Selasa, 21 Jumadil Awwal 1446 H / 21 April 2020 22:41 wib
11.233 views
Islamofobia, Lebih Berbahaya daripada Virus Covid19?
Oleh: Hamsina Halik, A. Md.
Di saat sebagian besar negara dan warganya berjuang dalam melawan wabah covid-19, rupanya ada yang tega memanfaatkan ketakutan orang-orang terhadap kondisi saat ini untuk menyerang umat Islam. Dengan dalih sebagai sumber penyebaran virus corona, mereka menjelek-jelekkan kaum muslim dan menyebar propaganda islamofobia.
Di Inggris, polisi kontraterorisme telah menyelidiki puluhan kelompok sayap kanan yang dituduh memicu insiden anti-Muslim selama beberapa pekan terakhir. Sementara di Amerika Serikat, situs website sayap kanan telah menyebarkan propaganda anti-Muslim secara daring. Mereka menyebarkan teori konspirasi palsu bahwa gereja-gereja di negara itu akan dipaksa untuk tutup selama pandemi, sementara masjid akan tetap terbuka untuk beribadah. Dan di India, para ekstrimis menyalahkan seluruh populasi Muslim di negara itu. Ekstrimis mengklaim muslim sengaja menyebarkan virus melalui “corona-jihad”.
Banyak di antara pelaku propaganda anti-Muslim memiliki sejarah pembuatan konten xenophobia dan Islamofobia sebelum pandemi corona. Mereka membuat statistik tentang infeksi virus dan menciptakan cerita yang menyalahkan umat Islam atas krisis. Konten penyebaran informasi palsu dan kebencian menyebar semakin mengkhawatirkan. Hal ini karena banyak orang tinggal di rumah, mereka sering mendapatkan berita dan bersosialisasi secara daring. (Republika.co.id, Sabtu, 11/4/2020)
Kelompok-kelompok sayap kanan di India dan AS bahkan kompak menggunakan tandapagar #coronajihad untuk mendiskreditkan umat Islam. Mereka menuding Muslim sengaja menyebar corona untuk membunuh. (kumparan.com)
Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan diskriminasi pada Islam dan Muslim. Istilah itu sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa 11 September 2001 (http://id.m.wikipedia.org/wiki/Islamofobia).
Bermula di Eropa pada tahun 80-an, disebabkan adanya migrasi besar-besaran warga Timur Tengah sejak berakhirnya perang dunia ll. Dilanjutkan dengan serangan WTC 11/9, yang kemudian tragedi ini menjadi pemicu orang-orang Barat semakin tertarik terhadap Islam. Amerika sebagai pengemban ideologi kapitalisme sejati, tentu saja menganggap ini sebagai ancaman yang bisa menganggu keberadaannya sebagai negara adidaya. Maka dari itu, diluncurkanlah misi Islamofobia. Perang melawan terorisme. Yang tidak lain ditujukan kepada Islam.
Rupanya ini memberikan efek yang luar biasa bagi Islam. Islamofobia dari tahun ke tahun semakin menjadi-jadi, menakutkan dan mengkhawatirkan. Baik secara individu, berkelompok hingga tataran negara, islamofobia menjadi senjata ampuh untuk menyerang dan menyudutkan umat Islam. Kebencian yang berujung kepada penistaan, permusuhan hingga pengusiran dan pembunuhan ditujukan pada kaum muslim tiada habisnya. Jangankan di negeri minoritas, di negeri mayoritas pun kaum muslim menjadi korban Islamofobia.
Islamofobia merupakan penyakit akut masyarakat sekular yang mengampanyekan antidiskriminasi dan kesetaraan. Ini adalah virus yang lebih berbahaya dari covid-19. Sebab, virus Islamofobia tak hanya menyerang individu per individu, namun langsung ditujukan Islam yang secara keseluruhan umatnya pun terkena dampaknya. Tujuannya tak lain untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin, agar kaum muslim semakin jauh dari kemuliaan hakiki. Dan, ini terjadi secara terus menerus. Faktanya, selalu saja ada kelompok tertentu yang menimbulkan kegaduhan-kegaduhan dengan propaganda Islamofobia. Bahkan ada yang menjadikannya sebagai bahan kampanye para politisi.
Tak adanya rasa keamanan dan perlindungan atas kaum muslim akibat serangan Islamofobia ini menjadi bukti kegagalan sistem sekular saat ini dalam menciptakan keharmonisan masyarakat. Berbeda dengan Islam, selama kurun 13 abad lamanya di masa kejayaannya, keamanan dan perlindungan kaum muslimin terjamin. Tak ada ketakutan dan kekhawatiran menghinggapi mereka. Jangankan islamophobia, xenofobia (takut akan kehadiran orang asing) pun mereka tak merasakan. Sebab, Islam dengan aturan-aturannya bukan hanya melindungi dan menjaga umat muslim saja, tetapi juga non muslim.
Di masa Nabi Muhammad SAW serta para Khulafaur rasyidin dan khalifah setelahnya pun terbukti tak pernah membeda-bedakan kaum muslim karena perbedaan tempat tinggal atau wilayah. Semua bersatu dalam satu ikatan kuat yaitu ikatan akidah Islam. Khalifah tak memandang suku, etnis atau pun agama. Semua diperlakukan adil, tak ada diskriminasi terhadap minoritas.
Kekhilafahan Ustmaniyyah pun telah menyelamatkan 150.000 orang Yahudi saat konflik memanas di Liberia. Saat itu orang-orang Spanyol membuat kebijakan membantai dan mengusir orang-orang muslim dan Yahudi dari wilayah mereka. Ini terjadi di tahun 1492. Mereka kemudian dibawa menuju wilayah Turki Ustmani yang aman, dan hidup damai dalam keamanan dan perlindungan kekhilafahan. Mereka juga bebas melakukan perdagangan, memiliki rumah bahkan tanah sendiri, layaknya warga negara lainnya yang telah lama hidup dalam naungan kekhilafahan.
Ini adalah salah satu bukti bagaimana Islam dalam penerapan aturan-aturanNya secara totalitas sangat melindungi warganya, tak hanya muslim tapi juga non muslim, tanpa melihat wilayah, agama atau pun etnisnya. Wallahu a'lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!