Sabtu, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 29 September 2012 19:02 wib
9.427 views
Genderang Perang Antara Partai Politik Ditabuh
Jakarta (voa-islam.com) Entah apa sebab-musababnya Sekretaris Kabinet Dipo Alam, merilis tentang jumlah pejabat yang berasal dari kader partai-partai politik yang terlibat korupsi. Dengan dirilisnya kader partai-parti politik itu, maka akan nampak dengan telanjang, siapa sejatinya yang menjadi juara korupsi di Indonesia?
Memang, Partai Demokrat babak belur, terus-menerus dihantam oleh media, akibat para kadernya melakukan tindak pidana korupsi. Kader Partai Demokrat yang menjadi sorotan media massa, justeru para dedengkot atau tokoh puncaknya, dan mereka terlibat korupsi atau tersangka korupsi. Terakhir, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Siti Hartati Murdaya, yang baru saja dimasukkan bui oleh KPK, karena suap.
Tetapi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, menjungkirkan berita di berbagai berita yang begitu gegap gempita menghantam Partai Demokrat, dan kenyataannya justeru yang menjadi juara utama korupsi adalah Partai Golkar, yang merupakan produk Orde Baru alias Soeharto.
Sepanjang Oktober 2012, ada 176 permohonan izin pemeriksaan kepada daerah yang diajukan penegak hukum kepada Presiden. Dari pejabat yang dimintakan itu terbanyak kader Golkar.
Menurut rilis yang dikeluarkan Dipo Alam itu, jumlah pejabat yang kader Golkar itu sebanyak 64 orang (36,36 persen). Sebanyak 32 korang (18,18 persen) dari PDIP, dan 20 orang (11,36 persen) dari Partai Demokrat. Selebihnya, 17 orang (9,65 persen), dari PPP 9 orang (5,11 persen), dari PKB 7 orang (3,97 persen), dari PAN 4 orang (2,27 persen), dari PKS dan lainnya masing-masing berjumlah 1 orang.
Selanjutnya, menurut Dipo Alam, dari 176 permohonan itu, sejumlah 131 permohonan (74,3 persen) terkait dengan kasus korupsi. Proses pemberian izin dari Presiden itu, melalui mekanisme pemeriksaan oleh tim yang dikoordinasi Sekretariat Kabinet.
Dengan pengumuman Dipo Alam itu, setidaknya membuat gonjang-ganjing dilingkungan para pemimpin partai politik. Terutama tiga partai besar, yang selama ini mempengaruhi kanstalasi politik nasional, dan sangat berdampak terhadap perkembangan politik. Pengumuman Dipo ini pasti akan membuat kisruh diantara barisan koalisi yang sejatinya, sudah tidak memiliki keterikatan yang kuat secara politik satu dengan lainnya.
Menjelang pemilu 2014, sudah mulai nampak dinamika politik, yang semakin membuat keruh suasana politik di negeri ini. Di mana partai-partai saling bermanuver dan saling menjatuhkan dan ingin mendapatkan dukungan luas masyarakat dengan cara-cara yang tidak sehat.
Tentu, kondisi ini akan semakin membuat sengsaranya rakyat. Pemerintah sudah saling sikut-sikutan, dan saling menjegal, serta tidak peduli lagi dengan kondisi rakyat. Konon, para menteri pun, sekarang ini sudah tidak tunduk kepada Presiden, tetapi lebih tunduk kepada pemimpin partai.
Selanjuntnya, Kalau diurut-urut yang menjadi juara korupsi, atau tiga besar dalam juara korupsi, urutan pertama Partai Golkar, disusul PDIP, kemudian Partai Demokrat. Jadi partai-partai besar itu, adalah "bunker" koruptor, yang menggerogoti uang rakyat. Dengan kondisi seperti ini, bagaimana rakyat akan dapat menjadi sejahtera?
Pertarungan ini akan semakin keras menjelang pemilu 2014. Di mana dengan munculnya calon-calon presiden yang akan tampil di 2014, pasti akan menciptakan polarisasi yang sangat keras.
Polarisasi itu, semakin mengkristal menjelang pemilu nanti. Ini akan menciptakan situasi yang sangat tidak kondusif bagi pemerintahan. Masing-masing partai akan menggunakan jurus dan amunisi yang mereka miliki, yang tujuannya menjatuhkan lawan politiknya. Termasuk jurus kasus Century, pasti akan digunakan menggerus partai yang menjadi lawan politiknya.
Apalagi, politik di Indonesia tanpa mengedepankan etika (fatsoen), dan hanya mengedapankan kepentingan, serta menggunakan falsafah : "untuk mencapai tujuan menghalalkan segala cara". Teori Machiavelli itu sekarang semakin pegangan berpolitik para pemimpin partai. Tidak peduli sesuai dengan moral atau tidak.
Sekarang ini, konflik bukan hanya antar partai politik saja. Tetapi, sekarang ini konflik sudah meluas antar lembaga. Seperti kasus antara Polisi dengan KPK. Polisi tetap tidak mau tunduk dengan KPK. Konflik ini akan semakin membuat negara mengalami desintegrasi. Semuanya itu, seperti yang disinyalir bahwa Indonesia akan menuju negara gagal (Failed state).
Memang, demokrasi di tangan para pemimpin partai politik yang tidak matang, dan hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompoknya, maka ujungnya pasti akan mengalami kegagalan, dan menuju kehancuran. Demokrasi diperlukan tokoh-tokoh dan pemimpin yang matang.
Apalagi, Indonesia negara yang sangat luas, dan bukan negara kontinental, tetapi negara kepulauan yang memiliki potensi desintegrasi. Jika terus-menerus konflik antar partai politik, dan memperebutkan kekuasaan semata, maka itu akan mengakhiri Indonesia. Wallahu'alam.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!