Jum'at, 27 Jumadil Awwal 1446 H / 20 Maret 2020 17:28 wib
37.402 views
Sikap Terbaik Seorang Muslim Menyikapi Corona
Oleh:
Muhammad Akbar, S.Pd*
BEBERAPA akhir ini dunia sedang digemparkan dengan sebuah virus yang bernama Corona Virus Disease (Covid-19), yang mulai juga tersebar ke Indonesia. Bahkan jumlah penderitanya mulai meningkat. Bahkan data terbaru yang di sampaikan oleh BNPB (19/03/2020) tercatat 309 positif dan 25 orang telah meninggal serta 15 orang dinyatakan sembuh, dan data ini baru di Indonesia tentu skala dunia lebih besar korbannya lagi.
Atas wabah ini, sebagai seorang muslim. Kita harus bijak dalam menyikapinya. Melihat dan mengukur wabah ini dengan cara pandang Islami (worldview Islam). Senantiasa mengaitkan antara aspek empiris, rasional dengan aspek ilahi. Bukan dengan cara pandang sekuler, yang meniadakan peran Ilahi dalam alam realitas yang terjadi. Padahal, semua yang terjadi di muka bumi ini adalah kehendak dan irada Allah. Tulisan singkat ini, saya mencoba mengurai beberapa hal yang penting untuk kita perhatikan dalam menyikapi wabah virus corona ini.
A. Wabah dalam Tinjauan Sejarah
Dalam catatan sejarah, penyakit seperti ini telah terjadi baik di zaman Rasulullah dan juga zaman para sahabat dan setelahnya, termasuk yang paling sering kita dengar di zaman Khalifah Umar bin Khattab yakni penyakit Tha’un Amwas. Olehnya itu, wabah seperti ini bukan sesuatu yang baru.
Wabah tha’un yang menyebar di daerah Amwas merupakan penyakit kulit mematikan. Sejenis penyakit kusta atau lepra. Ia berasal dari virus yang awalnya menyerang hewan ternak. Orang yang terjangkit akan muncul borok pada kulitnya.
Wabah sangat cepat menyebar di seluruh negeri Syam. Banyak manusia terjangkit sehingga dalam tempo singkat puluhan ribu jiwa meninggal dunia. Di antara mereka yang menjadi korban adalah Abu Ubaidah dan Mu’adz bin Jabar, dua sahabat Nabi yang masyhur.
Dulu, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, beliau pernah berpesan kepada para sahabat terkait wabah mematikan ini. Para sahabat kembali teringat pesan tersebut saat wabah ini menyebar.
Artinya: “Jika kalian mendengar tentang wabah (tha’un) di suatu negeri, maka janganlah kamu memasuki negeri itu. Apabila kalian berada di negeri yang terjangkit wabah itu, maka janganlah kalian keluar darinya karena hendak melarikan diri darinya.” (Riwayat Muslim).
Para sahabat yang hidup di masa tersebarnya wabah tha’un mematuhi sabda Rasulullah. Sebagai contoh, Ketika Khalifah Umar memanggil Abu Ubaidah kembali ke Madinah, dengan penuh rasa hormat sahabat yang menjadi tameng Rasulullah di Perang Uhud itu menolak.
Beliau menulis dalam suratnya yang ia tujukan untuk sang khalifah:
Artinya: “Wahai Amirul Mukminin, aku telah memahami keperluan Anda. Tetapi aku sedang berada di tengah-tengah kaum Muslimin yang sedang ditimpa malapetaka di Syam ini. Dan tidak patut aku menyelamatkan diri sendiri. Aku tidak mau meninggalkan mereka sampai Allah menjatuhkan takdir-Nya atas diriku dan mereka. Bila surat ini telah sampai di tangan Anda, bebaskanlah aku dari perintah Anda dan izinkanlah aku tetap tinggal di sini.” (Al-Basya, 2005: 7).
Umar menangis membaca surat sahabatnya itu. Tidak lama berselang, terdengar berita duka bahwa Abu Ubaidah menjadi salah satu korban dari wabah mematikan tersebut. Para sejarawan muslim mencatat sekitar 25.000 sampai 30.000 korban meninggal akibat wabah tha’un di Syam. Salah satu wabah penyakit terparah dalam catatan sejarah Islam.
Akibat wabah ini beberapa sahabat mulia menjadi korbannya diantaranya Muadz bin Jabbal serta putranya Abdurrahman. Pada akhirnya kepemimpinan di ambil alih oleh Amr bin Al-Ash dan mengatakan kepada kaum muslimin.
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya penyakit ini apabila menimpa maka ia akan bekerja bagaikan bara api maka bentengilah dari penyakit ini dengan berlari ke gunung-gunung.” (Diriwayatkan dari Imam Ibn Hajar Al-Asqalani dalam kitab Badzal Maa’un hal 163).
Setelah solusi yang disampaikan Amr bin Al-Ash ini diikuti oleh kaum muslimin, agar mereka menghindari pertemuan dan perkumpulan. Serta untuk sementara waktu mereka berada di lembah-lembah dan gunung hingga wabah tersebut hilang di tengah masyarakat setelah beberapa bulan lamanya. Olehnya itu, apa yang di lakukan oleh pemerintah hari ini sudah tepat agar setiap warga Negara berdiam diri untuk sementara waktu berada di dalam rumah masing-masing yang di kenal dengan istilah Lockdown.
B. Wabah adalah Takdir Allah
Menyebarnya wabah virus Corona ini seharusnya lebih mendekatkan diri kita kepada Allah Azza wa Jalla yang menandakan bahwa manusia adalah makhluk sangat lemah dibandingkan dengan kekuasaan dan kebesaran Allah. Yakinlah, setiap yang terjadi telah ditakdirkan oleh Allah, dan tidak ada sesuatu yang menimpa setiap manusia kecuali itu telah menjadi ketetapan Allah.
Sebab, diantara tanda keimanan seorang mukmin adalah dengan mencakup enam rukun, dan yang terakhir adalah beriman kepada takdir Allah baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk. Salah memahami takdir ini akan berakibat fatal bagi keimanan seseorang.
Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS. Al An’am: 59).
Sedangkan dalil dari As Sunnah, di antaranya adalah sabda Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam,
Artinya: “… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim).
Mengimani takdir bahwa segala kehendak Allah meliputi segala sesuatu, baik yang terjadi maupun yang tidak terjadi, baik perkara yang kecil dan perkara yang besar, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, baik yang terjadi di langit dan di bumi, sama halnya dengan wabah penyakit corona hari ini. Semuanya itu terjadi atas kehendak dan takdir dari Allah.
Hal ini menjadi sikap terbaik yang harus kita miliki ditengah menyebarnya virus corona dikalangan umat manusia. Keimanan terhadap takdir dan kehendak Allah yang harus diperkuat, bahwa tidak ada yang akan menimpa kita baik itu kebaikan ataupun keburukan, kecuali hal itu telah digariskan Allah kepada kita. Sebagimana nasehat Rasullah kepada Abdullah bin Abbas.
Abdullah bin ‘Abbas menceritakan, suatu hari saya berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. Tirmidzi & Imam Ahmad).
Baca dan renungilah nasehat Rasulullah kepada Abdullah bin Abbas, yang kelak akan menjadi seorang pemimpin dunia, dengan nasehat yang sangat mendalam pentingnya menjaga keimanan dan hak-hak Allah serta kekokohan keyakinan akan takdir Allah.
Tidak ada sesuatu apapun yang menimpa setiap manusia kecuali itu atas izin dan kehendak Allah. Begitupun dengan sebuah penyakit yang menimpa setiap orang, itu adalah merupakan takdir dan ketentuan Allah. Olehnya itu, setiap kita harus meyakini dan memperkuat keimanan kita terhadap takdir, kehendak dan kekuasaan Allah. Ini adalah sikap pertama yang harus dimiliki oleh seorang muslim.
C. Muhasabah dari Kemaksiatan
Sikap yang kedua yang harus kita miliki adalah muhasabah dan evaluasi diri dari segala perbuatan dan kemaksiatan yang telah kita kerjakan. Dengan wabah ini seharusnya lebih membuat kita sadar dan takut kepada Allah serta kembali kepada-Nya. Lebih semangat dan gigih lagi dalam melakukan amalan ibadah serta memenuhi hak-hak Allah dan menjauhi segala larangannya.
Hal yang paling penting juga kita evaluasi adalah perbuatan-perbuatan dosa dan kemaksiatan yang telah kita kerjakan. Bahwa, dosa yang kita lakukan secara personal dan berjamaah, bisa menjadi sebab datangnya setiap penyakit dan musibah yang menimpa setiap kaum.
Suatu hari, di hadapan kaum Muhajirin, Nabi ﷺmemberikan pesan penting untuk diperhatikan. Kata beliau, “Wahai golongan Muhajirin, lima perkara apabila kalian mendapat cobaan dengannya, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mengalaminya!” Beliau menlanjutkan:
Artinya: “Tidaklah kekejian menyebar di suatu kaum, kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha’un dan sakit yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka. Tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang dhalim. Tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan. Tidaklah mereka melanggar janji Allah dan Rasul-Nya kecuali Allah akan kuasakan atas mereka musuh dari luar mereka dan menguasainya. Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan tidak menganggap lebih baik apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan rasa takut di antara mereka.” (HR. Ibnu Majah).
Benar bahwa menebarnya wabah serta penyakit yang sebelumnya belum ada karena adanya kekejian yang merajalela dan dilakukan secara terang-terangan. Kemaksiatan menjadi sesuatu yang lumrah di tengah masyarakat, zina pelacuran, perselingkuhan dan bukankah hal tersebut nampak terjadi ditengah kehidupan masyarakat hari ini.
Kemaksitan yang dianggap biasa-biasa saja, bahkan mereka dengan lancang membela segala bentuk kemaksiatan dan mencela segala bentuk kebaikan. Para wanita muslimah yang terjaga auratnya mereka caci maki dan cela, akan tetapi para wanita yang mengumbar aurat, mulai dari rambutnya sampai dada dan pahanya mereka bela bahkan mereka dukung secara terang-terangan.
Hadits ini pula mengajarkan ilmu yang sangat bermanfaat bagi para pemimpin, agar mereka senantiasa memperhatikan rakyatnya. Mereka menegakkan keadilan yang seadil-adilnya, tidak berbuat dzalim terhadap masyarakatnya. Tidak berhukum dengan hukum selain hukum Allah. Karena dengan inilah apa yang ia pimpin akan mendapatkan rahmat dan membuat negerinya di berkahi oleh Allah.
Jika kemaksiatan dan kedzaliman terus merajalela, maka sepantas nya sebagai seorang muslim untuk senantiasa menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar, senantiasa bersaura lantang dalam menyampaikan keberanan dan menolak segala bentuk kebatilah dan keburukan. Rasulullah pernah bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla tidak mengadzab manusia secara umum hanya karena perbuatan dosa segelintir orang, sehingga mereka melihat kemungkaran dan mereka pun mampu untuk mengingkarinya, namun mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka telah melakukan hal itu, maka Allah akan menyiksa segelintir orang itu dan juga manusia secara menyeluruh.” (HR. Ahmad).
Olehnya itu, solusi dalam menghadapi virus dan wabah yang menyebar hari ini dengan senantiasa berenung dan beristighfar dengan segala kemaksiatan yang telah kita kerjakan. Mulai sekarang, mari jauhkan diri kita dari segala bentuk kemaksiatan, keburukan, kedzhaliman serta memerkuat amar ma’ruf dan nahi mungkar untuk mencegah datangnya adzab dari Allah Azza wajalla. Berkata Ibnu Syubrumah rahimahullah:
Artinya: “Aku heran kepada manusia, sangat berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan karena takut penyakit, tapi tidak hati-hati dari dosa karena takut neraka”. (Siyar A’laam AnNubalaa 6/348).
D. Takutlah Kepada Kematian
Yah, hari ini begitu banyak manusia yang sangat takut dengan wabah virus corona ini. Padahal virus tersebut belum tentu menimpa dirinya. Namun, mengapa di antara mereka tidak ada yang merasa takut dengan kematian yang sudah pasti akan menimpanya, tanpa diketahui baik bulan, hari, jam, menit dan detiknya, yang pasti kematian akan datang kepadanya baik cepat atau lambat.
Yakinlah, bahwa kematian akan datang dimana pun kita berada. Baik di dalam rumah dan ditempat-tempat keramaian, dalam keadaan duduk, baring dan berjalan. Maka kematian adalah ketetapan yang kita tidak bisa lari bersembunyi darinya walaupun kita berlari ke ujung barat dan timur, bahkan ke balik gunung dan sampai penghujung samudera. Sebab Allah Ta’ala mengatakan:
Artinya: “Di mana saja kamu berada, kematian pasti akan mendapatkanmu, meskipun kamu berlindung di dalam benteng yang tinggi nan kokoh…” (Q.S An-Nisa: 78).
Olehnya itu, sangat mengherankan jika manusia takut dengan penyakit dan wabah ini. Namun, tidak takut dan peduli terhadap kematian yang pasti akan menjumpainya. Lihatlah pesan Nabi yang menjadi renungan bagi kita semua agar senantiasa mengingat kematian.
Artinya: “Perbanyaklah kalian dalam mengingat penghancur segala kelezatan dunia, yaitu kematian.” (HR at-Tirmidzi).
Semoga dengan penyebaran wabah ini, menjadi pengingat dan penyadar bagi kita semua agar lebih mendekatkan diri kepada Allah, bertaubat dengan segala dosa dan maksiat yang telah kita kerjakan. Serta melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Dan menjadi jalan untuk kita kembali kepada Allah dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi laragannya.
Dalam pandangan Islam, ikhtiar sangatlah dibolehkan. Kita di ajarkan agar berusaha menjaga diri kita dari berbagai bentuk perbuatan yang dapat mencelakakan tubuh kita. Sebab itu, dengan berbagai usaha dan ikhtiar kita lakukan untuk mencegah wabah tersebut menimpa diri kita dengan menjaga kebersihan, memperbanyak doa, istighfar dan amalan ibadah lainnya.**
*Penulis Buku, Aktivis Media Islam, Pimpinan Mujahid Dakwah Media, Pendiri Madani Institute dan Pembina Daar Al-Qalam)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!