Selasa, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 1 Mei 2018 06:26 wib
7.668 views
Ibu, Hadirlah Dalam Tumbuh Kembang Si Buah Hati
Oleh: Eva Priyawati, S.Pd (Seorang Ibu dan Praktisi Pendidikan)
Dulu, saya mengira hal yang wajar ketika menitipkan anak pada neneknya sementara ibu bekerja atau melanjutkan kuliah lagi di luar kota. Nenek adalah ibu yang melahirkan kita.
Dia sangat menyayangi dan memahami kita, maka tidak perlu diragukan lagi nenek akan telaten merawat cucunya jika dititipi. Atau menjadi hal yang sah-sah saja untuk menitipkan anak pada seorang baby sitter, sementara ibu bekerja atau beraktifitas di luar.
Dulu, itulah yang saya pahami dan itulah pemahaman yang mendominasi masyarakat saat ini. Pemahaman bahwa ibu juga berhak mewujudkan mimpi dan mengaplikasikan ilmu, tetap eksis di masyarakat tanpa harus direpotkan oleh urusan anak. Atau keterpaksaan ibu yang harus bekerja ke luar rumah karena tuntutan kebutuhan.
Hidup di alam kapitalis membuat ibu mesti meninggalkan rumah dan anak-anaknya untuk bekerja, jika ingin bertahan hidup. Maka nenek dan baby sitter adalah pilihan lumrah. Lalu akhirnya bersembunyi di balik kata 'terpaksa', yang penting anak kita ada yang menjaga.
Sampai saya mengkaji Islam dan akhirnya memahami betapa peran ibu tak terganti. Islam memberi kemuliaan pada perempuan sebagai ibu pendidik generasi dan pengatur rumah tangga. Menjadi kewajiban bagi perempuan untuk mendidik dan merawat anak-anaknya, menata rumah agar nyaman ditinggali.
Kodrat Perempuan Sebagai Ibu
Dalam hadist, Rasulullah menyatakan agar laki-laki mencari wanita yang subur untuk diperistri dan meninggalkan wanita yang tidak subur. Dari Anas bahwa Nabi SAW. memerintahkan untuk menikah dan melarang untuk membujang dengan larangan yang keras dengan bersabda, "Nikahlah kalian dengan wanita yang penyayang dan subur, sesunguhnya aku bangga dengan banyaknya anak-anak kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat." (HR. Ahmad)
Maka dari sini bisa dipahami, bahwa tujuan menikah adalah untuk melanjutkan keturunan. Tugas perempuan setelah menikah adalah menjadi ibu. Ibulah yang menjadi tempat ternyaman bagi anak dalam menjalani masa kecilnya yang ringkih. Ibu pula yang akan menjadi tempat anak bertanya dan mencari solusi di masa kehidupan kanak-kanaknya yang penuh petualangan. Lalu di masa pra baligh dan baligh, ibu akan menjadi sahabat yang menyenangkan untuk berbagi. Jika ibu absen dari sekitar mereka, diakui atau tidak akan ada yang timpang pada tumbuh kembang mereka.
Karena dengan kasih sayangnya ibu akan menanamkan nilai-nilai tauhid dan ketaatan pada Allah terhadap anak-anaknya. Memberi keteladanan bagi anak untuk membentuk karakter generasi Rabbani. Sungguh peran yang tak terganti oleh neneknya atau oleh baby sitter terlatih sekalipun.
Maka berbahagialah kaum perempuan, Islam mengistimewakan mereka dengan peranannya. Cukuplah nasihat Rasulullah pada Fatimah, putrinya, menjadi kabar gembira untuk kaum perempuan.
“Wahai Fathimah, wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan setiap biji gandum, melebur kejelekan dan meningkatkan derajat wanita itu.
"Wahai Fathimah, tiadalah seorang wanita yang meminyaki rambut kepala anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencucikan pakaiannya, melainkan Allah pasti menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan memberikan pakaian seribu orang yang telanjang.”
Secara fitrah tempatnya perempuan adalah di rumah sebagai ibu. Sayangnya degradasi nilai-nilai Islam dan dominasi nilai-nilai liberal mengoyak semuanya. Bekerja dan menuntut ilmu yang hukumnya mubah mengalahkan wajibnya ibu mendidik Anak. Anak tidak lagi mendapat perhatian karena ibu sibuk di luar.
Sebagai dampaknya Anak kehilangan keteladanan. Kedekatan yang sejatinya dibangun sejak bayi dan balita tidak terwujud, anak lebih dekat pada nenek atau pengasuhnya. Sehingga saat anak beranjak remaja, dia lebih mempercayai orang lain atau teman sebaya sebagai tempat berbagi. Kondisi seperti ini rentan bagi anak-anak terpengaruh lingkungan yang rusak. Selamat datang bagi narkoba dan pergaulan bebas saat di rumahnya anak tidak menemukan solusi dari permasalahannya.
Tentu saja kondisi tersebut bertentangan dengan fitrah perempuan, yang dengan kasih sayangnya anggota keluarga akan merasa tentram.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (TQS. Ar-Rum: 21)
Bisa dibayangkan rumah akan kehilangan sosok yang menentramkan saat ibu keluar rumah. Mengabaikan kewajibannya demi mengejar yang mubah. Peran sebagai ibu adalah yang semestinya dipilih menurut skala prioritas atau aulawiyat yang harus diambil.
Ibu Bekerja Dalam Kaca Mata Islam
Bekerja atau menuntut ilmu bagi perempuan adalah mubah asalkan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai ibu. Islam membuka peluang seluas-luasnya untuk kaum perempuan berkarya di sektor publik. Dengan tanpa melanggar aturan syara' bagi perempuan di luar rumah. Diantaranya, harus menutup aurat, tidak tabaruj dan kholwat, dan menjauhi ikhtilat tanpa kepentingan.
Akan tetapi saat bekerja atau menuntut ilmu itu mengharuskan ibu untuk meninggalkan anak-anaknya dan atau membuat ibu tidak bisa sepenuhnya menjalankan kewajibannya, maka pada kondisi demikian hukum syara' mengharuskan ibu tetap berada di rumah. Kerja yang mubah harus mengalah pada anak-anak yang wajib diurusi. Islam telah membagi peran bagi ayah dan ibu. Ayah wajib keluar rumah mencari nafkah, sedang ibu berada di rumah. Dapur, sumur, kasur yang selama ini dicela senyatanya adalah kemuliaan. Darinya pintu-pintu surga terbuka bagi kaum perempuan.
Duhai ibu, kesempatanmu membersamai si buah hati hanya sekejap mata. Di usianya yang belasan, kita harus melepasnya menuntut ilmu di pondok atau kuliah di luar kota. Usai menuntut ilmu, mereka akan jadi manusia utuh dengan menikah dan memiliki anak. Saat itu tiba, tidak ada lagi sosok yang butuh buaianmu, mendengar cerita-ceritamu, atau berkeluh kesah padamu. Saat itu tiba, maka karakternya dalam menghadapi tantangan hidup yang sesungguhnya, ditentukan oleh didikan ibu dulu. Hadir atau tidaknya ibu saat masa kanak-kanaknya akan menentukan kehidupan dewasanya.
Duhai ibu, lelahmu berkompensasi pahala. Eksistensimu semakin cemerlang bagi penduduk langit. Memang bukan karir dan materi, tapi anak-anak sholih dan sholihah adalah hadiah terindah dari Allah. Lantunan do'a mereka akan jadi penerang di alam kubur nanti.
Maka, Ibu, hadirlah dalam tumbuh kembang si buah hati. Hadhonah adalah kewajiban ibu. Sentuhan tangan ibu akan menentukan dalam pendidikan karakternya. Generasi emas umat lahir dari ibu-ibu yang bertakwa, yang lebih memilih kemuliaan yang Islam tawarkan. Bangga menjadi seorang ibu. Wallahu a'lam bi ash-showab. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!