Rabu, 12 Jumadil Awwal 1446 H / 8 Juni 2011 12:15 wib
3.751 views
Pemberontak Libya Frustasi dengan Strategi NATO
LIBYA (voa-islam.com) - Ketegangan antara pemberontak Libya dan komandan NATO meningkat selama taktik militer yang digunakan untuk menekan pasukan Kolonel Kadhafi.
Pemimpin pemberontak di Misrata mengatakan bahwa mereka didesak untuk tidak memulai serangan lebih lanjut terhadap pasukan rezim Kadhafi di sebelah timur kota, dan mengklaim mereka telah diberitahu untuk tidak menyeberangi "garis merah" tertentu meskipun mereka merasa siap untuk berperang.
Rasa frustrasi di lapangan akibat perintah tersebut telah meningkat dilapangan menyusul keyakinan mereka bahwa pasukan Muammar Kadhafi sedang mengalami demoralisasi dan telah habis setelah hampir tiga bulan konflik.
Dalam sebuah wawancara di Misrata, komandan pemberontak dari Black Brigade dan Swehdi Brigadeg mengatakan kepada Guardian mereka merasa terkendala untuk meluncurkan serangan kejutan bagi pasukan Kadhafi. Khalid Alogab, seorang komandan dari pemberontak Black Brigade Libya mengatakan NATO telah memberikan instruksi kepada unit pemberontak untuk tidak menyeberang ke daerah-daerah "Garis merah" tertentu. Kita tidak bisa menyeberang," katanya. "Jika NATo mengizinkan kita pergi, Kita dapat merebut Tarhuga (sebuah kota di sebelah timur) dalam dua jam.."
Alogab mengatakan perintah tersebut datang dari komando Misrata agar Black Brigade untuk tetap tinggal, dan bahwa NATO telah menunjuk front timur sebagai garis merah. Shneshah Salem, seorang anggota Medis Balck Brigade menambahkan "Kita seharusnya bergerak, kita ingin bergerak tetapi NATO mengatakan bahwa kami harus tinggal di sini.."
..Rasa frustrasi di lapangan akibat perintah tersebut telah meningkat dilapangan menyusul keyakinan mereka bahwa pasukan Muammar Kadhafi sedang mengalami demoralisasi dan telah habis..
Di sisi jauh Misrata, anggota Brigade Swehdi menceritakan kisah yang sama. "Nato mengatakan bahwa kita harus berada di belakang garis merah," kata Feraz Swehli.
Juru bicara Komandan militer pemberontak Ibrahim Betalmal menegaskan bahwa perintah NATO, lebih pada pertimbangan taktis, mencegah pasukannya dari mendesak maju.
"Kami telah diberi instruksi untuk tetap berada di perbatasan," katanya. Dia menambahkan: "Tidak diragukan Nato akan membantu banyak dalam mmebersihkan jalan ke depan bagi kami."
NATO sendiri mengatakan belum mengeluarkan garis merah resmi kepada pemberontak, tetapi mengakui bahwa ada bahaya nyata bagi pasukan mereka jika mereka tersesat ke zona yang menjadi target serangan rudal dan pemboman. Koalisi perlu mengetahui daerah yang aman untuk bom dan bersih dari warga sipil, kata seorang sumber. "Tidak seorang pun ingin kembali ke dalam kebingungan yang ada sebelumnya, merujuk pada pemboman salah sasaran yang justru menewaskan warga sipil dan para pemberontak. NATO memiliki tugas yang sangat jelas untuk memastikan bahwa warga sipil tidak terjebak dalam pertempuran itu," kata sumber tersebut. (up/guardian)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!