Jum'at, 17 Jumadil Awwal 1446 H / 16 November 2018 21:20 wib
5.699 views
2 Pemimpin Senior Khmer Merah Pembantai Muslim Cham dan Etnis Vietnam Divonis Seumur Hidup
PHOM PHEN, KAMBOJA (voa-islam.com) - Pengadilan Khmer Merah yang didukung PBB pada hari Jum'at (16/11/2018) mendakwa dua pemimpin tertinggi rezim Pol Pot Kamboja bersalah melakukan genosida, dalam sebuah peristiwa penting dari pemerintahan yang berkuasa hampir 40 tahun setelah jatuhnya rezim brutal yang membawa kematian seperempat penduduknya.
Nuon Chea, 92 tahun, adalah wakil Pol Pot, dan Khieu Samphan, 87 tahun, adalah kepala negara rezim Kamboja.
Mereka diadili karena menargetkan penghapusan dua etnis minoritas di Kamboja: Muslim Cham dan etnis Vietnam.
Pemerintahan teror yang dipimpin oleh "Saudara Nomor 1" Pol Pot menewaskan sekitar dua juta orang Kamboja yang mati karena terlalu banyak kerja, kelaparan dan eksekusi massal di bawah rezim Khmer Merah yang singkat namun brutal antara 1975 hingga 1979.
Putusan itu adalah pengakuan resmi pertama bahwa apa yang dilakukan rezim Khmer Merah sebenarnya adalah genosida sebagaimana didefinisikan di bawah hukum internasional.
Namun wartawan BBC Jonathan Head mengatakan pembunuhan skala besar warga Kamboja itu tidak masuk ke dalam definisi international yang terlalu sempit akan genosida, dan telah didakwa sebagai kejahatan atas kemanusiaan.
Kedua pria yang diadili tersebut - telah menjalani hukuman seumur hidup setelah mereka dinyatakan bersalah atas beberapa kejahatan terhadap kemanusiaan pada tahun 2014 - kembali didakwa penjara seumur hidup.
Mereka adalah dua dari tiga orang yang pernah dijatuhi hukuman oleh pengadilan.
Hakim Nil Nonn membacakan putusan yang panjang dan banyak ditunggu di ruang sidang di Phnom Penh oleh kalangan penyintas yang menderita di bawah Khmer Merah.
Mereka dinyatakan bersalah atas daftar panjang kejahatan yang mereka lakukan termasuk diantaranya kawin paksa, pemerkosaan dan persekusi terkait agama.
Namun momen penting terjadi saat Nuon Chea dinyatakan bersalah melakukan genosida karena upaya menghapus Muslim Cham dan etnis Kamboja, dan Khieu Samphan dinyatakan bersalah melakukan genosida terhadap etnis Vietnam.
Mengapa vonis genosida itu penting?
Kejahatan Khmer Merah telah lama disebut sebagai "genosida Kamboja", namun para akademisi dan jurnalis berdebat soal ini selama bertahun-tahun tentang apakah mereka benar melakukan kejahatan sebanyak itu.
Meski banyak Muslim Cham dan etnis Vietnam yang tewas, Konvensi PBB tentang Genosida berbicara tentang "niat untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, kelompok nasional, etnis, ras atau agama".
Jadi para jaksa di pengadilan mencoba membuktikan bahwa Khmer Merah secara khusus mencoba melakukan itu kepada kelompok-kelompok ini - sesuatu yang menurut para ahli termasuk penulis biografi Pol Pot, Philip Short katakan mereka tidak melakukannya.
Selama persidangan, pengadilan mengutip pidato Pol Pot pada tahun 1978 yang mengatakan bahwa "tidak ada satu pun bibit" orang Vietnam dapat ditemukan di Kamboja. Dan sejarawan mengatakan bahwa memang komunitas yang terdiri atas beberapa ratus ribu orang lantas dihilangkan menjadi nol dengan cara deportasi atau pembunuhan.
Selain menjadi sasaran dalam pembunuhan besar-besaran, para penyintas Muslim Cham mengatakan mereka dilarang menjalankan ibadah dan dipaksa untuk makan daging babi di bawah rezim tersebut.
Mungkin putusan yang dijatuhkan saat ini tidak akan sepenuhnya mengakhiri perdebatan, namun beberapa kelompok penyintas sudah lama menantikan vonis ini sebagai simbol keadilan.
"Mereka membuat anggota keluarga saya menderita", kata Los Sat, orang Muslim Cham berusia 82 tahun, yang kehilangan banyak anggota keluarga, kepada kantor berita AFP di pengadilan. "Saya sangat puas dengan hasil dakwaan."
Siapa Khmer Merah itu?
Dipimpin oleh Saloth Sar, yang lebih dikenal dengan nama Pol Pot, Khmer Merah adalah gerakan Mao radikal yang didirikan oleh para intelektual yang mendapat pendidikan di Prancis.
Mereka berusaha menciptakan masyarakat yang mandiri dan agraris: kota-kota dikosongkan dan rakyat dipaksa bekerja di koperasi pedesaan. Banyak diantaranya yang dipaksa bekerja hingga tewas, sementara yang lainnya menderita kelaparan saat ekonomi runtuh.
Selama empat tahun berkuasa dari tahun 1975 hingga 1979, Khmer Merah menyiksa dan membunuh semua yang dianggap musuh - mulai dari kalangan intelektual, minoritas, mantan pejabat pemerintah - bahkan anggota keluarga mereka.
Skala dan kebrutalan pembunuhan - didokumentasikan secara cermat oleh para petugas - menunjukkan rezim ini tetap menjadi salah satu yang paling berdarah di abad ke-20.
Rezim ini ditumbangkan dalam sebuah invasi Vietnam pada tahun 1979. Pol Pot melarikan diri dan tetap bebas sampai tahun 1997, dan setahun kemudian meninggal dalam statusnya sebagai tahanan rumah.
Mengapa pengadilan ini kontroversial?
Ini bisa menjadi keputusan akhir pengadilan, yang secara resmi disebut Pengadilan Luar Biasa di Pengadilan Kamboja (Extraordinary Chambers in the Courts of Cambodia, ECCC).
Dibentuk pada tahun 2006 dengan pendanaan sebesar $300 juta. sejauh ini pengadilan yang di dalamnya terdiri dari para hakim Kamboja dan internasional, telah mengadili tiga orang terkait kekejaman rezim Khmer Merah.
Pada tahun 2010, pengadilan tersebut menjatuhkan vonis terhadap Kaing Guek Eav, yang juga dikenal dengan nama Duch, ia bertanggung jawab di pusat penyiksaan Tuol Sleng dan penjara di Phnom Penh.
Mantan menteri luar negeri Khmer Merah, Ieng Sary awalnya menyandang status terdakwa bersama Khieu Samphan dan Nuon Chea, namun meninggal sebelum hakim mengeluarkan putusan dalam persidangan pertama pada tahun 2014.
Istrinya, Thirith, yang merupakan menteri urusan sosial dalam negeri rezim tersebut beserta keempat rekan terdakwa, dinyatakan mengalami masalah mental sehingga tidak diadili dan meninggal pada tahun 2015.
Meski ada beberapa dakwaan yang dijatuhkan pada empat anggota Khmer Merah lainnya, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen bersuara lantang menentang dilakukannya persidangan baru dan kecil kemungkinan hal ini akan terjadi.
Sebagai mantan anggota tingkat menengah rezim Khmer Merah sendiri, ia mengatakan rakyatnya ingin melanjutkan hidup dan bahwa penuntutan lebih lanjut bisa mengarah pada kekerasan.
Khmer Merah melancarkan pemberontakan setelah mereka digulingkan dari kekuasaan, meskipun ribuan orang membelot ke pemerintah pada tahun 1990-an sebelum kelompok itu dibubarkan sepenuhnya pada tahun 1999.
Di beberapa tempat di negara ini, para penyintas dan pelaku bahkan tinggal berdampingan di wilayah-wilayah pedesaan.
Namun banyak orang Kamboja yang tidak terlalu memperhatikan proses pengadilan ini, dan anak-anak muda khususnya lebih ingin agar negara mereka dikenal karena sesuatu, selain "Ladang Pembantaian". (st/BBC, AFP)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!