Sabtu, 27 Jumadil Awwal 1446 H / 11 April 2020 20:26 wib
4.073 views
Napi Bebas, Masyarakat Was-was
Oleh:
Andi Annisa
Aktivis Dakwah
MASIH ingatkah kita dengan nasihat Alm. Arie Hendro Saputro yang memainkan peran sebagai bang Napi dalam sebuah acara TV swasta berjudul “Sergap”? Nasihat bang Napi kurang lebih seperti ini "Ingat! Kejahatan bukan semata-mata karena ada niat dari pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah! Waspadalah!” demikianlah nasihat bang Napi yang kerapkali muncul diakhir segmen acara tersebut. Generasi 90-an tentu tidak asing dengan nasihat ini.
Dan benar. Kejahatan akan mudah dilancarkan ketika si pelaku memiliki kesempatan. Namun berbeda hal nya ketika mereka telah berada di balik jeruji, maka tak ada lagi kesempatan bagi mereka untuk melakukan niat jahatnya. Namun sayangnya, para napi seolah mendapat angina segar dengan adanya usulan pembebasan di tengah pandemi Corona. Ada kesempatan bagi beberapa napi untuk kembali melakukan tindak kejahatannya.
Sebagai bukti adalah seperti dilakukan MS (32) warga Kelurahan Pangarangan, Kecamatan/Kabupaten Sumenep, Madura. Yang sebelumnya mendapat hukuman 2 tahun penjara dan telah menjalani 1 tahun penjara di Lapas Blitar, lantas dibebaskan akibat merebaknya virus corona. Sekitar pukul 20.45 WIB, pelaku mengincar sepeda motor milik pedagang sayur yang tengah sibuk menghantarkan dagangan ke pembeli. Namun langsung diketahui pemiliknya yang baru pulang ke lapak melihat sepeda motornya didorong oleh dua orang pemuda yang salah satunya pelaku ini. Korban langsung teriak maling, sontak membuat pedagang sekitar mengejar pelaku. Hingga akhirnya berhasil menangkap pelaku yang saking bingungnya memilih jalan buntu dan menghadiahinya bogem mentah (harianaceh.co.id 07/04/2020).
Tak hanya itu, Seorang maling beraksi di siang bolong di Desa Lempa, Kecamatan Pammana, Kabupaten Wajo. Namanya Rudi, seorang residivis. Dari informasi yang dihimpun, dirinya dibebaskan dari Rutan Kelas II B Sengkang lantaran pandemi virus corona atau Covid-19 beberapa hari lalu. Nyaris jadi bulan-bulanan warga, beruntung pihak kepolisian setempat langsung mengamankannya (Makassar.tribunnews.com 08/04/2020).
Bebasnya narapidana berkaitan keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang telah mengeluarkan dan membebaskan 35.676 narapidana, termasuk anak binaan melalui program asimilasi dan integrasi. Narapidana yang keluar melalui asimilasi sebanyak 33.078 dan anak binaan sebanyak 783. Sementara Narapidana yang bebas melalui integrasi sebanyak 1.776 dan anak binaan sebanyak 39 (cnnindonesia.com 08/04/2020).
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah yang dirasakan rakyat saat ini. Betapa tidak, masyarakat saat ini bukan hanya harus merasa was-was pada penyebaran virus Corona, tetapi juga merasa was-was akan bebasnya para nara pidana. Terlebih lagi, dampak dari pandemi Corona berimbas pada perekonomian rakyat. Maka dengan dibebaskannya Napi tentu akan lebih membuat rakyat risau.
Jika alasan dibebaskannya napi adalah untuk mencegah pandemi Corona, maka bukankah berada di balik jeruji sejatinya lebih aman? Mengingat anjuran pemerintah untuk memutus rantai penyebaran Corona adalah melalui social distancing dan imbauan untuk tetap di rumah. Maka, ketika berada di luar penjara seharusnya resiko tertulari virus akan lebih besar lagi.
Dalam hal pemberian efek jera, maka jelaslah bahwa kembali berulahnya sebagian napi menunjukkan kurangnya efek jera yang mereka dapatkan. Bukannya mematuhi imbauan yakni diam tinggal di rumah dan merenungi kesalahannya, mereka justru berulah kembali.
Islam: Zawajir dan Jawabir
Inilah mirisnya penerapan sanksi dalam sistem sekuler kapitalis. Berbeda halnya ketika sistem sanksi yang diterapkan sesuai dengan aturan Islam. Sanksi di dalam Islam bersifat zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa).
Sistem sanksi didalam Islam dikatakan sebagai Jawabir adalah berdasarkan sebuah hadits. Dari Buraidah, Ia menuturkan: Seorang Wanita yang disebut Al Ghamidiyah datang menemui Rasulullah Salallahu’alaihi wa sallam Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina. Sucikanlah aku!” Tapi Rasulullah menolak pengakuannya tersebut.Keesokan harinya, Ia datang kembali kepada Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa Anda menolak pengakuanku? Mungkin Anda menolakku sebagaimana menolak pengakuan Ma’iz? Demi Allah,saat ini aku sedang Hamil”. Rasulullah mengatakan, “Baiklah, kalau begitu kamu pergi dulu sampai kamu melahirkan anakmu”.
Seusai melahirkan, wanita itu kembali menghadap Rasulullah sambil menggendong bayinya itu dalam selembar kain seraya melapor, “Inilah bayi yang telah aku lahirkan“. Beliau bersabda,”susuilah bayi ini hingga di sapih.” Setelah disapih, wanita tesebut kembali menghadap beliau dengan membawa bayinya sedang ditangannya memegang sepotong roti. Ia berkata, “Wahai Nabi,aku telah menyapihnya. Ia sudah bisa memakan makanan.”
Beliau memerintahkan agar menggali lubang sampai diatas dada, lalu memerintahkan orang-orang untuk merajam wanita tersebut. Kemudian Rasulullah mensholatkannya. Umar bertanya, ” Engkau mensholatinya, wahai Rasulullah, padahal ia telah berzina?” Beliau menjawab, “Ia telah bertaubat dengan taubat yang sekiranya dibagikan kpd 70 penduduk Madinah niscaya mencukupinya; apakah kamu menemukan taubat yang lebih baik daripada orang yang menyerahkan jiwanya karena Allah?”.(HR.Muslim,11/374.)
Kisah si wanita pezina di atas menggambarkan betapa mulianya sistem sanksi dalam sIslam, sebab ketika si pelaku telah mendapatkan sanksi atas perbuatannya sesuai dengan Islam, maka itu adalah penebus dosa baginya.
Adapun sebagai Zawajir, bisa kita ambil contoh tindakan kriminal berupa pembunuhan. Di dalam Islam berlaku hukum Qishash. Ini bisa kita lihat dari firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih dan dalam qishâsh itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah:178-179)
Sedangkan dalil dari Sunnah di antaranya adalah hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullâh SAW bersabda:
“Siapa yang menjadi keluarga korban terbunuh maka ia memilih dua pilihan, bisa memilih diyat dan bisa qishâsh (balas bunuh).” (HR al-Jama’ah)
Hukum bagi pembunuh adalah dibunuh. Bila tidak, maka si pelaku harus membayar diyat. Maka dengan begitu, setiap orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan penganiayaan dan pembunuhan karena ancaman pidananya sangat berat sebagaimana riwayat Abdullah bin Amru bin al-Ash, “Untuk pembunuhan seperti sengaja sebesar 100 ekor unta yang 40 ekor adalah unta yang sedang bunting.” Jika dinominalkan ke dalam bentuk uang, maka diyat tersebut dapat mencapai kisaran miliaran rupiah.
Dengan beratnya sanksi yang diberi, dan tingginya diyat yang harus dibayar tentu akan mencegah orang lain untuk melakukan tindakan criminal. Selain memberi pencegahan, tentunya juga akan memberi efek jera. Allah Swt. berfirman:
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.”(QS. Al-Baqarah [2]:179)
Inilah bentuk tegas dari penerapan sanksi di dalam Islam. Sistem yang selama ini dianggap menakutkan justru hadir sebagai solusi bagi seluruh probelmatika umat termasuk dalam hal mencegah kriminalitas. Dan sungguh penerapan sanksi dalam Islam membutuhkan peran negara dalam menerapkannya. Selama negara masih menerapkan sistem sekuler kapitalis, maka seluruh aturan dalam Islam takkan bisa diterapkan sepenuhnya. Padahal, Allah SWT memerintahkan di dalam firmanNya:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam Kaffah (keseluruhan)…” (QS. Al Baqarah: 208)
Kaffah (menyeluruh) disini berarti semua perintah dan larangan Allah wajib dilaksanakan termasuk di dalamnya adalah penerapan sanksi sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Wallahu A’lam.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!