Senin, 27 Jumadil Akhir 1446 H / 2 Desember 2013 14:45 wib
19.938 views
Polri Menentang Allah Dengan Melarang Polwan Berjilbab
Oleh: Abu Misykah Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabantya.
Salah satu ajaran Islam yang tak ada khilaf diantara ulama adalah wajibnya berjilbab atau menutup aurat atas wanita muslimah. menjulurkan Para ulama hanya berbeda pendapat, apakah wajah dan dua telapak tangan termasuk yang wajib ditutupi ataukah tidak?
Dasar kewajiban ini sangat gamblang dan jelas dalam Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Bahkan sampai disebutkan hikmah dari kewajiban tersebut, “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” Selain itu, ini sebagai pembeda antara wanita mukminah dari wanita jahiliyah dan kafirah.
Berikut ini beberapa dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah yang menjelaskan wajibnya berjilbab bagi muslimah:
Pertama: Allah Subhanahu Wa Ta'ala perintahkan kepada Rasul-Nya untuk menyampaikan kepada istri-istri dan anak wanita beliau serta wanita mukminah agar mereka menutup auratnya.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Imam At-Thabari berkata dalam tafsirnya tentang maknanya, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman pada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam: 'Hai Nabi, katakan pada istrimu, anak-anak-mu dan wanita muslimah: Janganlah kalian menyerupai wanita-wanita lain dalam cara berpakaiannya (yatasyabbahna bil ima’i fi libasihinna) yaitu dengan membiarkan rambut dan wajah terbuka, melainkan tutup semua itu dengan jilbab.'
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan tentang maknanya: “Allah Subhanahu wa Ta'ala menyampaikan kepada Nabi-Nya agar memerintahkan kepada semua wanita muslimah supaya menjaga kehormatan mereka dan agar mereka berbeda dengan cara berpakaiannya wanita jahiliyyah yaitu hendaklah gunakan jilbab.”
Berkata Imam al-Syaukani dalam Tafsir Durrul Mantsur, bahwa ayat ini sabab-nuzulnya adalah berkenaan dengan peristiwa keluarnya Saudah Radliyallah 'Anha yang dicela oleh Umar Radliyallah 'Anhu, lalu turun ayat ini yang membolehkan wanita keluar rumah untuk suatu kepentingan asal mereka menutup jilbabnya.
Saat turun Ayat Jilbab ini para shahabiyah langsung melaksanakannya tanpa banyak alasan dan keberatan.
Diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'Anha, menyebutkan, bahwa setelah turun ayat di atas, maka para wanita Anshar keluar rumah seolah-seolah di kepala-kepala mereka ada burung Gagak (Al-Ghirban), karena jilbab yang mereka kenakan dengan bahan yang seadanya yang mereka temui saat itu juga.” (HR. Al-Bukhari)
Kedua, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman kepada para wanita mukminah dengan memerintahkan kepada mereka beberapa perintah untuk membedakan mereka dari wanita jahiliyah dan musyrikah.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (QS. Al-Nuur: 31)
Ketiga, Allah melarang kaum wanita muslimah bertabarruj (bersolek) ala jahiliyah dengan hanya meletakkan kain (kerudung) di atas kepalanya tanpa diikat sehingga terlihat leher dan kalungnya serta anting mereka terlihat. (Maa Laa Yasa'u al Muslima Jahluhu” karya DR. Abdullah al Mushlih dan DR. Shalah Shawi: 235)
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Keempat, sedangkan dari sunnah, terdapat ancaman yang keras atas wanita yang tidak berjilbab, memakai baju tapi masih menampakkan anggota tubuh yang wajib ditutup (berpakaian tapi telanjang) bahwa mereka tidak akan masuk surga dan tidak pula mencium bau wanginya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Polri Menentang Allah
Sedikit kegembiraan buat muslimah di institusi Polri, mengenakan kerudung sebagai identitas kemuslimahan mereka sekaligus pelaksanaan kewajiban dalam agama mereka.
Kapolri baru, Jend Polisi Sutarman membolehkan Polwan berjilbab tanpa menunggu aturan. Kemudian ini diikuti oleh maraknya Polwan berjilbab di seluruh Indonesia.
Walaupun seharusnya seorang pemimpin yang muslim mewajibkan berjilbab atas wanita yang dipimpinnya; bukan hanya dibolehkan. Namun, sudah sedikti lumayan. Daripada selama ini, institusi yang banyak kaum musliminnya melarang kewajiban dalam Islam yang disepakati ulama ini.
Namun isu tidak sedap kembali datang, terbit Telegram Rahasia dari Wakapolri, Komjen Oegroseno terkait penundaan penggunaan jilbab di kalangan Polwan dengan berbagai dalih. Tentunya ini berkonsekuensi, Polwan harus menanggalkan jilbabnya.
Sikap yang ditunjukkan instutusi Polri ini adalah sikap menetang Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Individu yang duduk di posisi strategis yang beragama Islam dan menentang kewajiban dari Allah tersebut terancam batal keislamannya. Jika dia mati, maka matinya di atas kekafiran dan diharamkan surga atasnya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal: 13)
Sikap menghalang-halangi dan menentang diterapkannya ajaran Islam adalah sikap orang munafikin. Orang munafik semacam ini, klaim iman mereka tidak diakui oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
لَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS. Al-Nisa’: 61)
Sikap berpaling dan menentang diamalkannya ajaran Islam tidak mungkin muncul dari orang muslim. Sikap ini hanya muncul dari orang munafik. Karenanya di ayat disebutkan disebutkan, “niscaya kamu lihat orang-orang munafik”. Sebab orang beriman yang sesungguhnya berkewajiban tunduk kepada perintah Allah dan Rasul-Nya tanpa menentangnya. (Lihat: Al-Qaul al-Mufid Syarh Kitab al-Tauhid, Syaikh Ibnul Utsaimin: 2/99)
Sikap Orang Beriman Terhadap Kewajiban Jilbab atas Muslimah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala terangkan tentang sifat orang beriman saat dihadapkan kepada aturan (baca; syariat) Islam,
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan." "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Nuur: 51)
Allah berfirman tentang saat dihadapkan pada dua pilihan, sesuai dengan ketentuan Islam dan berlawanan dengannya,
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang beriman dan tidak (pula) bagi perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
Dalam Kitab “Maa Laa Yasa'u al Muslima Jahluhu” disebutkan, “Jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu tak seorangpun boleh menyelisihinya, mencari alternative lain, pendapat, atau komentar lain. Bagi seluruh orang beriman wajib menjadikan pendapat dan pilihannya mengikuti petunjuk dan keputusan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam.” Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!