Sabtu, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 6 Februari 2016 16:35 wib
9.554 views
Efektifkah Mengajarkan Materi per Materi Kepada Anak?
Sahabat VOA-Islam yang Shalih dan Shalihah...
Banyak cara yang berkembang saat ini guna membentuk generasi Islam yang cemerlang. Akan tetapi, dari banyak teori tadi sebaiknya ambillah yang sesuai dengan cara para ulama salaf.
Berikut ini kami hadirkan catatan menarik dari Direktur Mahad Aly Darul Wahyain di Magetan dan juga Owner Penerbit Buku Islam Al-Qowam Ustadz Hawin Murtadho. Selamat Membaca.
***
Saya tertarik untuk membuat catatan ini saat melihat foto dua cucu Dokter Tundjung Soeharso rahimahullah. Keduanya bersama Ayahanda, para asatidz, dan masyaikh sedang dalam acara "Haflatut Takrim wa Khatmil Qur'anil Karim", semacam wisuda setelah menyelesaikan hafalan Al-Qur'an 30 juz.
Meski bukan yang pertama hafal Al-Qur'an di usia sangat belia, namun prestasi cucu pertama dr. Tundjung (10 tahun), putri dari putra beliau Muhammad Hanif, dan cucu kedua beliau (9 tahun), putri Ust. Syihabuddin, Pimpinan Ponpes Isy Karima ini, tetaplah merupakan sesuatu yang langka bagi kita, masyarakat Indonesia.
Bahkan bagi kebanyakan dari kita, hafal Al-Qur'an masih merupakan angan-angan yang mungkin terasa mustahil dicapai.
Dalam sebuah kesempatan bertamu ke rumah Ustadz Syihabuddin Al-Hafizh, beberapa hari sesudah wisuda putri beliau, saya berkesempatan mendengarkan kisah menarik seputar program menghafal Al-Qur'an yang dijalani oleh putri beliau tersebut khususnya, juga program tahfizhul Qur'an di kuttab Isy Karima pada umumnya.
Menurut Ustadz Syihab, putri beliau, sebagaimana santri Kuttab lainnya, setiap hari menjalankan program khusus menghafal Al-Qur'an. Hanya menghafal Al-Qur'an.
"Apakah tidak ada pelajaran lain di Kuttab, Ustadz?" tanya saya.
"Tidak ada," jawab beliau.
Saya mencoba menggali lebih jauh, mengapa beliau "berani" mengambil keputusan seperti itu. Apa alasan beliau hanya mengajarkan Al-Qur'an, tidak dipadu dengan pelajaran-pelajaran lain, baik umum maupun agama, seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah pada umumnya?
Beliau mengutip pendapat seorang ulama yang mengatakan bahwa proses belajar itu ibarat proses melahirkan. Mungkin seseorang bisa mempunyai banyak anak. Namun, pada umumnya, anak-anak itu lahir dari kandungan satu per satu. Lahir anak pertama, lalu kedua, ketiga, dan seterusnya.
Begitulah anak-anak kita belajar. Anak-anak bisa mempelajari banyak ilmu. Namun, untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, ia perlu menuntaskan materi belajarnya itu satu per satu.
Pandangan beliau itu mengingatkan saya pada pandangan dua pakar pendidikan Islam, yaitu Ibnul Arabi Al-Maliki dan Ibnu Khaldun. Ibnul Arabi menekankan pentingnya belajar satu per satu, materi per materi. Beliau bahkan melarang seseorang belajar dua materi pelajaran sekaligus. Adapun pelajaran yang didahulukan adalah bahasa Arab, syair, dan matematika, baru kemudian Al-Qur'an.
Ibnu Khaldun memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Menurutnya, materi pertama yang harus diajarkan adalah Al-Qur'an. Karena, mengarahkan anak untuk menghafal Al-Qur'an di usia dini itu lebih mudah dibandingkan bila pengarahan itu dilakukan setelah ia dewasa.
Ibnu Khaldun juga memandang bahwa bisa saja seseorang belajar dua atau tiga pelajaran dengan baik, jika ia memiliki kecerdasan dan semangat yang tinggi.
Dalam sejarah, kita bisa menemukan metode belajar serupa itu dilakukan oleh Imam Syafi'i. Pertama-tama beliau menghafal Al-Qur'an, hingga mengkhatamkannya di usia 7 tahun. Selanjutnya, beliau memperdalam bahasa dan sastra Arab di lingkungan suku Hudzail, salah satu dari tujuh suku yang dialek bahasanya paling berpengaruh dalam bahasa Arab. Setelah itu, beliau belajar hadits dan fikih kepada Imam Malik, sampai akhirnya menjadi seorang ulama besar yang pengaruhnya sangat luas hingga sekarang.
Lebih jauh, Anda mungkin juga ingat, bagaimana cara belajar para sahabat di awal-awal turunnya wahyu. Ketika itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang para sahabat (kecuali beberapa orang yang beliau izinkan) mencatat apa yang mereka terima dari beliau selain Al-Qur'an. Tujuannya agar Al-Qur'an tidak bercampur dengan lainnya.
Agaknya, ada baiknya kita, selaku orang tua maupun pendidik, mempertimbangkan kembali metode belajar satu per satu, materi per materi ini, sebagaimana pandangan para ulama terdahulu. Mungkin saja, dengan metode tersebut anak anak kita bisa belajar lebih baik, lebih rileks, dan hasilnya juga lebih optimal. Wallahu a'lam. [protonema/voa-islam.com]
Editor: Syahid
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!