Jum'at, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 14 Februari 2020 19:21 wib
2.762 views
Guyonan yang Mengamputasi
Oleh:
Rifka Fauziah Arman A.Md.Farm
Aktivis Generasi Peradaban Muslimah
“Jarimu, jerujimu” merupakan peribahasa yang cocok untuk kasus bullying yang selalu terjadi di seluruh Indonesia terutama di sosial media. Banyak sekali kasus bullying yang terjadi dan terus berulang bahkan sampai ke kepolisian. Tak jarang sampai menimbulkan kematian karena sekarang bukan hanya “Mulutmu, harimaumu” tapi jari menjadi bagian dari perundungan itu sendiri secara tidak langsung.
Baru saja kemarin terjadi kasus perundungan oleh beberapa siswa kepada salah satu temannya hingga mengakibatkan amputasi pada jarinya di Kota Malang (kompas.com). Saat di selidiki para pelaku melakukan hal itu karena bercanda saja dan tidak tahu akan berakibat fatal pada temannya. Belum lagi dengan sikap Kepala Sekolah mengungkapkan bahwa hanya guyonan saja. Bahkan bukan hanya kepala sekolah saja tapi Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang menjadi sorotan karena ungkapannya yang menyepelakan kasus tersebut tanpa ada pengusutan lebih lanjut ke pihak sekolah (kompas.com & indonesiakininews.com).
Hal ini berdampak pada dicopotnya jabatan Kepala Sekolah beserta wakilnya yang kurang baik dalam menangani kasus disekolah tersebut. Belum lagi Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang yang mendapat peringatan akibat ungkapannya kepada awak media.
Mengapa semua ini bisa terjadi terus berulang? Bahkan dalam 9 tahun KPAI berdiri sudah ada 37.381 kasus perundungan yang melakukan pengaduan kepada KPAI. Kasus perundungan tanpa adanya solusi tuntas yang pasti. Menurut Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak menyebutkan bahwa penyebab terjadinya perundungan ini adalah tontonan kekerasan, dampak negatif gawai dan penghakiman sosial media (inilahkoran.com).
Memang betul bahwa tontonan kekerasan, penghakiman disosial media menjadi penyebab terbesar di era digital ini. Bukan hanya kepada para artis saja tapi antar keluarga, teman bahkan kepada orangtua.
Tontonan kekerasan juga menjadi penyebab adanya perundungan ini terutama penayangan drama remaja seperti balap motor, percintaan dan belum lagi ditambahkan dengan adanya adegan perkelahian. Bukan hanya drama sinetron saja tapi juga animasi dari berbagai negara yang selalu mengajarkan kekerasan misalnya dalam drama pahlawan yang mengandung adegan perkelahian. Tak jarang ibu-ibu sering mengeluhkan anaknya memukul ibunya saat mengamuk tidak diberikan yang ia inginkan dengan memukul dan mengikuti cara-cara yang dicontohkan dalam drama remaja atau animasi anak-anak yang ia tonton.
Penghakiman sosial media pun menjadi penyebab utama dari perundungan ini, mulai dari soal fisik hingga masalah pribadi dalam lingkup keluarga yang menjadi bahan untuk mengomentari seseorang. Sehingga menyebabkan depresi bahkan sampai menyakiti diri sendiri dan tak jarang menimbulkan kematian.
Dampak dari perundungan atau bullying ini tidak menjamin jika seorang anak cerdas dan pintar akan terhindar dari kasus ini atau bahkan menjadi pelaku perundungan ini. Miris sekali melihat anak-anak yang memiliki bakat dalam pelajaran dan minim dalam akhlaknya. Padahal disetiap sekolah seharusnya ada guru BP/BK yang memiliki keahlian dalam ilmu psikologi atau seorang psikiater, sehingga dapat membantu anak-anak yang memiliki kesulitan tidak dalam belajar saja tapi soal pergaulan dan lingkungannya.
Sekolah yang fokus pada peningkatan prestasi murid-muridnya tapi mengabaikan tingkah laku dan lingkungan murid yang berbanding terbalik. Menjauhkan sisi agama dari kehidupan bahkan mengurangi pelajaran agama. Agama menjadi pondasi dan kunci untuk melindungi dari perundungan ini karena dapat membentuk seorang anak menjadi pelajar yang berakhlakul karimah.
Agama yang dapat membentuk generasi terbaik hanyalah Islam karena berlandaskan atas dasar syariat dan Allah SWT menjadi tujuan akhirnya. Tidak disibukkan dengan tontonan yang negatif apalagi mengomentari kekurangan orang lain. Sistem pendidikan dalam Islam juga tidak hanya mementingkan skala nilai tapi juga adab dan perilaku sehingga membentuk kepribadian Islam seorang anak yang utuh sejak dini. Kemudian dalam penataan media yang diatur pemerintah bagaimana Islam mengatur dan tidak melebih-lebihkan, tidak mementingkan rating tapi pesan yang tersampaikan dalam sebuah tayangan media.
Islam juga mengatur pendidikan dalam keluarga mulai dari dalam kandungan hingga ia dewasa dan mampu memilah baik buruknya segala sesuatu dengan Islam. Bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita dalam mendidik saat beliau dengan cucunya. Maka sudah seharusnya Islam menjadi solusi dalam pendidikan, lingkungan dan juga pembentukan generasi terbaik. Wallahu’alam bisshawwab.*
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!