Rabu, 26 Jumadil Akhir 1446 H / 9 November 2011 12:46 wib
26.678 views
Ustadzku (Bukan) Selebriti: Renungan untuk Ustadz Solmed
By: Teguh Afandi
Sebuah ayat yang bukan buatan manusia namun Allah, Tuhan manusia dan para malaikat.
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?“ (Qs 41:33)
Akhir-akhir ini saya entah menyempatkan atau tak sengaja saat sedang menonton televisi, terpapar jelas seorang ustadz yang setiap pagi mengisi di televisi sedang di rundung gosip. Kalau boleh saya menyebutkan nama beliau adalah Ustadz Solmed. Sejak dua minggu lalu saya tanpa sengaja membaca surat terbuka seorang ibu rumah tangga kepada beliau. Surat yang berisi keluhan yang hampir sama dengan apa yang akan saya keluhkan. Saya mulai menaruh perhatian dengan sang ustadz. Dan lebih pasnya hari ini (1/11) tanpa sengaja saya menonton !NSERT di TransTV yang menginvestigasi kehidupan sang ustadz Solmed.
Jujur saya bukanlah orang yang fanatik dengan ustadz satu. Baik ustadz di tivi maupun dalam forum ilmu di masjid ataupun melingkar. Oleh karena itu kadang saya suka menikmati ceramah menyentuh hati Aa Gym. Atau kadang ikut menitihkan air mata saat Ustadz Aifin Ilham berdzikir. Atau bahkan ikut tertawa lepas saat melihat Ustadz Maulana di tivi yang sedang mengumbar suara. Ya saya semua nikmati gayanya.
Namun saya menaruh perhatian besar terhadap Ustadz Solmed terlebih seringnya beliau masuk infotaiment. Jujur saya kurang suka dengan pembawaannya yang begitu mudah dengan perempuan yang saya tidak tahu ia muhrim atau tidak dengan Ustadz Solmed. Bahkan beberapa berdua di shoot kamera. Mungkin disana masih ada pewawancara, kameramen ataupun orang-orang yang sengaja menonton mereka. Namun kesan yang timbul adalah Ustadz Solmed yang suka “berduaan” dengan wanita. Naudzubillah...
Maaf ustadz, bukan maksud menghakimi. Toh saya bukan orang yang jauh lebih mafhum agama dibanding ustadz, entah alasan apa yang ustadz pergunakan sehingga begitu mudahnya ustadz diwawancarai dengan seorang wanita ada disampingnya. Terlebih isu dan berita pernikahan yang sering diliput namun tak kunjung ada kabar bahagia.
Saya jadi teringat Aa Gym, yang dahulu dielu-elukan oleh para jamaah setianya. Namun tumbang begitu saja (meski menurut saya tidak) karena hal yang dalam agama saja benar. Berkali-kali masuk infotaiment. Mereda. Kemudian masuk lagi karena kasus perceraian. Alm. KH Zainuddin MZ masuk infotaiment gara-gara terjunnya beliau dalam politik.
Emang nggak boleh ustadz masuk infotaiment? Emang nggak boleh ustadz punya salah? Ustadz juga kan manusia?
Bukan masuk atau tidak masuk infotaiment yang menjadi permasalahan. Namun kenapa masuk? Apa yang sedang menjadi isu panasnya? Atau mengapa hingga infotaiment begitu getol mencari berita soal seorang ustadz. Apakah karena prestasi? Atau karena “kesalahan” yang ingin media umbar?
Seorang ustadz yang sedemikian hingga ia disebut sebagai ustadz karena kedalaman ilmu agama. Karena kepandaian menjaga izzah(kemuliaan) dihadapan Allah dan dihadapan ummat. Saya masih ingat seorang guru ngaji saya yang orang desa. Orang kampung. Orang yang belum pernah kenal internet apalagi facebook dan twitter. Dengan predikat guru ngaji saja (bukan ustadz apalagi dai) beliau begitu menjaga kemuliaan. Dengan apa? Saat bertutur dengan siapa saja, selalu sopan dan halus. Seolah ada kaidah yang menjaga.
Contoh lagi modin (setipe dengan hulubalang, pemimpin doa) di desa saya, adalah orang yang tidak akan boleh ke warung kopi hingga larut malam. Meski disana ia tidak berbuat maksiat, namun demi kehormatan seorang modin maka di”larang” oleh warga.
Bung Karno (entah darimana saya dapatkan) beliau selalu berpakaian safari setiap ada tamu datang. Siapapun meski dia adalah hanya seorang ajudan. Bahkan Rasulullah tidak pernah menampakkan pahanya secara terbuka (kecuali kepada sahabat dekat Abu Bakar, Umar) kepada orang lain. Mereka menjaga kemuliaan. Menjaga tingginya profesi seorang ustadz. Saya tidak bisa membayangkan ketika seorang yang menjadi ustadz kampus (predikat ini saya sematkan kepada mereka yang jam terbang dakwahnya sudah kewalahan). Tiba-tiba keluar rumah atau kontrakan memakai celana pendek, kaos puntung, telinganya ada earphone dengan musik SM*SH atau Cherrybelle. Ya pandangan kita kepadanya yang penuh wibawa dan bersahaja. Jadi jatuh entah dimana.
Seorang ustadz yang sering mengisi pengajian di kampus, selalu saya amati memakai baju panjang (entah koko, batik, atau baju muslim lainnya), berpeci, dan bersorban. Ini bukan hanya untuk memberi kesan dan ciri khas tersendiri namun memberi gambaran izzah seorang ustadz. Ustadz yang berilmu. Yang tutur sapa, tata berinteraksi, bahkan pakaiannya selalu menjaga kehormatan beragamanya.
Ustadz harus menjaga kehormatan izzah mereka. Bahkan dalam buku praktis “114 Tips Menjadi Murobbi Sukses” karangan Satria Hadi Lubis, ada bagian yang khusus membahas bagaimana meningkatkan kewibawaan di depan yang sedang dihadapi dalam pembinaan. Masalah cara berpakaian, bertutur sapa, bau mulut, bahkan senyum. Semua dijaga dan diatur akan mengesankan bahwa “Yang sedang ngomong di depan saya secara fisik dan penampilan meyakinkan”.
Kan ada tu perkataan bahwa berdakwahlah sesuai bahasa kaumnya.
Memang benar. Saya belum menemukan apakah itu hadist atau perkataan ulama. Namun memang benar. Seorang ustadz yang berdakwah di kalangan mahasiswa akan berbeda baik secara bahasa, gaya, contoh, bahkan guyonan pun harus khas mahasiswa. Ustadz yang berdakwah di kalangan pedesaan, kebanyakan akan menggunakan lagu-lagu sederhana, guyonan, dan bahasa orang desa. Yang berdakwah di kalangan artis akan berbeda. Yang berdakwah di lingkungan keraton pun harus melihat bahasa apa yang harus dipakai. Dan saya kali ini sepakat dengan Ustadz Solmed. Beliau dengan gaya khasnya, menjadikan dakwah mampu menembus kalangan selebriti. Pun juga Ustadz Maulana (meski beberapa bagian kurang pas) saya sepakat, yang seolah mengenalkan keindahan dan kesempurnaan islam kepada kalangan yang dicap sebagian orang yang ngefans berat kesenangan dunia.
Namun sesuatu yang berlebihan apapun itu tetap tidak baik. Bahkan vitamin yang berlebih saja akan dibuang lewat buang hajat kita. Padahal vitamin itu adalah baik bagi tubuh. Pun dakwah. Menyesuaikan dengan bahasa yang kita dakwahi itu bagus, namun terseret dalam dunianya yang entah jurusnya apa itu, yang kurang sreg menurut saya. Dalam kaidah yang saya pahami adalah mewarnai namun tidak larut. Tidak terwarna. Tidak ikut tercampur. Kita seharusnya bukan menjadi sirup yang begitu saja larut dalam air meski sukses mewarnai namun kentalnya hilang menjadi encer. Kita minimal menjadi gula batu, yang meski sudah terasa manis namun zat gula batu kadang masih utuh. Namun jangan begitu keras seperti minyak, sukses mempertahankan identitasnya namun gagal mewarnai sekitarnya.
Memang susah....
Memang susah. Kita dituntut sempurna dihadapan jamaah yang sedang mendengarkan ceramah kita. Mulai dari pakaian. Perkataan. Isi ceramah. Dan tentunya kehidupan di luar mimbar dan bukan dihadapan jamaah. Semua menjadi perhatian. Karena jamaah kita adalah cerminan apa yang kita sampaikan.
Memang susah. Tidak mudah. Rasulullah saja perlu bertahun-tahun untuk membuka hidayah bagi warga mekkah. Dan tahun-tahun itu bukan tahun-tahun yang tinggal rekam upload youtube jadi mengena. Masuk tivi, masuk infotaiment, bukan. Ini adalah tahun-tahun dimana orang-orang terkasihnya meninggal. Harta dipertaruhkan. Istri dan keluarga tercinta meninggal. Bahkan harus dimusuhi oleh paman sedarahnya. Bukan tahun yang mudah semudah Ustadz Solmed dan Ustadz Maulana alami sekarang, saya tahu beliau-beliau sudah mafhum masalah demikian.
Namun janji yang Allah sampaikan begitu besar. Siapa saja yang teguh di jalan dakwah, pasti balasannya adalah jannah. Meski istiqomah, bahkan lelehan peluh dan darah yang menggenang di perjalanan. Karena memang ini adalah bukan jalan manis putri keraton, ini adalah jalan terjal yang penuh aral dan penghalang.
“Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya” (QS 61:10-11)
Allah menjanjikan pahala syurga dan terhindar dari siksa pedih neraka. Allah yang berjanji bukan politisi yang kadang ingkar janji. Ya janji Allah adalah benar. Kepastiannya melebihi kepastian terbitnya mentari di ufuk timur saban pagi.
Duh Ustadz Solmed....
Mungkin tulisan ini bukan tulisan apa-apa. Namun dalam hati saya berkeinginan agar ustadz mengurangi keseringannya ustadz diwawancarai oleh infotainment, yang itu menurut saya menurunkan izzah anda sebagai ustadz yang ahli ilmu. Apalagi diwawancari bersanding dengan wanita yang bukan mahram (karena anda dengan dia belum menikah). Sebagai ustadz berikanlah keteladaan baik bagi kami yang rajin menyimak ceramah anda. Kalau pernikahan adalah hal sunnah yang perlu disegerakan, kenapa Anda begitu menunda antara masa lamaran dengan walimah dan akad. Dan saya tidak tahu apakah selama masa ini, ustadz menjalin hubungan atau tidak. Yang pasti menjaga dari fitnah jauh lebih baik.
Kami butuh ustadz yang seutuhnya bukan ustadz yang separuh ustadz separuh selebriti.
Ustadz mungkin diakhir tulisan ini, mari kita yakinkan bahwa profesi ustadz adalah profesi yang mulia. Bahkan Allah ta’ala berkalam dalam ayat yang diawal saya kutip bahwa orang yang perkataannya baik adalah orang yang menyeru ke jalan Allah dan ajaran Allah yang agung. Jangan sampai hal yang baik jadi kurang baik, karena ia tidak baik dalam penyampaian. Kurang baik dalam interaksi dengan orang lain. Sangat disayangkan.
Allah Dzat yang membolak-balikkan hati....
Kuatkan hati, jiwa dan raga yang lemah ini
Terhadap jalan dakwah yang tidak mudah
Yang perlu pengorbanan harta, waktu, tenaga bahkan darah....
Karena kami merindukan jannah yang Engkau perjanjikan....(*)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!