Rabu, 12 Rabiul Awwal 1446 H / 21 Agutus 2024 05:30 wib
11.050 views
Cukupkah Kondom Mencegah Risiko Perzinaan di Kalangan Remaja?
Oleh: Ameena Nur
Presiden Jokowi baru saja meneken Peraturan Pemerintah Nomor 28/2024 mengenai Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17/23 mengenai Kesehatan. Dalam Pasal 103 ayat (4) tertulis bahwa pelayanan kesehatan reproduksi termasuk juga penyediaan alat kontrasepsi bagi warga usia sekolah dan remaja.
Menurut POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia), aturan tersebut hanya ditujukan untuk remaja usia subur yang sudah menikah dan membutuhkan alat kontrasepsi dan sayangnya target di Pasal tersebut tidak dijelaskan secara mendetail sebagaimana yang dituturkan oleh POGI, sehingga menuai banyak sekali protes dan tuntutan.
Namun, di Pasal 109 ayat 3 diatur bahwa dua kelompok yang boleh mendapatkan pelayanan kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko yang mana sebagian orang mencurigai kelompok kedua yang dimaksud adalah para pelajar dan remaja yang aktif melakukan seks pra-nikah.
Narasi kontra mengenai aturan ini terus bermunculan di ruang diskusi di sosial media. Ada yang kontra karena tentu saja, dalam Islam seks pra-nikah itu sama sekali dilarang, ditambah lagi dengan banyaknya masalah yang bisa ditimbulkan oleh seks bebas khususnya di kalangan remaja. Mulai dari pembuangan bayi, rusaknya nasab, penyakit menular, aborsi, masa depan suram, dan masih banyak lagi yang lainnya.
“Orang-orang yang tidak beribadah kepada tuhan lain beserta Allah, tidak membunuh jiwa yang telah Allah haramkan (untuk dibunuh) kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina. Siapa saja yang melakukan hal demikian, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya)”. (QS. Al-Furqan: 68)
Sangat masuk akal jika Allah sendiri mengatakan bahwa zina adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk mengingat dampak-dampak yang bisa ditimbulkan ketika ada yang melakukannya:
“Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
“Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sungguh mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)
Sedangkan pihak pro sendiri menarasikan bahwa dengan adanya pelayanan kontrasepsi ini, diharapkan para remaja itu jadi teredukasi secara seksual sehingga dapat mengurangi risiko-risko yang menjadi alasan dari pihak kontra.
Dari kedua alasan pro dan kontranya dari kedua kubu tersebut, bisa kita lihat mana yang paling masuk akal untuk diterima. Mengapa demikian? Karena, jika benar adanya pelayanan alat kontrasepsi ini untuk edukasi seksual dan tujuannya adalah untuk mengurangi risiko-risiko yang bisa ditimbulkan dari seks pra-nikah, maka mengapa tidak sekalian saja seks di kalangan remaja dipertegas dan dilarang?
Karena antara risiko ketika melakukan dengan segala fasilitas pencegahan dan tidak melakukannya sama sekali, risikonya lebih besar ketika melakukannya walau dengan segala fasilitas pencegahan tersebut. Salah satu contoh, sebagaimana yang dikemukakan oleh banyak sekali penelitian bahwa kemungkinan sebuah alat kontrasepsi bisa rusak saat berhubungan seksual adalah 4 hingga 32.8%. Dan ini seringkali terjadi. Jadi, mau melegalkan seks pra-nikah hanya dengan berbekal layanan alat kontrasepsi untuk mencegah segala kemungkinan buruk sama sekali jauh dari kata cukup.
Bagaimanapun pemerintahan kita memiliki pemikiran dan peraturannya, karena yang membuat adalah manusia, maka tidak akan pernah sempurna. Mau dinarasikan sepositif apa pun, mau dikemas sebijak apa pun, dengan segala alasan yang dapat mendukung, dampaknya akan tetap ada. Jika perzinahan semakin dilegalkan seperti ini, terus dinormalisasikan maka semua kemungkinan terburuk dari perbuatan buruk tersebut akan terjadi. Karena jika Allah sudah bilang itu buruk, maka itu buruk. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!
