Senin, 15 Jumadil Awwal 1446 H / 6 April 2020 19:52 wib
5.249 views
Mengubur Dalam-dalam Ide Feminisme
Oleh:
Yuni Auliana Putri, S.Si
Praktisi Pendidikan di Malang
BULAN Maret hingga April ini memang menjadi bulan yang sering digunakan oleh kalangan feminis untuk membahas serta menyerukan ide-ide mereka. Seperti tengah berada di medan peperangan, peluru-peluru ide feminis mereka tembakkan ke segala arah dan lapisan masyarakat. Di bulan Maret dunia internasional mengakui adanya Hari Perempuan Internasional sedangkan di bulan April mereka gunakan momen kelahiran Ibu Kartini yang menurut mereka sebagai pejuang feminis.
Mengapa Ada Feminis?
Gerakan feminisme memang sagat erat kaitannya dengan perubahan sosial yang di terjadi di Eropa. Bangkitnya gerakan perubahan di Eropa juga berkaitan dengan kelahiran Renaissance di Italia yang kemudian memicu masyarakat untuk menuntut pembebasan pemikiran, akal, perilaku dari pemasungan intelektual gereja. Kesadaran inilah yang juga menjadi cikal bakal kaum perempuan bangkit untuk memperjuangkan hak-haknya. Mereka (perempuan di Barat) mengalami penghinaan, diskriminasi, marjinalisasi, pelecehan seksual dari laki-laki baik di keluarga maupun masyarakat dan gereja ketika itu.
Pada tahun 1840 M di Inggris seorang suami memiliki hak untuk mengurung serta menghalangi kebebasannya selama kurun waktu yang tidak terbatas. Pada tahun 1857 M perempuan baru bisa dapat menyimpang penghasilannya dan memiliki hak waris bagi wanita yang bercerai (cari contoh lainnya)
Salah satunya reaksi atas beragamnya ketidakadilan yang dialami oleh perempuan di Eropa yaitu dengan kemunculan tulisan Mary Wollstronecraft di Inggris dalam bukunya yang berjudul “A Vindication of the Right of Women”. Di Amerika gerakan feminisme mulaibangkit kembali pada tahun 1963 M ketika Betty Friedan yang merupakan seorang feminisme Yahudi-Amerika menerbitkan bukunya yang berjudul “The Feminine Mystique”. Pemikiran dia dapat mengejutkan masyarakat dan membawa kesadaran baru bahwa posisi perempuan Amerika selama ini tidak diuntungkan. Prof. Will Durant seorang Penulis, Sejarawan, dan Filsuf Amerika pun menyatakan,
“Di Roma, hanya kaum lelaki saja yang memiliki hak-hak di depan hukum pada masa-masa awal negara Republik. Kaum lelaki saja yang berhak untuk membeli, memiliki atau menjual sesuatu, atau membuat perjanjian bisnis. Bahkan mas kawin istrinya, menjadi miliknya pribadi. Apabila istrinya dituduh melakukan suatu tindak kejahatan, ia sendiri yang berhak menghakiminya. Ia berhak menjatuhkan hukuman bagi istrinya, mulai dari mengutuk sampai menghukum mati bagi tindakan perselingkuhan atau tindak pencurian yang dilakukan istrinya. Terhadap anak-anaknya, kaum lelaki memiliki kekuasaan mutlak untuk menghidupinya, atau membunuhnya, atau menjualnya sebagai budak. Proses kelahiran menjadi suatu perkara yang mendebarkan di Roma. Jika anak yang dilahirkan cacat atau berjenis kelamin perempuan, sang ayah diperbolehkan oleh adat untuk membunuhnya.”
Begitulah latar belakang munculnya ide ini. Pahitnya perlakuan, ganasnya tindakan yang dialami oleh kaum perempuan menghentak kesadaran kaum perempuan untuk bangkit dari keterpurukan yang dialaminya selama ini. Jelas, perlakuan buruk terhadap kaum perempuan ini terjadi pada masa-masa peradaban dunia yang kelam atau “dark age” atau bahkan juga dialami pada Yunani Kuno, Romawi Kuno, Arab pra-Islam.
Membongkar Strategi Feminis
Sebagai sebuah ide yang telah banyak diemban, baik oleh para pejuangnya di Barat ataupun juga di negeri ini, maka merekapun dengan massif menyebarkannya melalui berbagai strategi, diantaranya yaitu :
1. Menyelipkan nilai-nilai feminisme ke dalam ajaran Islam
Dengan membawa semangat kesetaraan berbalut nilai Islam mereka berusaha menarik simpati kaum muslimah dan menyerukan bahwa “feminisme tidak bertentangan dengan Islam” atau “Islam dan feminisme memiliki semangat yang sama” sehingga beberapa kalangan menyebutnya dengan “Feminisme Islam”. Salah satu cara untuk mematahkan slogan-slogan tersebut dapat menggunakan analogi misalnya, “Manusia memiliki tangan, monyet pun memiliki tangan. Jika keduanya sama-sama memiliki tangan, apakah manusia dapat disamakan dengan monyet?”. Feminisme mengajarkan persamaan derajat, Islam pun demikian. Lantas, apakah Islam dapat disamakan dengan feminisme?. Penyampaian ini juga harus tetap dikuatkan dengan memaparkan konsep yang batil dari paham feminis ini.
2. Reinterpretasi dan dekontruksi terhadap penafsiran Al-Qur’an
Bukan hanya menyelipkan semangat feminisme dengan semangat Islam, mereka bahkan menuntut reinterpretasi dan dekontruksi terhadap penafsiran Al-Qur’an. Mereka mengganggap penafsiran selama ini tidak adil bagi perempuan, ketinggalan zaman dan tidak cocok dengan tuntutan dunia modern. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Aminah Wadud yang menyeru perempuan untuk membaca Al-Qur’an dengan cara baru dari perspektif feminin dengan dalih membela hak-hak perempuan. Tidakan tidak masuk akal yang dilakukannya dengan menjadi Imam Sholat untuk ma’mum laki-laki dan perempuan di Amerika. Tidak hanya itu, dengan membawa statement “Islam tidak bertentangan” dengan kebebasan berpikir dan tidak mengharamkan ide maka tidak memaksa perempuan untuk menggunakan hijab.
Tidak cukup sampai disitu saja, mereka pun berusaha mengajukan penafsiran baru mengenai kebolehan perempuan menjadi pemimpin negara. Dengan dalih “Penafsiran Al-Qur’an memerlukan penyesuain dengan kondisi zaman” mereka mengganggap aturan yang melarang perempuan menjadi kepala negara hanya cocok di zaman Rasulullah saja sedangkan saat ini sudah tidak cocok lagi. Contoh lainnya, digunakan ayat “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertakwa.” (TQS. Al-Hujurat ayat 13). Mereka menafsirkan mengenai ayat tersebut bahwa ayat itu menjadi bukti Al-Qur’an mendukung kesetaraan, maka laki-laki dan perempuan berhak mendapat porsi warisan yang sama. Penafsiran ini juga digunakan untuk kesetaraan hak kesaksian, hak kepemimpinan dan hak talak. Na’udzubillah.
Munculnya tokoh-tokoh kontroversional ini justru dari kalangan umat islam itu sendiri, misalnya juga seperti Adnan Oktar atau yang dikenal dengan Harun yahya yang turun menyuarakan paham feminisme dengan membawa nilai islam. Mereka terang-terangan membela dan bahkan turut menyuarakan ide-ide kaum feminis. Kondisi ini mengingatkan kita akan taktik yang juga dilakukan oleh Mustafa Kemal At-Tatruk yang menjadi musuh dalam tubuh kaum muslimin itu sendiri. Mereka memiliki pola yang sama meski dengan aktor yang berbeda.
3. Pembuatan Undang-Undang
Strategi ketiga ini yang membuat nila-nilai feminisme makin kokoh. Tatkala pemikiran mereka tertuang dalam sebuah Undang-Undang maka semua lapisan masyarakat mau tidak mau harus mengikuti nilai-nilai ini. Taktik yang biasanya dilakkukan adalah dengan menarik simpati banyak pihak bahwa mereka sedang membela kaum perempuan. Bermain dengan diksi “perempuan menjadi korban”, “adanya kekerasan seksual”, “kebebasan berekspresi wanita” dsb. Misalnya seperti yang disampaikan oleh salah satu aktifis Women Crisis Center Jember “adanya data korban kekerasan seksual yang meningkat dari tahun 2001-20019 Yang melatarbelakangi diajukkannya RUU P-KS, sehingga ketika RUU tersebut masuk prolegnas, menjadi angin segar bagi kaum perempuan.”
Mengubur Ide Feminisme
Sungguh sangat jelas bahwa ide ini merupakan ide yang batil. Ide yang menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan tak dapat diterima. Ide ini berdampak buruk dan bahkan menyebabkan perempuan tidak menerima fitrahnya. Bahkan, mereka enggan untuk berkeluarga dan lebih memilih untuk menjadi wanita karir. Mereka pun lebih menyukai berhubungan bebas tanpa adanya ikatan pernikahan, karena mereka mengganggap memiliki keluarga dan anak bisa memasung kebebasan mereka dan aktualisasi dirinya. Hal ini jelas sangat berbahaya. Ide ini justru dapat merusak tatanan masyarakat, seks bebas, HIV/AIDS dan juga kehancuran keluarga. Inilah alasan pertama kita harus mengubur ide ini.
Kesetaraan yang diusung oleh feminisme berawal dari konsep patriarki yang mereka tentang. Mereka pun mengganggap bahwa budaya patriarki yang berasal dari agama inilah yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Padahal kesimpulan ini sangat menunjukkan kebencian terhadap syariat. Ketika kita mau menelisik dengan saksama, kapitalisme telah menjadikan perempuan sebagai faktor produksi yang melanggengkan ekonomi. Mereka bahkan digaji murah dan berjabatan rendah. Kebebasan berprilaku juga semakin menyuburkan adanya industri pornografi yang jelas-jelas mengeksploitasi perempuan dan tidak memuliakan perempuan. Inilah menjadi alasan kedua kita wajib mengubur ide feminisme.
Feminisme justru menumbuhkan masalah baru. Ide pemberdayaan perempuan untuk membangun ekonomi keluarga dan bangsa justru menjadika para perempuan mengerjakan dua peran, pengasuhan dan pencari nafkah. Dampaknya, para perempuan menjadi mudah stress bahkan depresi. Lebih jauh lagi, peran mulia seorang perempuan menjadi ibu telah direnggut.
Islam Solusi Tuntas
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu" (Q.S Al-Maidah ayat 3). Dari ayat ini, Allah SWT telah memberikan jaminan, stempel bahwa diin ini satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur kehidupan manusia. Allah SWT Pencipta kita, Allah SWT yang memberikan seperangkat syariat kepada kita agar manusia dalam hidupnya sesuai denngan apa yang Allah gariskan yaitu beribadah kepada-Nya. Maka, tidak boleh ada pemahaman "enak ya jadi laki-laki tdk melahirkan" ataupu sebaliknya "enak ya jadi perempuan gak wajib kerja".
Kita tidak boleh memiliki fikiran demikian sebagai seorang yang mengimani Allah SWT sebagai Pencipta kita. Baik laki-laki maupun perempuan, semua punya keutamaannya. Seharusnya, kita terus berpegang pada firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13).
Islam memberikan amanah mulia kepada perempuan sebagai al umm warabatul bayt. Hal ini tidak boleh disepelekan, karena di tangan kaum perempuanlah kualitas generasi ditentukan. Tatkala tugas dan kewajibannya sebagai Ibu dan pengatur umah tangga diabaikan, maka generasi tak akan terdidik dan terurus dengan baik. Selain itu, Islam tak pernah memberikan pengekangan dalam perkara –perkara umum dan menjadi kewajiban baik laki-laki maupun perempuan. Misalnya, menuntut ilmu, mengajar, bekerja dan sebagainya. Islam pun membolehkan setiap Muslimah bekerja dalam keahliannya semisal, menjadi guru, dokter, perawat, dosen dan sebagainya. Tentu dengan tidak melalaikan kewajiban utamanya.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!