Kamis, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 19 Desember 2013 07:00 wib
11.842 views
Syaikh Al-Gholani: Kemenangan melawan Assad Tinggal Menghitung Hari
SURIAH (voa-islam.com) - Pemimpin Jabhat Al-Nusrah, Syaikh Abu Muhammad Al-Gholani mengatakan dalam wawancara khusus kepada Al Jazeera bahwa konflik di Suriah mendekati akhir dan kemenangan melawan rezim Bashar Al-Assad tinggal menghitung hari.
Dalam wawancara televisi pertama kalinya, Syaikh Abu Mahammad Al-Gholani, pemimpin salah satu cabang Al-Qaidah di Suriah, mengesampingkan pembicaraan damai dengan Presiden Bashar Al-Assad dan memperingatkan bahwa negara-negara Arab harus berhati-hati terhadap perbaikan hubungan terbaru dari Iran -AS.
"Pertempuran hampir berakhir, kita telah menguasai sekitar 70 persen, dan apa yang tersisa adalah kecil. Kami akan mencapai kemenangan segera. Kita berdoa kepada Allah agar upaya ini berujung dengan kemenangan. Ini tinggal hitungan hari," katanya dalam sebuah wawancara eksklusif dengan wartawan Al Jazeera Tayseer Allouni dari sebuah lokasi yang dirahasiakan di Suriah.
Al-Gholani menambahkan bahwa Jabhat Al-Nusrah-yang ditunjuk oleh PBB, Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya sebagai organisasi teroris - tidak akan menerima hasil dari konferensi internasional mendatang di Jenewa yang dijadwalkan akan berlangsung pada bulan Januari.
Negara-negara Sunni dalam bahaya
Jabhat Al-Nusrah, yang ingin mendirikan negara Suriah yang memerintah di bawah hukum Islam, tetap menjaga rahasia jumlah pejuangnya di Suriah, tapi perkiraan menunjukkan bahwa kelompok itu bisa berjumlah antara 5.000 hingga 20.000 pejuang dan memiliki benteng di berbagai bagian dari Suriah.
Jabhat Al-Nusrah, yang dikenal dengan aksi jibaku sebagaimana afiliasi Al-Qaidah di berbagai negara, bersama dengan kelompok-kelompok pejuang oposisi Suriah lainnya, telah dituduh oleh PBB melakukan kejahatan perang terhadap pasukan pemerintah dan warga sipil.
Dalam wawancara itu, Al- Gholani memperingatkan bahwa negara-negara Arab yang dipimpin Sunni, seperti Arab Saudi, harus berhati-hati terhadap hubungan yang meningkat antara AS dan Iran baru-baru ini.
Bulan lalu, sebuah terobosan kesepakatan telah dicapai antara Washington dan Teheran, di mana Iran akan mengekang aktivitas nuklirnya dengan imbalan beberapa pengurangan sanksi internasional yang telah membuat babak belur perekonomian negara tersebut.
"Mereka rezim [yang dipimpin Sunni] sekarang kehabisan pilihan sebagai akibat dari kekuatan super berbalik melawan mereka. Gelombang ganas dari rezim Safawi [Syi'ah Iran] sekarang datang. Semua negara-negara ini sekarang dalam bahaya sejak masyarakat internasional mengganti mereka (negara Sunni-Red) dengan sekutu baru, Iran."
Konflik di Suriah, yang dimulai hampir tiga tahun yang lalu, semakin lama menjadi semakin sektarian.
Bashar Al-Assad merupakan anggota sekte Alawit, sebuah cabang dari Syiah, sementara sebagian besar pemberontak yang berusaha menggulingkan rezimnya merupakan mayoritas Sunni.
"Jika rezim Assad tetap berkuasa, yang merupakan kepentingan dari kekuatan super dan Safawi, maka target berikutnya adalah Semenanjung Arab, yang sekarang dikenal sebagai Arab Saudi."
AS dan Arab Saudi telah menjadi sekutu sejak kerajaan itu dipada deklarasikan tahun 1932. AS memberikan Riyadh pelindung militer yang kuat dan sementara Saudi menjamin pasokan minyak kepada Washington. Namun perbaikan baru-baru ini dalam hubungan antara Washington dan Teheran adalah salah satu titik terendah dalam hubungan AS-Arab Saudi.
"Sebagian besar minyak berada di sebelah timur Arab Saudi, di al- Ihsaa, Qateef, dan Dammam. Daerah ini akan menjadi sasaran ... diambil dan diberikan kepada sekutu baru, Iran", Al-Gholani memperingatkan.
Langkah-langkah keamanan yang ketat
Jabhat Al-Nusrah yang tetap merupakan salah satu kekuatan paling efektif yang memerangi Bashar Al-Assad. Kelompok ini bersama Negara Islam Irak dan Suriah Raya (ISIS) dan brigade-brigade oposisi kuat lainnya tidak mengakui oposisi Suriah di pengasingan.
"Kami tidak akan mengakui hasil apapun yang keluar dari 2 Konferensi Jenewa, maupun anak-anak atau wanita Suriah akan melakukan. Mereka yang mengambil bagian dalam konferensi tersebut tidak mewakili rakyat yang dikorbankan dan ditumpahkan darahnya. Selain itu, siapa yang telah memberikan mandat kepada mereka untuk mewakili rakyat?
"Mereka terbatas pada newsroom. Pada kenyataannya, mereka tidak memiliki kehadiran di lapangan. Kita tidak bisa membiarkan permainan Geneva 2 untuk menipu bangsa, untuk mendorong kita kembali 50 atau 100 tahun ke belakang," katanya.
Demi alasan keamanan, Syaikh Abu Muhammad Al-Gholani meminta wajahnya di sembunyikan selama wawancara dengan Al Jazeera. Sedikit yang diketahui tentang pemimpin Al-Qaidah ini, namun diyakini bahwa ia telah bergabung dengan kelompok jihad beberapa tahun lalu untuk memerangi pasukan AS di Irak.
Wartawan Al Jazeera Tayseer Allouni adalah wartawan pertama yang telah bertemu al- Gholani. Tayseer Allouni yang pada tahun 2001 pernah mewawancarai pernah juga mewawancarai pemimpin tertinggi Al-Qaidah, Syaikh Usamah Bin Ladin mengatakan, dia menjalani langkah-langkah keamanan dan pemeriksaan yang sangat ketat menjelang wawancara.
"Langkah-langkah keamanan (yang diterapkan Jabhat Al-Nusrah-Red) jauh lebih ketat daripada yang diambil oleh tim keamanan Bin Ladin," kata Allouni, membandingkan wawancara sekarang dengan saat mewawancarai As-syahid (Insyallah) Syaikh Usama bin Ladin. (st/aje)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!