Senin, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 14 Januari 2019 16:19 wib
3.903 views
Sudan Bantah Gunakan Tentara Bayaran Rusia untuk Tumpas Protes Nasional
KHARTOUM, SUDAN (voa-islam.com) - Sudan membantah laporan bahwa tentara bayaran Rusia membantu pemerintah menumpas protes nasional terhadap melambungnya harga dan ekonomi yang gagal.
Menteri Dalam Negeri Ahmed Bilal Osman mengatakan kepada The New Arab berbahasa Arab pada hari Jum'at (12/1/2019) bahwa laporan itu "sepenuhnya salah".
"Ini hanya rekayasa yang dirancang untuk menghina pemerintah. Jika ada orang Rusia di lapangan, para demonstran akan melaporkannya," kata Osman.
"Situasinya tidak begitu buruk sehingga tentara bayaran perlu turun tangan," tambahnya.
Harian Inggris The Times melaporkan pada hari Kamis bahwa tentara bayaran berbahasa Rusia telah dilihat dan difoto di ibukota Sudan Khartoum.
Mengutip sumber-sumber oposisi, surat kabar itu mengatakan para tentara bayaran itu disewa dari perusahaan keamanan swasta Rusia, Grup Wagner, untuk memberikan pelatihan strategis dan praktis kepada pasukan keamanan Sudan.
"Ratusan personel Wagner diyakini telah dikerahkan ke tetangga Sudan, Republik Afrika Tengah, tahun lalu untuk membantu melatih pasukan," kata laporan itu.
The Times menerbitkan gambar buram pria kulit putih berpakaian kamuflase yang diangkut dengan truk militer.
Pihak berwenang mengatakan protes telah menyebabkan 24 orang tewas, sementara Human Rights Watch telah menempatkan korban tewas di 40, termasuk anak-anak dan staf medis.
Penyelenggara protes telah menyerukan demonstrasi harian di seluruh negeri menyerukan penggulingan Presiden Omar al-Bashir, menyebutnya sebagai "Pekan Pemberontakan".
Polisi Sudan menembakkan gas air mata pada hari Ahad (13/1/2019) terhadap kerumunan demonstran anti-pemerintah di Khartoum dan wilayah Darfur yang dilanda perang barat setelah penyelenggara menyerukan unjuk rasa nasional terhadap Bashir.
Demonstrasi anti-pemerintah pertama kali meletus pada 19 Desember karena kenaikan harga roti di kota dan desa sebelum kemudian menyebar ke Khartoum.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan lebih dari 1.000 orang telah ditangkap sejak protes dimulai, termasuk para pemimpin oposisi, aktivis dan jurnalis serta demonstran.
Tindakan keras itu menuai kritik internasional, dengan negara-negara seperti Inggris, Norwegia, Kanada, dan Amerika Serikat memperingatkan Khartoum bahwa tindakannya dapat "berdampak" pada hubungannya dengan pemerintah mereka. (st/TNA)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!