Ahad, 12 Jumadil Awwal 1447 H / 2 November 2025 20:34 wib
488 views
Menteri Sudan: RSF Bunuh 300 Wanita, Perkosa Puluhan Lainnya dalam 2 Hari Setelah Rebut El-Fasher
KHARTOUM, SUDAN (voa-islam.com) - Pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) membunuh 300 perempuan dan memperkosa 25 lainnya dalam dua hari pertama setelah memasuki El-Fasher, ibu kota Negara Bagian Darfur Utara di Sudan bagian barat, kata seorang menteri Sudan.
“RSF membunuh 300 perempuan selama dua hari pertama setelah mereka memasuki El-Fasher,” ungkap Menteri Negara Urusan Sosial, Salma Ishaq, kepada kantor berita Anadolu.
Ia menambahkan bahwa para perempuan di El-Fasher telah “mengalami serangan seksual, kekerasan, dan penyiksaan” sebelum dibunuh.
“Semua perempuan di kota itu menghadapi kekerasan seksual dan pembunuhan. Tidak ada satu pun perempuan yang aman, bahkan anak-anak,” kata sang menteri, seraya mencatat bahwa kasus pemerkosaan yang terdokumentasi telah mencapai 25 orang.
“Ada laporan bahwa jurnalis perempuan juga diperkosa, dan kejahatan ini telah dipublikasikan,” tambahnya.
“Kekerasan seksual bahkan menimpa anak-anak di depan ibu mereka, yang kemudian dibunuh. Semua orang telah melihat adegan ini dalam video,” ujar Ishaq.
“Siapa pun yang meninggalkan El-Fasher menuju Tawila (di Darfur Utara) berada dalam bahaya, karena jalan antara kedua kota itu telah menjadi ‘jalan maut’,” lanjutnya, seraya menunjukkan adanya kekerasan fisik terhadap perempuan disertai penghinaan rasial.
“RSF menggunakan penghinaan dan pemerkosaan sebagai alat terhadap perempuan yang melarikan diri dari El-Fasher.”
Menteri Sudan itu juga mengatakan bahwa masih ada keluarga di El-Fasher yang mengalami penyiksaan, penghinaan, dan kekerasan seksual.
“Apa yang terjadi di El-Fasher adalah tindakan pembersihan etnis yang sistematis—kejahatan besar di mana semua pihak turut bersalah karena diam.”
Kejahatan RSF
Ishaq mengatakan bahwa kejahatan RSF di El-Fasher menyerupai pembantaian yang terjadi di Geneina, ibu kota Darfur Barat, pada tahun 2023.
Menurut laporan PBB pada Januari 2024, antara 10.000 hingga 15.000 orang tewas di Geneina—termasuk gubernur negara bagian—dalam kekerasan berbasis etnis yang dilakukan oleh RSF dan milisi sekutunya.
“Tentu saja, apa yang terjadi di Geneina tidak terdokumentasi seluas di El-Fasher. Dokumentasi video oleh RSF sendiri di Geneina tidak sebanyak di El-Fasher,” jelas Ishaq.
Ia menegaskan bahwa dokumentasi kejahatan RSF kini telah menjadi “bagian dari senjata kelompok pemberontak itu untuk mengalahkan pihak lawan.”
“Keseruan dalam membunuh itu sendiri memberi mereka rasa kemenangan. Secara psikologis, ini merupakan bentuk kemenangan yang sakit. Ini soal dominasi—dan dominasi telah menjadi senjata utama RSF,” tambahnya.
“Jika RSF tetap berada di El-Fasher, mereka akan memusnahkan setiap manusia di Darfur. Ini adalah pembersihan etnis yang sistematis, dan semua orang turut bersalah melalui diamnya,” peringat Ishaq.
Ia kembali menegaskan bahwa diamnya komunitas internasional hanya akan mendorong RSF melakukan lebih banyak kejahatan di El-Fasher dan di seluruh negeri.
Bantuan Kemanusiaan
Terkait bantuan kemanusiaan di El-Fasher, Ishaq mengatakan bahwa bantuan yang dikirimkan melalui beberapa organisasi ke Tawila tidak mencukupi kebutuhan ribuan keluarga pengungsi di kota tersebut.
Ia mencatat bahwa lembaga pemerintah tidak dapat memasuki wilayah itu karena berisiko tinggi terhadap nyawa warga sipil dan pekerja kemanusiaan.
“Tetapi kami tetap berkomunikasi dengan semua pihak dan berupaya menyalurkan dana tanpa pengumuman resmi,” ujarnya.
Pada 26 Oktober, RSF merebut kendali atas El-Fasher dan melakukan “pembantaian” terhadap warga sipil, menurut organisasi lokal dan internasional, di tengah peringatan bahwa serangan itu dapat memperdalam pembagian geografis Sudan.
Pada hari Rabu, pemimpin RSF Mohamed Hamdan Dagalo (Hemedti) mengakui bahwa “telah terjadi pelanggaran” oleh pasukannya di El-Fasher, dan mengklaim bahwa komite penyelidikan telah dibentuk.
Dengan jatuhnya El-Fasher, RSF kini menguasai seluruh lima negara bagian Darfur di barat, dari total 18 negara bagian Sudan, sementara militer Sudan masih menguasai sebagian besar wilayah di 13 negara bagian lainnya—di selatan, utara, timur, dan tengah—termasuk ibu kota Khartoum.
Wilayah Darfur mencakup sekitar seperlima wilayah Sudan, namun sebagian besar dari 50 juta penduduk negara itu tinggal di wilayah yang dikuasai oleh tentara.
Sejak 15 April 2023, militer Sudan dan RSF telah terlibat dalam perang berkepanjangan yang gagal dihentikan oleh berbagai upaya mediasi regional dan internasional. Konflik ini telah menewaskan sekitar 20.000 orang dan memaksa lebih dari 15 juta menjadi pengungsi internal maupun luar negeri, menurut laporan PBB dan lembaga lokal. (AA/Ab)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!