Ahad, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 4 Oktober 2015 05:23 wib
15.428 views
Kisah Mualaf Janna, Kristen Ortodoks yang Menemukan Cahaya Islam
Namaku Janna berasal dari Yunani. Aku dibesarkan di lingkungan keluarga yang memegang teguh ajaran Kristen Ortodoks. Mereka berharap aku bisa tumbuh menjadi gadis Ortodoks yang taat. Kekompakan keluarga terjalin dalam semua hal termasuk ketika kami berlibur. 13 tahun yang lalu kami menghabiskan waktu liburan ke negara Emirat Arab.
Saat itu usiaku masih sekitar 12 atau 13 tahun. Minggu pertama liburan kami habiskan untuk jalan-jalan dari satu supermarket ke supermarket yang lain. Aku masih ingat hari itu yaitu hari Jumat ketika ‘sesuatu’ mengubah diriku selamanya. Tiba-tiba saja ‘sesuatu’ itu terdengar yang ternyata bernama azan, panggilan salat bagi umat Islam. Semua seolah berhenti untuk mendengarkan panggilan merdu itu. Orang-orang menghentikan mobilnya, mengambil sajadahnya dan keluar dari mobil untuk salat di pinggir jalan.
...Aku masih ingat hari itu yaitu hari Jumat ketika ‘sesuatu’ mengubah diriku selamanya. Tiba-tiba saja ‘sesuatu’ itu terdengar yang ternyata bernama azan, panggilan salat bagi umat Islam...
Suara azan inilah ‘sesuatu’ yang bersemayam di dalam hatiku seolah tak mau pergi lagi. Sesuatu ini yang membuatku terdorong untuk mengetahui apa makna dari panggilan salat tersebut.
Di usia itu aku adalah sosok remaja yang membenci segala topik berkaitan dengan kematian. Aku memilih menjauh jika ada pembicaraan yang menyinggung tentang kematian. Aku pun tak pernah dan tak ingin menghadiri pemakaman.
Hingga satu ketika aku melihat sendiri pamanku meninggal. Inilah titik balik yang juga mengubah persepsiku tentang kehidupan. Ternyata dunia ini bukanlah seperti apa yang pernah kubayangkan sebelumnya. Betapa kita menghabiskan banyak waktu untuk kesenangan dunia ini yang ternyata sama sekali tidak abadi. Setelah kepergian paman itulah, setiap malam aku selalu terbangun 3 kali hanya untuk memastikan bahwa ayah dan ibuku masih hidup.
Belajar Islam
Perjalanan inilah yang mengantarkanku untuk mengenal Islam lebih jauh. Aku takut akan kematian karena kupikir ini adalah akhir dari segalanya. Aku mencoba mencari jawaban atas hal ini dari agama lain juga tapi tak ada satu pun yang bisa memuaskanku. Aku pun mencoba membaca segala hal tentang Islam. Siapa nyana ternyata segala jawaban atas pertanyaanku ada semua di sini yang bahkan agamaku sendiri yaitu Ortodoks tak mampu menjawabnya.
Bacaan yang benar-benar sangat mempengaruhiku adalah biografi Nabi Muhammad SAW. Perjalanan hidupnya benar-benar mengingatkanku akan perjalanan Yesus sendiri. Aku pun membacanya berulang kali. Semakin sering aku membaca biografi manusia mulia ini semakin aku terpesona akan pribadinya yang benar-benar tiada duanya ini.
Setelah membaca biografi yang sungguh menakjubkan ini, aku pun berusaha untuk menghapus semua hal yang pernah kuyakini tentang Islam. Aku berusaha untuk mempelajari Islam dari nol dan bukan dari suara-suara negatif yang pernah mampir ke telingaku. Karena sepertinya semua berita tentang Islam yang pernah kuterima, benar-benar salah total.
...Bacaan yang benar-benar sangat mempengaruhiku adalah biografi Nabi Muhammad SAW. Perjalanan hidupnya benar-benar mengingatkanku akan perjalanan Yesus sendiri...
Tidak butuh waktu lama untuk menemukan jawaban bahwa Islam adalah kebenaran itu sendiri. Tak mungkin ada agama lain yang lebih benar dari Islam. Meskipun aku telah yakin akan hal ini, aku masih takut untuk mengucap syahadat sebagai tanda resminya aku sebagai muslim. Aku tahu bahwa kebenaran hanya ada di dalam Islam dan kubiarkan ia menjadi bagian diriku secara kasat mata. Tapi untuk menerima Islam sebagai agama yang secara nyata kupeluk, aku masih belum mampu. Aku tak bisa membayangkan bagaimana reaksi keluargaku. Lagipula, aku masih takut untuk berubah secara drastis dengan Islam.
Berikrar syahadah
Hingga satu ketika aku bertemu dengan seorang muslimah di Jerman. Ia berasal dari Mesir. Namanya Noha. Aku bertemu dengannya tepat di saat aku sungguh-sungguh berdoa meminta kepada Tuhan agar diberi keberanian atas apa yang telah kuyakini. Kami berdiskusi tentang banyak hal setelah itu. Nuha menjawab banyak hal atas pertanyaan dan keraguanku. Hingga akhirnya aku benar-benar semakin yakin bahwa agama yang kupeluk selama ini salah. Aku pun tak bisa hidup seperti ini terus.
Satu setengah bulan kemudian aku berikrar syahadah di salah satu asrama mahasiswa. Rencana awal hanya ada aku dan Noha. Entah bagaimana kisahnya, tiba-tiba banyak teman yang tahu bahwa akan ada yang berikrar syahadah. Jadilah ada 20 teman yang menjadi saksi keislamanku secara nyata. Alhamdulillah.
Alhamdulillah, akhirnya aku pun berikrar syahadah. Sungguh, tak akan pernah kulupakan hari itu dan saat pertama kali aku melakukan salat. Masya Allah. (riafariana/voa-islam.com)
Sumber: onislam
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!