Jum'at, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 24 Oktober 2014 16:50 wib
47.234 views
Khalid bin Walid dan Fathul Suriah
Gurun Syiria, Juli 634 M.
Matahari siang itu seakan berada di atas ubun-ubun. Sinarnya yang memendarkan hawa panas, semakin terasa menyengat tatkala gurun pasir nan tandus itu menyerapnya. Tak ada air, tak ada kerindangan pohon, tak ada kehidupan sama sekali. Hanya makhluk-makhluk Allah SWT tertentu saja yang mampu hidup, seperti kalajengking dan ular.
Dari kejauhan, tiba-tiba saja debu gurun pasir yang jarang dilalui manusia itu mengepul-ngepul, membumbung tinggi ke angkasa. Lamat-lamat terdengar derap ribuan kaki kuda yang dipacu...
Benar saja, tak berapa lama, tampaklah ribuan tentara berseragam besi. Masing-masing tampak buru-buru. Di barisan paling depan, seorang pria berbadan tegap, dengan sigap menarik tali kekang kudanya. Kuda itu pun pun berlari cepat, seperti angin... mendahului yang lainnya. Sementara jubah di balik baju besinya berkibar-kibar. Di pinggangnya terselip sebilah pedang. Mulutnya terkatup rapat. Tatapan matanya lurus ke depan...
Dialah panglima perang kaum muslimin yang sangat ditakuti musuh. Dialah yang menyertai utusan Allah SWT, Muhammad SAW, dalam setiap perang. Dia dijuluki Pedang Allah yang terhunus. Sejak itu, namanya tak lekang oleh zaman. Khalid bin Walid.
Kali ini, dia mengemban amanat dari khalifah pertama Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Shddiq, untuk segera membantu pasukan muslimin yang sedang dikepung tentara musuh di kawasan Busrah, Suriah. Ketika itu, tepat pada bulan Jumadil Awwal 13 H, atau sekitar bulan Juli 634 M.
Sebelumnya, Khalifah Abu Bakar mengirim empat kontingen pasukan ke kota Hauran, Busrah, dan beberapa kota lain di Suriah, di bawah pimpinan Amr bin Ash, Abu Ubaidah bin Jarrah, Shurahbil bin Hassana dan Yazid bin Abu Sofyan. Mereka diutus untuk menyiarkan dakwah Islam.
Seperti biasa, sebelum menghunus pedang, pasukan kaum muslimin ini terlebih dahulu menyampaikan tiga opsi. Pertama, ikhlas menerima Islam sebagai agamanya, kedua, berdamai dan membayar jizyah, dan ketiga, perang.
Komandan Romawi yang saat itu dipimpin oleh Theoderic tetap memilih perang. Pertempuranpun pecah. Namun sayang, kaum muslimin kewalahan menghadapi pasukan Romawi yang juga tidak kalah tangguh.
Bahkan pasukan Islam yang berada di Busrah, di bawah pimpinan Shurahbil bin Hassana terkepung.
Menghadapi situasi kritis ini, maka Khalifah Abu Bakar RA mengirim pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid, yang saat itu tengah berada di Irak. Pasukan Khalid RA yang terkenal tangkas mengendarai kuda ini, tiba di Busrah dalam waktu singkat.
Saat melihat sosok pasukan berkuda yang penuh kharisma ini, nyali pasukan Romawi pun ciut. Mereka segera membubarkan pengepungan terhadap pasukan yang dipimpin Shurahbil bin Hassana, dan mundur kembali ke dalam benteng.
Keesokan harinya, rasa takut pasukan Romawi terhadap Khalid bin Walid telah lenyap. Apalagi setelah menghitung dengan cermat, ternyata kekuatan kedua belah pihak seimbang. Maka mereka pun keluar untuk melanjutkan pertempuran. Mereka mencoba mengadu keberuntungan karena sebelumnya, mereka hampir sukses mengepung pasukan Islam. Mereka jgua berharap musuh yang sangat ditakutinya, Khalid bin Walid, masih kelelahan karena baru saja tiba dari perjalanan jauh.
Kedua belak pihak berhadapan di suatu tanah lapang tepat di luar kota Busrah. Khalid tetap sebagai pucuk pimpinan pasukan Islam. Ia menunjuk Raafe bin Umair sebagai komandan pasukan sayap kanan dan Dhiraar bin Al-Azwar sebagai komandan pasukan sayap kiri. Untuk front tengah ia menempatkan Abdur Rahman bin Abu Bakar, putra Khalifah Abu Bakar, sebagai komandan.
Sebelum pertempuran dimulai, dilakukan pertarungan antar dua komandan, yaitu Abdur Rahman dari pihak Islam melawan salah seorang komandan Romawi. Abdur Rahman berhasil mengalahkannya, tetapi sebelum ia sempat membunuhnya , komandan tersebut lari kembali kedalam barisan pasukan. Dengan segera Khalid memerintahkan serangan di semua front.
Hanya beberapa saat saja pasukan Romawi menunjukkan keberanian dalam bertempur, sampai tertembusnya barisan mereka di kedua sayap terutama oleh pasukan sayap kiri. Komandan Dhiraar menunjukkan keberanian luar biasa sehingga mengobarkan semangat anak buahnya. Karena panasnya hari itu, ia membuka baju pelindung sehingga membuatnya lebih ringan dan lincah, kemudian ia juga membuka baju sehingga bertelanjang dada. Ia bertempur dengan kelincahan yang luar biasa dan menebas leher setiap tentara romawi yang berhadapan dengannya.
Oleh karena aksinya ini, hampir seminggu lamanya setelah pertempuran, cerita tentang komandan Islam yang bertempur sambil bertelanjang dada menyebar di seluruh wilayah Suriah. Ia dielu-elukan oleh kaum muslimin dan ditakuti oleh setiap tentara Romawi.
Akhirnya, tentara Romawi pun mundur kembali ke dalam benteng. Pada saat itulah, dengan bertelanjang kaki, panglima Khalid memberi perintah pengepungan terhadap benteng tersebut. Tapi, tiba-tiba, ia melihat seorang penunggang kuda menerobos masuk ke tengah-tengah pasukan. Penunggang kuda tersebut adalah Abu Ubaidah bin Jarrah, yang saat itu berhasil menguasai kota Hauran, sambil membawa panji kuning yang juga dipakai oleh Nabi Muhammad SAW saat perang Khaibar.
Ia memberikan panji tersebut kepada Khalid yang menunjukkan bahwa Khalid-lah yang akan menjadi panglima utama untuk pertempuran selanjutnya. Khalid menerima panji tersebut sambil berkata, “Demi Allah, kalaulah bukan karena aku harus mematuhi perintah Khalifah, maka aku tidak akan pernah mau menerima ini. Kamu lebih tinggi kedudukannya daripada aku dalam Islam. Aku hanyalah seorang sahabat Rasulullah, tetapi kamu adalah seorang yang mana Rasulullah memberi gelar sebagai orang yang memegang amanat dari umat ini.”
Pasukan Islam kemudian mengepung rapat kota Busrah. Pucuk pimpinan tentara Romawi putus asa.
Beberapa hari kemudian ia menyatakan menyerah secara damai. Khalid menerima penyerahan ini dengan syarat mereka mau membayar jizyah atau upeti. Menyerahnya kota Busrah kepangkuan Islam ini terjadi pada pertengahan bulan Juli tahun 634 M.
Penaklukan kota Busrah yang terjadi pada minggu kedua bulan Jumadil Awwal 13 H, atau Juli tahun 634 M adalah penaklukan kota penting pertama di Suriah oleh kaum muslimin. Tentara Islam hanya kehilangan 130 jiwa sedangkan pasukan Romawi harus merelakan beberapa ribu nyawa pasukannya.
Khalid mengirim surat kepada Khalifah Abu Bakar tentang keberhasilan merebut kota ini dan juga mengirim seperlima dari rampasan perang. Penaklukan kota Busrah ini membuka jalan kepada pasukan Islam untuk menaklukkan seluruh Suriah, yang nantinya kaum muslimin akan berhadapan dengan pasukan Romawi yang berjumlah lebih besar, yang dipimpin oleh Theodoric. Perang itu terkenal dengan perang Yarmuk. (may/dbs/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!