Di Akhir Desember Harus Semakin Khawatir Bencana, Kenapa?Kamis, 26 Dec 2024 12:03 |
|
Feminisme dan Delusi Kesetaraan GenderRabu, 25 Dec 2024 20:55 |
Oleh: Lisia Faris
Situasi Terkini
Invasi militer Rusia ke Ukraina telah berlangsung hampir dua pekan, dan masih berlanjut hingga hari ini, Selasa (8/3). Berbagai bangunan pemerintahan, fasilitas umum dan rumah penduduk sipil dilaporkan porak poranda. Serangkaian foto citra satelit memperlihatkan pergerakan konvoi pasukan Rusia sepanjang 60 kilometer. Iring-iringan militer ini terdiri dari ratusan kendaraan lapis baja, tank, artileri, dan kendaraan logistik lainnya.
Ukraina mengklaim bahwa lebih dari 2.000 warganya tewas dan ratusan lainnya terluka. Sementara itu, Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) menyatakan lebih dari satu juta warga telah mengungsi dari Ukraina ke berbagai negara tetangga diantaranya: Polandia, Slovakia, Hungaria, Rumania, dan Moldova (antaranews.com).
Di sisi lain, dialog perundingan antara delegasi Rusia-Ukraina yang saat ini sudah memasuki putaran ketiga di Belarusia, masih menemui jalan buntu. Presiden Rusia, Vladimir Putin mengatakan demiliterisasi Rusia ke Ukraina ini akan diakhiri jika tuntutan Rusia dipenuhi. Ukraina harus bersikap netral, tidak memihak Barat dan tidak akan bergabung dalam aliansi militer NATO. Tampaknya Ukraina belum memenuhi tuntutan ini dan invasi Moskow terus menggila.
Respon Dunia Internasional
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi guna mendesak Rusia segera menarik seluruh pasukannya dari Ukraina. Setelah serangkaian perdebatan sengit selama lebih dari dua hari, 141 dari 193 negara anggota PBB menyetujui resolusi tersebut. Sebanyak 5 negara menolak (termasuk Rusia yang memiliki hak veto), sedangkan 35 negara memilih abstain, di antaranya adalah China, India, dan Afrika Selatan (cnnindonesia.com). Gelombang demonstrasi terus terjadi di berbagai belahan dunia. Ribuan orang turun ke jalanan, mulai dari London, New York, Praha, Berlin, Amsterdam, hingga Teheran untuk mengecam invasi Rusia ke Ukraina.
Rusia juga menerima rentetan sanksi ekonomi dari berbagai negara sebagai buntut dari invasinya ke Ukraina. Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa sepakat mengeluarkan Rusia dari sistem keuangan global Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). Dampaknya, akses keuangan global Rusia dibekukan, tidak bisa melakukan pembayaran dari dan ke luar negeri. Selain itu, larangan ekspor untuk berbagai komoditas dan pelarangan maskapai penerbangan Rusia pun diberlakukan. Jerman dikabarkan telah menangguhkan proyek pipa gas Rusia, Nord Stream 2.
Masyarakat internasional mulai khawatir dampak invasi semakin meluas. Jika terjadi perang dunia ketiga, maka bencana kemanusiaan paling mengerikan, tidak akan terhindarkan. Berdasarkan data Arms Control Association (ACA), hingga September 2021 Rusia tercatat memiliki hulu ledak nuklir terbanyak di dunia, yaitu sebanyak 6.257. Hingga saat ini, bom nuklir atau yang dikenal sebagai bom atom adalah jenis senjata pemusnah massal paling merusak dan mematikan seantero jagad.
Posisi Strategis Ukraina untuk Rusia
Ukraina merupakan negara dengan wilayah terbesar kedua di Eropa setelah Rusia. Secara geografis, posisinya terletak di Eropa Timur bagian tengah, berhadapan dengan Laut Hitam dan Laut Avoz, serta beberapa negara Eropa Timur seperti: Belarus, Polandia, Slovakia, Hungaria, Rumania, dan Moldova. Ukraina juga dilewati jalur pipa gas milik Rusia yang selama ini memasok lebih dari 40% kebutuhan gas alam Uni Eropa. Dari sektor ekonomi pun, Ukraina terkenal dengan kekayaan alam yang melimpah dan tanahnya yang subur. Terlebih lagi, Ukraina merupakan gudang penyimpanan sepertiga persenjataan nuklir Uni Soviet ketika masih berkuasa.
Masalahnya, meski memiliki sejarah panjang yang sama sebagai negara pecahan Uni Soviet, presiden Ukraina saat ini, Volodymyr Zelensky lebih memilih merapat pada Barat (Uni Eropa). Keinginan terbesar Ukraina saat ini adalah menjadi anggota Uni Eropa sekaligus NATO, Pakta Pertahanan Atlantik Utara, dimana Amerika Serikat menjadi pemimpinnya.
Membiarkan Ukraina bergabung dengan NATO dan Uni Eropa sama saja dengan menempatkan Rusia dalam posisi terjepit, tentu ini membahayakan eksistensi Rusia. Ibarat membiarkan gerombolan musuh meletakkan rudal di halaman depan rumah, bisa dibayangkan betapa murkanya Rusia jika hal ini sampai terjadi. Posisi geostrategis Ukraina bagi Rusia adalah sebagai buffer zone, wilayah penyangga, atau benteng depan jika sewaktu-waktu musuh menyerang. Dalam pandangan Rusia, invasi yang dilakukan ke Ukraina ini bukanlah perang, tetapi operasi militer khusus atau demiliterisasi. Supaya Ukraina kembali pada orbitnya sebagai negara yang tidak membahayakan keamanan Rusia. Ini merupakan harga mati bagi Rusia.
Medan Konflik Perebutan Pengaruh Negara Adidaya
Posisi geostrategis Ukraina yang sangat memikat, membuatnya tidak hanya diinginkan oleh Rusia, tapi juga menjadi incaran Amerika Serikat (AS). AS yang saat ini menjadi negara adidaya, menginginkan pengaruhnya kian kukuh di kawasan Eurasia. AS menggunakan NATO untuk memperkuat posisinya di Eropa, tapi di saat sama juga tidak ingin Eropa menguat dengan ekonomi dan militernya yang mandiri.
Strategi AS adalah dengan merekrut negara-negara Eropa Timur eks Uni Soviet untuk bergabung dalam NATO, termasuk di dalamnya Ukraina. Rekam jejak media mencatat sudah sejak 2008 AS mengundang Ukraina dan Georgia untuk ikut dalam Konferensi Tingkat Tinggi NATO. Kesan perhatian AS ini terlihat begitu nyata bagi Ukraina karena AS menggelontorkan dana besar untuk membantu ekonomi dan militer Ukraina, serta mendorong demokratisasi di sana. Puncaknya adalah pada penggulingan presiden Ukraina, Viktor Yanukovych tahun 2014 yang pro Rusia.
Pada tahun yang sama, Rusia membalas tindakan ini dengan menganeksasi Crimea, sebuah wilayah strategis di sebelah timur Ukraina dan mendirikan pangkalan militer di sana. Bahkan Rusia terus mendukung gerakan perlawanan atas pemerintahan pro-Barat, termasuk pada pemerintahan Volodymyr Zelensky saat ini. Tidak hanya itu, Rusia juga mendukung dua wilayah yang memerdekakan diri dari Ukraina, yakni Donetsk dan Luhansk. Manuver politik Rusia lainnya adalah berafiliasi dengan Cina, negara dengan mesin ekonomi raksasa saat ini. Rusia membuka wilayahnya untuk proyek ambisius jalur sutra Cina dan sengaja tidak menggunakan mata uang dolar Amerika dalam transaksi internasional antara keduanya.
Rusia juga memperkokoh ekonominya, bekerjasama dengan Jerman membangun pipa gas alam bawah laut yang diberi nama Nord Stream 2. Rangkaian pipa ini langsung menghubungkan antara Ust-Luga di wilayah Leningrad barat laut Rusia dengan Greifswald di timur laut Jerman. Mega proyek Nord Stream 2 bernilai sekitar US$ 11 miliar dan membentang sepanjang 1230 kilometer di bawah laut Baltik, menggandakan jalur pipa Nord Stream 1 yang telah beroperasi sejak 2011. Pipa ini sudah selesai dibangun dan dikalkulasi akan mengalirkan lebih dari 55 miliar meter kubik gas alam per tahun ke Uni Eropa. Semua dipasok secara tunggal oleh Rusia. Jika proyek ini sukses, Amerika akan semakin kesulitan mengontrol kebijakan energi Uni Eropa. Tentu hal itu sangat tidak diinginkan oleh AS.
Karakter Culas Negara-Negara Kapitalis
Sejak Uni Soviet runtuh, Amerika tampil sebagai penguasa tunggal (uni polar). Kekuatan apapun yang berusaha untuk mengancam kedudukannya, akan dilemahkan dan dipadamkan. Di Eropa juga ada negara-negara besar seperti Inggris, Perancis dan Jerman, yang juga selalu mencari kesempatan untuk menjadi negara pertama. Mengingat romantisme sejarah akan kejayaan dan keagungan masing-masing negaranya di masa lalu.
Dari konstelasi politik ini, jelas terbaca bahwa AS cenderung terus memanaskan situasi di Ukraina agar menjadi jebakan tersendiri bagi Rusia. Rusia yang merasa tergores ego kedaulatannya, masuk dalam provokasi ini. AS ingin membenamkan Rusia dalam kubangan konflik regional yang menyedot sumberdayanya dan memperlemah posisinya. Sekaligus juga untuk mengunci negara-negara yang berkepentingan untuk tetap tunduk pada hegemoni AS.
Maka sesungguhnya invasi Rusia ke Ukraina ini tidak lebih dari pertunjukan drama negara-negara besar yang berebut pengaruh. Lihat saja, meski sudah hampir dua pekan Rusia membombardir Ukraina dan presiden Zelensky terus melolong minta tolong, tapi tidak ada satu pun anggota NATO atau negara lain di Uni Eropa yang menggerakkan pasukannya. Barat tentu telah berhitung segala kemungkinan jika ikut terseret dalam konflik ini. Meski pasukan tempur gabungan dan kapal perang telah disiagakan, ini merupakan formalitas NATO yang ingin dicitrakan sebagai polisi penjaga perdamaian dunia. Bantuan untuk Ukraina sekadar bantuan logistik dan persenjataan.
Demikianlah sikap culas negara-negara besar yang terus berkonflik untuk berebut pengaruh dan mempertahankan hegemoninya. Ideologi kapitalisme yang telah mendarah daging membuat mereka membolehkan segala cara, termasuk mengorbankan nyawa manusia, meski memiliki ras yang sama dengan mereka sekalipun. Mereka sengaja menyulut perang yang menguntungkan para kapitalis produsen senjata dan menafikan slogan HAM yang selama ini mereka junjung tinggi.
Konflik Rusia-Ukraina tentu bukan yang pertama. Berbagai konflik yang terjadi di Timur Tengah, Afrika, dan Asia sepanjang sejarahnya selalu melibatkan negara-negara besar, yang sebenarnya secara geografis terpisah ribuan kilometer dari tempat terjadinya konflik. Pemainnya pun beragam, tergantung posisi dan kepentingan mereka dalam konstelasi politik internasional.
Posisi Kaum Muslimin
Saat ini sikap negeri-negeri muslim cenderung terbelah dalam menghadapi isu invasi Rusia ke Ukraina. Dilansir dari 5Pillars pada Jumat (4/3), sekitar 29 negara Muslim mendukung resolusi PBB untuk mengecam Rusia, satu negara Muslim, yaitu Suriah menolak, dan 19 abstain atau tidak memilih sama sekali. Meski sebagian ada yang mengirimkan bantuan kemanusiaan, tetapi tidak ada satupun negeri Muslim yang berani bersikap tegas. Bahkan memberikan sanksi ekonomi yang spesifik pun mereka enggan, terlebih memutuskan hubungan diplomatik bagi negara agresor. Negeri-negeri Muslim ini memilih untuk mencari posisi aman dengan diam menonton.
Indonesia sendiri menghimbau invasi militer ke Ukraina dihentikan dan mengedepankan diplomasi. “Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia.— Joko Widodo (@jokowi) February 24, 2022.” Demikian bunyi cuitan Twitter presiden Jokowi, meski kemudian justru banjir kritikan karena tidak jelas ditujukan kepada siapa, pasalnya sama sekali tidak menyebutkan kata Rusia dan Ukraina. Rupanya Indonesia ingin tetap aman bermain di dua kaki karena memiliki ketergantungan ekspor-impor dengan kedua negara tersebut.
Kaum muslimin seolah menutup mata atas fakta bahwa Rusia masih berlumuran darah ketika membombardir kaum muslimin di Suriah. Sebagaimana Ukraina juga memiliki sejarah hitam pembantaian ratusan ribu muslim di Chechnya. Mereka bjuga menafikan atas standar ganda yang diterapkan Barat atas bencana kemanusiaan yang saat ini terjadi di negeri-negeri muslim.
Sikap para pemimpin negeri-negeri muslim ini memang sesuai dengan posisi mereka yang tidak mempunyai daya tawar strategis dalam konstelasi politik internasional. Rata-rata mereka hanyalah pengekor yang menggantungkan nasib negaranya pada instruksi negara besar. Mereka bahkan rela menjadi pemimpin boneka yang justru menjadi kaki tangan penjajah yang menjual darah saudaranya dengan harga murah. Selain juga menjadikan harta kekayaan milik rakyatnya sebagai bancakan para oligarki. Mereka merupakan pemimpin oportunis yang hanya memikirkan memenuhi ambisi pribadi dan negerinya sendiri, mumpung masih berkuasa.
Urgensi Unifikasi Negeri-Negeri Muslim
Dalam sejarahnya kini, cukup jelas terlihat pola bahwa dalam setiap konflik internasional, negeri-negeri muslim jika bukan sebagai korban penjajahan maka akan berperan sebagai bagian dari rencana negara adidaya. Kaum muslimin tidak memiliki agenda sendiri, bahkan belum memiliki konsep dan pola berpikir yang jelas untuk menentukan sikap yang khas. Sungguh ironi, mengingat umat Islam dikabarkan dalam kitab suci sebagai umat terbaik.
Inilah realitas memprihatinkan kaum muslimin karena tidak menjadikan Islam sebagai kepemimpinan berpikir dalam mengambil keputusan dan bersikap. Sehingga mudah sekali terpengaruh bahkan terjebak dalam narasi-narasi hitam yang sengaja dihembuskan Barat lewat corong-corong media sekulernya. Sampai kapanpun umat Islam tidak akan bisa berpengaruh dalam konstelasi politik internasional, selama negeri-negeri Muslim tidak melakukan unifikasi dalam sebuah imperium besar. Institusi negara yang mampu menyatukan dan memobilisir segenap kekuatan dan sumberdaya di dalamnya.
Tren global yang terjadi di dunia saat ini adalah kecenderungan unifikasi bangsa-bangsa, baik secara regional di kawasan tertentu ataupun pembentukan pakta secara multilateral lintas negara. Lantas, atas dasar logika apa negeri-negeri muslim di seluruh dunia tidak bisa bersatu dalam satu institusi negara besar? Mengapa kaum muslimin dengan patuh terus merapal mantra nation state dan memuja nasionalisme yang justru mencabik-cabik kekuatan Islam?
Unifikasi negeri-negeri Islam dalam sejarahnya disebut sebagai Khilafah Islam. Institusi besar ini bukanlah utopia atau sekedar romantisme sejarah. Khilafah Islam yang wilayahnya meliputi lebih dari dua pertiga dunia, menerapkan syariat Islam kaffah selama hampir seribu empat ratus tahun. Khilafah sebagai sebuah imperium besar, memiliki kekuatan militer dan armada tempur yang ditakuti dan disegani. Khilafah juga memiliki bargaining position, posisi tawar yang tinggi, sehingga sangat diperhitungkan dalam konstelasi politik internasional.
Dengan demikian, upaya untuk mendirikan kembali khilafah, insitusi negara yang akan mempersatukan seluruh negeri-negeri muslim, merupakan hal yang sangat relevan dilakukan saat ini. Tentunya ini harus dilakukan dengan dakwah Islam kaffah yang terorganisir dan sistematis. Dakwah dengan memberikan penyadaran politik di tengah-tengah umat oleh para pengembannya yang ikhlas. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id
Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com
Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com
Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%.
Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com
Di Akhir Desember Harus Semakin Khawatir Bencana, Kenapa?Kamis, 26 Dec 2024 12:03 |
|
Feminisme dan Delusi Kesetaraan GenderRabu, 25 Dec 2024 20:55 |