yang akan berlangsung pada 8-11 Mei 2015 mendatang di Surabaya.
Bangsa akan melihat konsisten atau tidak ucapan Jokowi terhadap IMF, World Bank, dan PBB? Apakah Jokowi akan menjadi Soekarno yang berani menegaskan sikapnya dengan mengatakan : 'GO TO HELL WITH YOUR AID'? Atau mungkin Jokowi hanya sekadar beretorika, dan ingin mengganti 'BOS' dari Washington ke Beijing (Peking)? Wallahu'alam. mashadi/dtta.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!