Selasa, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 16 Juli 2019 18:30 wib
2.852 views
Rayahan Kursi
Oleh: Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial)
Sebelum mengurai soal judul di atas, sengaja sidang pembaca saya ajak sejenak dalam khasanah pengayaan bahasa. Arti kata Rayahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki 3 arti.
Rayahan berasal dari kata dasar rayah. Rayahan adalah sebuah hanonim yakni suatu kata yang memiliki makna yang berbeda tetapi lafal atau ejaan sama. Jika lafalnya sama disebut homofon, tetapi jika yang sama adalah ejaannya maka disebut homograf. Singkat kata, rayahan berarti rebutan. Contoh, setelah ia meninggal, hartanya menjadi rayahan saudara-saudaranya.
Terkait dengan judul tulisan: Rayahan Kursi, pascapasangan capres/cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin yang dimenangkan oleh KPU dan MK, kini para Ketua Partai Koalisi 01 sibuk menyusun nama-nama yang akan diusulkan kepada presiden untuk menjadi menterinya. Layaklah jika judul di atas diawali dengan kata Rayahan atau bahasa kesehariannya disebut rebutan.
Kini, rayahan kursi sudah dimulai. Sangat mungkin ada yang berkeinginan memperoleh jatah kursi menteri yang proporsional sesuai dengan perolehan suara dalam pemilu. Ada pula yang ngotot dari salah satu partai dengan modal "pokoke" partaiku harus sekian menteri.
Boleh-boleh saja terjadi rayahan kursi menteri oleh beberapa partai pendukung Jokowi-Maruf Amin untuk saling berebut. Bahkan sangat mungkin berusaha keras untuk mendapatkannya dengan menghalalkan segala cara. Na'udzubillahi min dzalik.
Seyogyanya para elite partai pendukung Jokowi-Maruf Amin sedikit santunlah dalam keinginan memperoleh jatah kursi menteri untuk partainya. Karena soal yang satu ini, Nabi SAW pernah berpesan kepada Abdurrahman bin Samurah, lewat sabda beliau:
"Wahai Abdurrahman bin Samurah, jangan engkau meminta jabatan (dalam pemerintahan), jika engkau diberi jabatan tanpa meminta, engkau akan dibantu Allah untuk melaksanakannya. Tetapi, jika jabatan itu engkau dapatkan karena engkau memintanya, maka engkau sendiri yang akan memikul beban pelaksanaannya (tanpa dibantu Allah)"(HR. Bukhari dan Muslim)
Siapkah tidak dibantu oleh Allah dalam memangku jabatannya nanti? Ataukah masih mau tetap "Rayahan/rebutan kursi" dilanjutkan?
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!