Kamis, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 30 Agutus 2012 08:58 wib
13.781 views
Mungkihkah Ibukota DKI Jakarta Menjadi Makau?
Jakarta (voa-islam.com) Dulu mungkin masih berbangga terhadap ibukota DKI Jakarta. Sebagai kota yang religius. Banyak masjid. Banyak Muslim. Mereka beribadah dengan ta'at. Masjid ramai dengan kegiatan. Berbagai kegiatan Islam di gelar. Semua penduduk menikmati dengan kehidupan di Jakarta. Beranak pinak. Mereka mendiami sudut-sudut Jakarta.
Jakarta direbut oleh pasukan Fatahillah dari tangan penjajah kafir, Portugis. Bukan oleh siapa-siapa yang merebut Jakarta dari tangan penjajah. Kemenangan yang mereka capai, karena keyakinan yang mereka memiliki, saat melawan penjajah kafir dari Eropa.
Menantu Sultan Demak, Fatahillah, berhasil membebaskan "Sunda Kelapa", tahun 1527, dari penjajah Portugis, dan memberi nama : Jayakarta, yang artinya kota Islam yang jaya.
Muslim di Jakarta membangun kehidupan. Turun-temurun. Sampai datanglah zaman baru. Di mana orang-orang mendiami Jakarta termasuk orang-orang Cina, yang sekarang ini membangun "enclave" (kantong) sebagai hunian di berbagai sudut Jakarta secara eksklusif.
Perlahan-lahan terjadi perubahan demografis (komposisi penduduk). Misalnya, daerah-daerah Pasar Baru, Pademangan, Kota, Glodok, Ancol, Pluit, Muara Karang, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Barat, dan sepenjang Pantai Utara, sampai Tangerang.
Golongan Muslim sudah tidak lagi sebagai penduduk yang mayoritas. Bergeser. Orang-orang Cina yang mayoritas di wilayah itu. Bersamaan semakin banyaknya berdatangan para imigran Cina yang bermukim di berbagai sudut Jakarta.
Tentu, orang-orang Cina yang datang di Jakarta, pasti mereka membawa budaya, dan kebiasaan-kebiasaan yang sudah mapan, dan menjadi karakter mereka. Mereka membangun dan berada di "enclave" yang eksklusif, dan terus mempertahankan karakter mereka.
Sampai karakter mereka menular dikalangan orang-orang pribumi. Dengan membangun benteng "pecinan", di berbagai sudut di Jakarta, akhirnya mereka berhasil menggilas, kalangan pribumi (Betawi), dan para pribumi tergusur, ke pinggiran kota Jakarta, bahkan lebih jauh lagi.
Kaum pribumi yang miskin, tanpa akses ekonomi dan pendidikan, dan mereka hanya memiliki "surat tanah", maka akhirnya tanah-tanah mereka semuanya berpindah tangan.
Tanah-tanah yang mereka miliki sebagian besar menjadi milik orang-orang cina, dan bentuknya berubah menjadi real estate, apartemen, plaza, mall, kantor, tempat rekreasi. Sekarang menjamur di seluruh sudut ibukota Jakarta. Orang-orang Betawi hanya bisa termangu melihat perubahan itu.
Tentu, sekarang Jakarta menjadi kota "Kosmopolitan". Orang Betawi sudah minoritas. Betawi sudah bukan lagi menjadi kelompok tunggal, yang mendiami Jakarta. Masyarakat sudah sangat beragam. Berbagai suku. Berbagai agama. Meskipun, sampai hari ini penganut Islam masih mayotas di DKI Jakarta. Tetapi, tidak ada jaminan Islam akan tetap ada di Jakarta.
Perlahan-lahan Jakarta berubah. Mungkin suatu ketika akan seperti Makau. Kota di wilayah Cina. Sebuah daratan sempit, yang menjadi pusat segala bentuk kemaksiatan dan kedurhakaan. Assetnya bermilyar dollar dari kegiatan maksiat. Segala bentuk maksiat ada di Makau.
Mungkin Jakarta akan seperti Makau? Sebuah campuran kemewahan, kemakmuran, kejahatan, atau bajingan bercampur. Makau adalah satu-satunya kota di Cina, di mana perjudian adalah legal. Bagi banyak orang, bekas koloni Portugis, Makau telah menjadi Las Vegas dari Timur.
Sekarang apa yang tidak ada di Jakarta? Pelacuran, perjudian, hiburan, dan berbaur dengar narkoba, semuanya sudah menjadi kehidupan sehari-hari. Pusat hiburan itu, berbuar dengan pelacuran, tarian telanjang, judi, dan narkoba, berlangsung sepanjang malam.
Semuanya sudah menjadi industri. Industri pelacuran, industri perjudian, dan industri narkoba. Sering polisi menemukan apartemen mewah, menjadi pabrik narkoba. Siapa pemiiknya? Seperti di berbagai tempat sudut Jakarta.
Siapa pemiliknya? Pasti boleh dibilang sebagian besar para "taoke" cina, yang memang mereka berbisnis di bidang kotor itu.Orang-orang cina mendiami apartemen-apartemen di pinggir-pinggir pantai. Tak pelak kemungkinan berlangsungnya penyelundupan.
Seperti di Amerika Serikat, ada Las Vegas, yang paling terkenal di dunia, sebagai pusat perjudian, dan seorang ekskutif Las Vegas Sand Corp, Sheldon Adelson, yang mengelola bisni perjudian dan hiburan itu, bisa mengumpulkan uang, yang tidak sedikit dari bisnis dari haram itu, mencapai $ 2,5 miliar dollar. Setiap bulannya. Tidak sedikit. Semuanya dari hasil kegiatan yang haram di Makau itu.
Betapa bisnis haram sekarang ini sudah merebak di ibukota Jakarta. Bak jamur di musim hujan. Karena, bisnis bidang ini, sangat menggiurkan. Semua ingin berinvestasi. Karena, begitu cepat perputaran uangnya, dan keuntungannya yang berlipat-lipat. Tak heran.Kegiatan kotor ini amat digemari para pemilik modal, dan mereka berlomba-lomba. Mereka ingin mengubah Jakarta menjadi "Makau" baru di Indonesia.
Perlahan-lahan Jakarta, yang sudah menjadi kosmopolitan, semuanya dihiasi dengan kehidupan malam, yang sangat kotor. Dengan terus berjalan kehidupan malam yang kotor itu, menggerus kehidupan rakyat Jakarta, terutama Muslim, yang sekarang hidup di kota kosmpolitan ini, dan terlihat semakin miskin serta tersisih.
Di Makau kegiatan judi itu, tak dapat dilepaskan dengan pejabat keamanan dan suap. Maka, ketika bisnis perjudian dan hiburan itu booming, pemerintah Cina memilih Yang Saixin, (60 tahun) sebagai penghubung dengan pemerintah Cina.
Konon, Yan Saixin mengaku mempunyai hubungan dekat dengan Wan Jifei, anak seorang wakil perdana menteri, dan Yang Saixin memperkenalkan Adelson dengan anak pejabat itu. Semuanya itu, tujuannya memudahkan usaha bisnis mereka dibidang perjudian dan hiburan.
Melakukan bisnis di China, perusahaan harus memahami istilah Cina kuno "guanxi", dalam arti yang paling dasar, yaitu bermakna koneksi atau hubungan yang membantu orang mendapatkan "sesuatu". Karakter orang cina yang memilih sogok dan suap, faktanya telah mengubah seluruh kehidupan, terutama di Jakarta.
Banyak pejabat yang menyerah dan bertekuk di kaki orang-orang cina, dan membiarkan bisnis kotor itu, hidup dan berkembang di Jakarta, bahkan dilegalisir, menjadi kehidupan yang normal.
Tentu, pemerintah daerah mendapatkan manfaat dari bisnis haram itu, berupa pajak, yang akan memperbesar pundil-pundi PAD (Pendapatan Asli Daerah), selain para pejabat daerah dan pusat yang semakin makmur menikmati dari hasil bisnis kotor itu.
PAD DKI Jakarta yang lebih Rp 50 triliun, sebagian berasal dari bisnis kotor, yang dilegalisir. Seperti yang berlangsung di berbagai tempat sudut di Jakarta.
Tidak ada kegiatan apapun dibidang bisnis orang cina, tanpa "guanxi". Tentu, orang-orang cina itu, pasti tahu di mana "guanxi" itu berakhir dan korupsi di mulai.
Apalagi, bisnis kotor yang menghasilkan uang banyak, pasti akan dimulai dengan "guanxi", dan bagian memuluskan usahanya. Karena itu, tak ada tembok, yang tak dapat ditembus dengan "peluru emas" (disogok). Tak ada pejabat yang tak dapat di sogok dan di suap di republik itu. Contohnya, bagaimana Tati Murdaya Po bisa membuat bertekok seorang bupati di daerah Sulawesi.
Jakarta cepat atau lambat akan menjadi Makau. Apalagi, jika terjadi pergeseran kepemimpinan, nantinya di mana orang-orang cina bukan hanya, menguasai asset ekonomi dan jaringan bisnis, tetapi memegang kekuasaan politik. Muslim hanya akan melihat dengan terbengong, ketika Jakarta sudah menjadi Makau.
Muslim di Jakarta serta penduduknya, yang hanya orientasinya "perut", pasti akan mengabdi dan bertekuk lutut kepada orang-orang cina, yang bisa memberi manfaat secara ekonomi kepada mereka. Mereka akan menjadi kuli-kuli orang-orang cina, sembari menanggalkan aqidah mereka.
Iman dan aqidah sudah menjadi tidak penting lagi. Tentu, bagi rakyat banyak, terutama mereka yang terus tergerus dengan kemiskinan, yang utama adalah : "perut".
Hari-hari mendatang Muslim di Jakarta, melihat begitu hingar bingar Jakarta dengan judi, tarian perut, tarian telanjang, pelacuran, dan segala bentuk kemaksitan, dan terus berlangsung dalam kehidupan. Tanpa jeda.
Sementara itu, mereka yang menolak akan dicap sebagai "ekstrimis" atau "fundamentalis". Para "taoke", yang menguasai bisnis kotor itu, pasti sudah menyiapkan jurus yang jitu, menghadapi kalangan yang tidak suka.
Sampai-sampai ada seorang tokoh partai Islam, yang secara terang-terangan menolak, membuat peraturan yang melarang judi, pelacuran, dan kegiatan maksiat lainnya di Jakarta.
Kegiatan kotor itu akan terus berlangsung selama-lamanya, karena sudah tidak ada lagi yang menolak. Muslim pun mengakui sebagai kegiatan yang legal. Semuanya itu, karena orang-orang cina menggunakan jurus "guanxi". Wallahu'alam.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!