Rabu, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 16 November 2011 09:47 wib
11.286 views
Gara-gara Beli Korek Api, Bocah SMP Dicokok Densus dan Dituduh Teroris
MATARAM (voa-islam.com) – Ketujuh orang yang dijadikan tersangka oleh polisi dalam kasus terorisme Bima, Selasa siang kemarin (15/11/2011), dibawa dari tahanan Mapolda NTB ke kantor Kejaksaan Tinggi NTB, Jalan Langko, Kota Mataram. Mereka menjalani penyerahan tahap II, yakni penyerahan tersangka dan pelimpahan barang bukti. Menurut rencana, sesuai putusan MA mereka akan menjalani persidangan di Tangerang.
Satu dari tujuh tersangka terorisme di Pondok Umar Bin Khatthab, Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Bima NTB itu adalah Mustakim Abdullah (MA), siswa kelas III SMP. Terkait ledakan di Pondok UBK, siswa itu hanya disuruh membeli korek api.
MA ditangkap polisi di Bima pada 12 Juli 2011, sehari setelah ledakan di Pondok UBK yang diidentifikasi polisi sebagai bom. MA resmi ditahan 19 Juli 2011 di Mapolda NTB, Jalan Langko, Kota Mataram.
Saat dibawa dari tahanan Mapolda NTB untuk diserahkan ke Kejaksaan Tinggi NTB, Selasa (15/11/2011) siang, MA dibawa terpisah dengan enam tersangka teroris lainnya. Hal ini lantaran usianya yang masih anak-anak.
Kalau tersangka lain diangkut dengan mobil panser dengan pengawalan ketat, MA dibawa ke Kejati NTB dengan mobil patroli jenis Panther milik satuan Samapta Polda NTB. MA tiba paling belakang. Ia tak diborgol dan kerap menunduk.
Di dalam mobil itu, MA ditemani kakak sepupunya, Darmansyah, yang saat ini tengah menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah, Mataram. Darmansyah pula yang tetap mendampingi MA saat menjalani pemeriksaan.
“Saya terus mendampingi selama ini. Orang tua kami tidak bisa sering-sering ke sini (Mataram),” kata Darmansyah, di sela-sela menunggu pemeriksaan MA dan barang bukti oleh jaksa di Kejati NTB.
Darmansyah, kakak sepupu Mustakim menjelaskan kepada wartawan bahwa adiknya tidak mengerti apa-apa soal kasus terorisme yang dituduhkan kepadanya, karena dia hanya disuruh membeli korek.
“Mustakim hanya diminta membeli korek api oleh Ustadz Abrori, pimpinan pondok. Itu saja. Selebihnya adik saya tidak mengerti apa-apa. Apalagi soal bom,” katanya.
Mustakim tinggal di Desa O’o, di Dompu, kabupaten yang bersebelahan dengan Bima. Orang tuanya, Abdullah kini dalam kondisi sakit-sakitan, akibat anaknya menjadi tersangka tindak pidana terorisme.
Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Muhammad Salim memastikan penahanan MA berbeda dengan enam tersangka teroris lain yang sudah dewasa. “Kita beri perlakuan berbeda. Tentu penahannya terpisah. Tapi soal tuntutan dan dakwaan, tentu saja akan sama. Tetap kita dakwa berlapis dengan pasal terorisme dan lainnya,” kata Salim.
Ketujuh tersangka teroris itu akan dijerat pasal berlapis mengacu pada UU No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU Darurat No 12/1951 tentang senjata dan pasal dalam KUHP tentang pembunuhan.
Kasus terorisme di Bima ini bermula dari ledakan bom di Pondok Pesantren Umar bin Khatthab (UBK) Desa Senalo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat pada hari Senin (11/7/2011) sekitar pukul 15.30 WITA. Ledakan ini menewaskan Suryanto Abdullah alias Firdaus (31), bendahara Ponpes setempat.
Pihak kepolisian mengkait-kaitkan ledakan bom ini dengan tewasnya anggota Polsek Bolo Brigadir Rochmad Syaifuddin di tangan Sa’ban Abdurrahman (18).
Sementara itu pihak Pesantren melalui UBK Media mengklarifikasi kejadian meledaknya bom rakitan di Ponpes tersebut. Dalam rilis yang disampaikan kepada media melalui surat elektronik, Salman Al-Bimawy dari UBK Media mengatakan bahwa sudah sejak lama pondok UBK dimata-matai intel lantaran dituding sebagai sarang teroris, padahal semua itu tidaklah benar.
Suasana makin keruh dengan tersebarnya isu adanya rencana penyerangan ponpes UBK dari keluarga mantan santri Ponpes UBK Sa’ban Abdurrahman, pelaku penusukan terhadap anggota Polsek Bolo. Padahal Sa’ban yang melakukan penusukan tersebut mengaku bahwa apa yang dilakukannya bukan perintah dari Ponpes UBK melainkan inisiatifnya sendiri karena melaksanakan perintah Allah.
Mendengar kabar tersebut maka santri dan pengurus Ponpes pun panik sehingga untuk membela diri mereka mengumpulkan para santri dan simpatisan UBK untuk melakukan i’dad guna mengantisipasi penyerangan tersebut, sampai akhirnya terjadilah insiden tewasnya Ustadz Firaus. Demikian klarifikasi resmi dari UBK Media.
Buntut ledakan bom tersebut Polisi akhirnya melakukan penyerangan terhadap Ponpes UBK hingga akhirnya menangkap Pengurus Pondok dan beberapa santri sebagai tersangka. Mereka adalah Ustadz Abrory M. Ali alias Maskadov alias Abrory Al Ayubi (pimpinan pondok), Syakban alias Syakban A Rahman alias Syakban alias Umar Syakban bin Abdurrahman (pelaku penusukan polisi), Mustakim Abdullah alias Mustakim (santri), Rahmat alias Rahmat Ibnu Umar alias Rahmat Bin Efendi, Rahmat Hidayat, dan Asrak alias Tauhid alias Glen serta Furqon. [wid/dbs]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!