Ahad, 27 Jumadil Awwal 1446 H / 15 Maret 2020 01:08 wib
4.337 views
Harga Gula Melejit, Hidup Rakyat Kian Pahit
MANISNYA rasa gula tak semanis harganya. Beberapa pekan terakhir masyarakat dibikin gundah dengan kenaikan harga gula yang terus merangkak hingga tembus dengan harga eceran 16.500 per kilogram. Harga tersebut diatas HET yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu sekitar Rp.12.500 per kilogram (cnnindonesia.com, 9/3/2020).
Parahnya, kenaikan harga gula juga diikuti oleh kenaikan harga beberapa komoditas pangan yang lain, seperti beras, telur dan minyak goreng. Belum lagi kenaikan kebutuhan lain seperti bawang putih, yang diikuti juga dengan kenaikan harga empon-empon yang beberapa pekan naik daun karena dipercaya oleh masyarakat dapat mencegah masuknya virus Corona yang sudah masuk dan makin meluas di Indonesia.
Asosiasi Gula Indonesia memperkirakan, produksi gula pada 2020 hanya mencapai 2,05 ton atau lebih rendah 6,8% dari 2019 sebesar 2,2 juta ton. Hal tersebut diperkirakan karena imbas kemarau panjang yang terjadi tahun lalu. Tenaga Ahli Asosiasi Gula Indonesia (AGI), mengatakan tingginya harga gula disebabkan jumlah pasokannya yang menipis akibat permintaan masyarakat yang tinggi. Terlebih menjelang Ramadhan seperti sekarang ini (kata-kata.co.id, 4/3/2020).
Dengan kondisi tersebut, tak ada solusi lain yang ditempuh pemerintah selain membuka kran Impor. Sebagai solusi untuk menambah pasokan. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, menyatakan bahwa izin impor gula rafinasi yang dikeluarkan pemerintah sepanjang tahun ini sebanyak 3,juta ton. Adapun pemerintah sudah mengeluarkan izin impor sebesar 1,5 juta ton pada semester pertama 2020.
Seolah tak asing lagi, disetiap persoalan kelangkaan barang kebutuhan hidup, solusi yang diambil oleh pemerintah selalu dengan membuka kran impor. Untuk kebutuhan gula saja, data yang dirilis Statista Impor gula Indonesia mencapai 4,45 juta ton untuk periode 2017/2018. Angka tersebut mengalahkan Tiongkok maupun Amerika Serikat, masing -masing mencapai 4,2 juta ton dan 3,11 juta ton.
Tentu saja, sebagai warga negara Indonesia kita merasa miris. Belum lama didaulat sebagai negara maju, namun faktanya persoalan ekonomi membuat rakyat justru makin susah. Padahal Indonesia terkenal sebagai negara yang sangat subur, namun untuk ketahanan pangan saja masih sangat lemah dan pemenuhannya selalu bergantung pada impor, alias beli ke negeri tetangga. Di sisi lain, kebijakan impor tidak hanya mematikan produktivitas petani, tapi juga melemahkan kedaulatan negara.
Belajar dari Islam
Bangsa ini harus belajar dari sejarah keagungan sistem Islam. Supaya kembali pada sistem Islam, karena hanya Islam yang memiliki konsep paripurna dalam membangun ketahanan pangan. Bahkan, tertulis dalam sejarah, meski wiilayah kekuasaan Islam sangat luas, Kekhilafahan mampu menciptakan kedaulatan pangan.
Ada beberapa prinsip pokok tentang ketahanan pangan yang pernah digagas dan diterapkan oleh Nabi Yusuf, yang pernah diterapkan di masa Kekhilafahan Islam yang panjang. Dan tetap relevan untuk diterapkan di masa mendatang.
Pertama, optimalisasi produksi. Yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk usaha pertanian berkelanjutan yang mampu menghasilkan bahan pangan. Disinilah peran berbagai aplikasi dan teknologi dioptimalkan untuk mendukung keberhasilan usaha pertanian.
Kedua, adaptasi gaya hidup. Agar masyarakat tidak berlebihan dalam konsumsi pangan. Rasulullah mengajarkan supaya seorang mukmin baru "makan tatkala lapar, dan berhenti sebelum kekenyangan".
Ketiga, manajemen logistic. Dimana masalah pangan beserta proses yang menyertainya (irigasi, pupuk,anti hama), semuanya dalam kendali pemerintah, dengan memperbanyak cadangan saat melimpah dan akan mendistribusikan secara selektif saat persediaan menurun.
Keempat, prediksi iklim. Yaitu analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrem dengan mempelajari fenomena alam seperti curah hujan, kelembaban udara, penguapan air permukaan berikut intensitas sinar matahari yang diterima bumi.
Kelima, mitigasi bencana kerawanan pangan. Adalah antisipasi terhadap kemungkinan kondisi rawan pangan karena faktor alam. Mitigasi ini berikut tuntutan untuk saling berbagi di tengah masyarakat saat kondisi sulit.
Sebagian ilmuwan pertanian dalam sejarah Islam menuliskan semua prinsip ketahanan pangan, nyaris dalam satu buku. Dibahas di dalam buku tersebut tentang jenis lahan pertanian dan pilihan tanah, berbagai macam pupuk, alat pertanian dan karya budidaya, sumber air, saluran irigasi, tanaman, pembibitan, penanaman, penanaman, pemangkasan hingga pencakokan buah.
Mereka juga membahas tentang budidaya Serelia, kacang-kacangan, sayuran, bunga, umbi-umbian, juga tanaman untuk parfum. Tak luput dibahas tentang tumbuhan dan hewan beracun serta teknik pengawetan buah. Lengkap dengan fiqih pertanian dan akhlak petani.
Peran Utama Negara
Sebagai penyelenggara urusan umat, khilafah juga mengembangkan iklim yang kondusif bagi penelitian dan pengembangan di bidang pertanian. Tak hanya laboratorium perpustakaan yang dibangun, lahan-lahan percobaan pun disediakan. Khilafah memberikan dukungan penuh pada para ilmuan, termasuk dana penelitian disamping penghargaan atas karya yang dihasilkannya.
Tak heran, banyak terlahir ilmuan di bidang pertanian, diantaranya ada Abu Al Khoir, seorang ahli pertanian abad 12. Beliau menulis dan menjelaskan empat cara untuk memanen air hujan dan membuat perairan buatan. Al Khair menegaskan perlunya penggunaan air hujan untuk membantu proses reproduksi pohon zaitun dengan cara stek. Beliau pun menguraikan teknik pembuatan gula dari tebu.
Ahmad Al Muwairi dalam bukunya Nihayah Al Arab fi Funun Al Adab, menjelaskan bahwa pada saat itu juga telah berkembang industri gula yang didukung oleh perkebunan tebu di Faris dan Al -Ahwaz, yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah Laut Tengah. Ia juga menginformasikan penggunaan bajak berat yang digunakan sebelum penanaman tebu.
Dan masih banyak lagi ilmuwan pertanian yang terlahir pada masa kekhilafahan. Tidak heran jika sejarah mencatat keberhasilan Khilafah mensejahterakan rakyatnya.
Saat ini tidak hanya ketahanan pangan saja yang melemah, bahkan kedaulatan pangan tidak dimiliki oleh bangsa ini. Negeri adidaya dengan ideologi kapitalismenya senantiasa menjadikan negeri-negeri jajahannya tunduk dan patuh terhadap kebijakannya, diantaranyamelalui perdagangan bebas antar negara.
Mahalnya gula dan bahan pangan lainnya beserta kebijakan impor adalah sebagian dari lemahnya negara mengatasi problem pangan. Melimpahnya sumber daya alam, banyaknya sumber daya manusia, jika negaranya hanya berfungsi regulator yang mementingkan asing saja, maka kekayaan yang melimpah itu tidak berkorelasi terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Bahkan ketahanan pangan akan tetap terancam.
Menjadikan ketahanan negara hancur tidak harus dengan perang. Hanya dengan melemahkan ketahanan pangannya, sebuah negara bisa saja dikuasai oleh penjajah. Negara yang terus-menerus mengambil kebijakan impor, rakyatnya terpaksa harus menanggung segala konsekuensinya.
Inilah realita kehidupan bangsa yang tidak menggunakan Islam dalam mengatasi berbagai persoalan. Padahal Islam bukanlah agama ritual semata, Islam adalah ideologi yang memiliki konsep dan metode yang sahih. Islam memiliki cara yang unik dalam mencegah dan mengatasi berbagai persoalan kehidupan. Lebih dari semua itu, menerapkan Islam secara kaffah adalah perintah Allah SWT. Wallahu a'lam.
Husnul Aida
Ibu Peduli Negeri
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!