Jum'at, 24 Jumadil Awwal 1446 H / 25 Agutus 2017 19:48 wib
12.651 views
Berkhimar Rebah Akupun Terasingkan (Seni Menikmati Hijrah)
Sahabat Muslimah VOA-Islam yang Shalihah...
Saya menulis ini agar orang tahu. Betapa nikmatnya hijrah yang saya alami detik ini. Dalam hati terbesit luka, jujur sakit sekali. Saya menuliskan ini hanya karena ingin orang tahu, bahwa sejarah saya dulu lebih pahit dari apa yang dibayangkan. Semoga apa yang akan saya tulis ini bisa membawa kita Hijrah ke sesungguh nya Hijrah.
Jujur, saya bingung mulai dari mana. Malam ini, deraian air mata mulai menetas di pipi. Entahlah, jika saya mengingat masa itu. Masa dimana sosok diri penulis hanya sebagai daun kering yang bodoh dan tak mengerti apa-apa. Jika membahas Agama, sungguh malu. Mengaku diri sebagai Ummat Islam. Namun, masih banyak yang belum saya patuhi akan aturannya.
Salah satunya adalah “Hijab” dulu saya belum Istiqamah dalam memakai jilbab. Ketidak Istiqamahan tersebut ada beberapa hal karena memang keluarga dan lingkungan bukan berasal orang yang agamis yang paham betul terkait makna penting nya menutupi Aurat perempuan.
Saat saya duduk di bangku SMP di sekolah masih menggunakan kerudung, Alhamdulillah. Namun, itu hanya berlangsung di sekolah saja. Setelahnya saya tidak memakai kerudung. Dulu, sempet mikir ngapain ya sekolah ke aliyah kalau kelakuan masih kaya gini. Alhamdulillah, hidayah itu datang dari mana saja. Entah, ada angin apa orang tua dan keluarga saya sepakat untuk memasukan saya ke sekolah berbasis pesantren. Sebut saja sekolahnya Yayasan Pondok Pesantren Al-Qudsiyyah. Jujur, saya tidak mau masuk sekolah pesantren tersebut. Bukan hanya gengsi, tapi jelas itu bukan passion saya masuk aliyah. Namun, entahlah. Karena keterbatasan biaya ekonomi keluarga juga, saya tidak dapat masuk sekolah negeri. Dari sinilah, saya ciptakan sejarah dan pelajaran yang tak akan saya lupakan sampai saat ini.
Dari sekolah ini, saya merasa telah menemukan jati diri saya. Islam saya yang sesungguhnya. Jujur, saya termasuk orang yang masih kurang paham dengan Islam. Namun, mulai dari sini lah. Saya diajarkan ilmu-ilmu agama Islam secara komprehensif. Mulai dari hal ibadah, hijab sampai muamalah. Dari sini lah, saya mulai belajar. Bahwa perempuan sholihah itu harus berjilbab! Memakai jilbab yang sesuai dengan syariah.
Awal masuk sekolah ini, saya serius belum memakai pakaian yang seharus nya diterapkan oleh pihak sekolah. Mulai dari kerudung masih transparan, pendek dll. Rok yang masih ngatung, jarang pake kaos kaki. Pokonya, tidak mencerminkan seorang Akhwat dah. Kurang lebih selama setahun, saya sering berkelakuan kurang baik di sekolah. Sudah diperingati untuk taat terhadap aturan, namun tetap saja. Saya belum bisa untuk hijrah sepenuhnya waktu itu.
Namun, pada suatu waktu. Saat pemilihan ketua OSIS. Alhamdulillah, saya terpilih sebagai Sekertaris Umum nya. kemudian pada waktu yang sama, disana saya mulai berpikir panjang dan berpikir keras. Bahwa. Ya! Saya harus berubah! Saya harus Hijrah! Karena menurut saya masuk Organisasi waktu adalah perjuangan terbesar selama sekolah. Karena kita dituntut untuk menjadi seorang qiyadah untuk adik-adik nya. kita memberikan contoh yang baik terhadap adik-adik nya.
Kurang lebih bada shubuh pukul 05.00 WIB, saya melihat kerudung putih yang tebalnya luar biasa. Karena memang sudah didoble dua jilbab. Saya belum pernah merasakan memakainya. Padahal kerudung itu pemberian dari Ibu saya untuk memakainya. Namun, karena ego dan keras kepala saya tidak pernah memakainya. Melihatnya pun tidak. Namun, entahlah. Malam itu, saya bongkar lemari.
Saya melihat dua helai kerudung yang di sudah didouble tersebut, dibawah lemari yang diatasnya bertumpuk-tumpuk baju. Kemudian saya keluarkan kerudung tersebut. Teeeng bada shubuh saya iseng-iseng mencoba memakainya. Namun, alhasil. Sudah satu jam lamanya. Saya pun belum beres memakainya. Karena beberapa kendala, saya tidak paham cara memakainya. Dan yang paling penting saya tidak pede untuk memakainya ke sekolahnya.
Tepat pukul 07.00 WIB, Waktu itu terdengar si wahyu adik kelas saya waktu, setiap pagi saya jalan kaki dengannya dan kawan lainnya. Sepanjang jalan, semua orang melihat saya dengan aneh. Itu anak siapa ? itu siapa ? namun, perlahan lahan. Sampailah saya disekolah. Semua orang terlihat pangling dan tidak mengenali saya. dengan pakaiandan jilbab yang saya kenakan. Sungguh! Tidak seperti biasanya. Itukah reni ? sambutan hangat dari guru tercinta pun bertebaran. Bahkan sebuah apresiasi mengbanggakan bagi saya sendiri. Saat mendengar ucapan “Ma Syaa Allah.. ini reni. Semoga Istiqamah” ujar Ustadzah disekolah kepadaku. YA! Intinya adalah Istiqamah.
Hari ini saya memulai episode baru. Dimana saya mulai merubah penampilan sederhana saya dari seperti biasanya. Saya memakai jilbab syar’I yang seharusnya saya gunakan dari dulu. Alhamdulillah.. banyak sekali kenikmatan dihari itu yang saya rasakan. Saya begitu menikmati hijrah ini. Saya begitu menikmati proses ini. Namun, seperti yang khalayak tahu. Yang namanya hijrah itu memang tidak mudah. Banyak sekali rintangan saat itu.
Salah satu faktor terberat saat itu adalah saat keluarga sendiri yang kurang mendukung. Keluarga yang berlatar belakang minim akan pendidikan. Namun, pada saat itu entah mengapa saat tetap nekad untuk memakai jilbab lebar ini. Awalnya keluarga menyambut baik. Namun setelah lama-kelamaan merasa risih dengan apa yang saya pakai. Pakai kaos kaki, rok, jilbab lebar, baju lebar dll. Sempat mungkin mereka berpikir. “Agama apa kamu ini?” dari sana. Allah.. sungguh menyayat hati. Sangat.
Saat diri ingin berubah menjadi lebih baik lagi godaan terbesar adalah keluarga. Saat itu saya sempat terasingkan dilingkungan sekitar. Bahkan mereka menganggap saya aneh. Bahkan sangat aneh. Terlebih waktu itu ada kejadian, seorang akhwat yang meninggal dunia karena naik motor gara gara memakai jilbab panjang yang terlilit ke rante motor. Ditambahlah, keburukan image jilbab lebar ini di lingkungan tempat saya tinggal. Semakin ekstrimnya perempuan yang memakai jilbab tersebut. Bahkan suatu ketika ada yang memberikan solusi kepada saya “Udahlah ren, pake jilbab pake jilbab saja. Yang biasa aja. Gausah aneh aneh” Tersedaklah hati ini Allah..
Saat itu saya hanya mampu berkata “Saya hanya Ingin taat. Saya bosan dengan dunia sebelumnya. Saya ingin hijrah”
Seiring berjalannya waktu saya pun mampu mempertahankan keistiqamahan saya dalam berjilbab lebar. Saya buktikan bahwa ini adalah bentuk ketaatan kita terhadap sang khalik khususnya perempuan untuk menutupi Auratnya. Pertama, dengan berjilbab yang sesuai dengan syar’I adalah salah satu bentuk ketaatan kita pada sang khalik. Kedua, dengan berjilbab syari’ kita mampu menjaga pandangan kita terhadap lawan jenis. Sedikit pengalaman waktu itu saat saya masih memakai kerudung yang biasa sebut saja transparan.
Mata gombal para lelaki itu mulai menggoda-goda dengan sebutan apalah bahkan berani colak colek. Namun, tahukah saya saat berjalan melewati para lelaki itu. Saat perubahan yang ada pada diri saya. saya memakai jilbab syar’i. mereka menyapa dengan sebutan “Assalamualaikum Ustadzah” apakah mereka berani menggangu? Tidak. Itulah makanya saya menikmati dan saya merasakan bahwa berkhimar rebah adalah salah satu bentuk perlindungan kita terhadap kejahatan.
Untuk mempertahankan dan tetap Istiqamah tentunya memang tidak mudah. Namun, jika punya kyakinan yang kuat. Kita punya iman yang kuat. Insyaallah Allah pun akan menguatkan. Buktinyata. Saat ini, keluarga saya sangat bangga akan penampilan saya. karena apa. Karena saya pelan-pelan mendakwahi nya bahwa. Mah, pa, inilah yang Islam ajarkan kepada saya. Allah. Semoga saya beserta keluarga tetap Istiqamag di Jalan-Mu. [syahid/voa-islam.com]
Penulis: Reni Marlina
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!