Kamis, 21 Jumadil Awwal 1446 H / 20 Juni 2024 05:24 wib
3.466 views
Ipar Menjadi Maut, Mengapa Terjadi?
Oleh: Desti Ritdamaya
Pertengahan Juni ini, jagat hiburan diramaikan dengan rilis film ipar adalah maut. Film drama adaptasi dari kisah nyata yang viral di Tik Tok. Film yang bercerita tentang hancurnya rumah tangga karena perselingkuhan suami dengan adik kandung istri sendiri.
Bukan kisah ini saja rumah tangga hancur karena ipar. Kisah setipe ramai dalam dunia nyata. Perselingkuhan yang melibatkan pasangan suami istri dengan ipar laki-laki maupun perempuan. Yang miris perselingkuhannya baru terdeteksi dalam waktu lama. Karena masing-masing pasangan awalnya tak menaruh curiga dengan keluarga sendiri.
Ini menunjukkan minimnya pemahaman terkait kedudukan ipar dalam Islam. Banyak yang menganggap ipar bagian keluarga layaknya saudara sedarah. Tak diperhatikan lagi batasan pergaulan di dalamnya. Hatta perzinahan terjadi dengan keluarga terdekat. Bagaimana sebenarnya kedudukan ipar dalam Islam?
Ipar, Mahramkah?
Dalam Islam diksi mahram dan non mahram bermakna syar’i. Muslim harus memahami hukum pergaulan (pertemuan dan interaksi) dengan mahram dan non mahram serta berbagai konsekuensi pergaulannya. Islam mengatur hal ini secara rinci dan mendetail.
Mahram adalah perempuan yang haram dinikahi oleh laki-laki. Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam surat an Nisa ayat 22-24 :
وَلَا تَنْكِحُوْا مَا نَكَحَ اٰبَاۤؤُكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً وَّمَقْتًا وَسَاۤءَسَبِيْلًا (٢٢)
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا(٢٣)
وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۚ كِتٰبَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ ۚ
Artinya : Dan janganlah kamu nikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu (QS. An Nisa ayat 22-24).
Perincian dari ayat mulia di atas, mahram terbagi menjadi dua yaitu mahram muabbad dan muaqqat. Mahram muabbad maksudnya perempuan yang haram dinikahi laki-laki selamanya karena nasab (keturunan), sepersusuan dan pernikahan. Karena mahram jenis ini bukan objek syahwat (laa mahalla asy-syahwati).
Dari nasab (keturunan) meliputi ibu hingga ke atas (nenek, buyut dan seterusnya) dari pihak ayah dan ibu; anak perempuan hingga ke bawah (cucu, cicit dan seterusnya) baik dari anak laki-laki dan perempuan; saudara perempuan sekandung, sebapak atau seibu; keponakan perempuan dari saudara laki-laki atau perempuan sekandung, sebapak atau seibu; dan bibi dari pihak ayah dan ibu yang sekandung, sebapak atau seibu.
Dari sepersusuan meliputi ibu yang menyusui hingga ke atas (dari ayah maupun ibu menyusui); anak perempuan susuan hingga ke bawah; saudara perempuan sepersusuan; keponakan perempuan dari saudara sepersusuan; bibi sepersusuan. Dikatakan anak susuan jika bayi laki-laki sebelum usia 2 tahun qamariyah telah menyusu minimal 5 kali susuan hingga kenyang (melepas sendiri susuan).
Dari pernikahan meliputi ibu tiri hingga ke atas (baik dari ayah maupun ibu tiri); anak tiri hingga ke bawah ketika sudah bercampur dengan istri; menantu perempuan dari anak kandung hingga ke bawah; ibu mertua hingga ke atas (baik dari ayah maupun ibu istri).
Mahram muaqqat maksudnya perempuan yang haram dinikahi seorang laki-laki sementara waktu karena kondisi tertentu. Jika kondisinya hilang, maka menjadi halal. Misalnya kondisi lantaran larangan menggabung dua perempuan bersaudara. Meliputi saudara perempuan istri (ipar) yang sekandung, sebapak, seibu; bibi istri (dari ayah atau ibu istri); keponakan istri (dari saudara laki-laki atau perempuan). Kondisi lantaran larangan poliandri. Meliputi istri orang lain termasuk istri dari saudara laki-laki (ipar) baik sekandung, sebapak, seibu. Kondisi lantaran perceraian meliputi istri yang ditalaq tiga sebelum dinikahi orang lain. Jelaslah, ipar termasuk mahram muaqqat.
Pergaulan Tak Terjaga dengan Ipar
Yang harus dipahami ada perbedaan hukum pergaulan laki-laki dengan mahram muabbad dan mahram muaqqat. Untuk mahram muabbad, laki-laki boleh melihat auratnya lebih dari wajah dan kedua telapak tangan sampai batas mahallu zinah (tempat perhiasan). Seperti rambut, leher, tempat gelang tangan, tempat gelang kaki, tempat kalung di leher, dan anggota badan lain, yang memang layak disebut tempat perhiasan. Boleh khalwat, ikhtilah dan menemani safar. Termasuk tak batal wudhu ketika saling bersentuhan kulit.
Untuk mahram muaqqat statusnya seperti non mahram/ajnabi (orang asing). Terlarang bagi laki-laki untuk melihat auratnya. Batal wudhu ketika saling bersentuhan kulit. Pergaulannya hanya diperbolehkan jika ada hajat syar’i. Karena pergaulan dengan ipar secara fitrah berpotensi membangkitkan gharizah na’u (naluri melestarikan jenis). Sehingga terlarang untuk khalwat, ikhtilat dan menemani safar.
Ipar menjadi maut tak ada sebab lain kecuali tak terjaganya pergaulan di dalamnya. Maksudnya ada pelanggaran hukum syara’ terkait pergaulan laki-laki dengan iparnya. Seperti melihat aurat, berkhalwat, berikhtilat, tabarruj dan sebagainya. Sehingga gharizah nau’ mendominasi dan mengalahkan iman dan akal sehatnya. Ketika ipar menjadi maut, maka rusaklah agama dan hancurlah hubungan keluarga.
Perselingkuhan dengan ipar hingga terjadi perzinahan dipandang sebagai perbuatan keji dan dosa besar (kabaair). Pelakunya diberlakukan sanksi hudud. Yaitu jilid bagi pelaku yang ghairu muhsan (belum menikah) dan rajam bagi pelaku muhsan (sudah menikah). Sanksi tersebut sebagai jawabir (penebus dosa), sekaligus zawajir (pencegah orang lain untuk berbuat zina)
Sebagaimana firman Allah SWT dan hadits Rasulullah SAW :
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman (QS. An Nuur ayat 2).
خُذُوا عَنِّي خُذُوا عَنِّي قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ
Artinya : Ambillah dariku, ambillah dariku. Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain kepada mereka, yaitu orang yang belum menikah (berzina) dengan orang yang belum menikah, (hukumnya) dera 100 kali dan diasingkan setahun. Adapun orang yang sudah menikah (berzina) dengan orang yang sudah menikah (hukumnya) dera 100 kali dan rajam (HR.Muslim). Wallahu a’lam bish-shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!