Senin, 23 Jumadil Awwal 1446 H / 28 Maret 2011 09:09 wib
8.416 views
Dosa-Dosa Pemerintah RI Pada TKW Hong Kong
Berbicara tentang TKW, mengingatkan pada kasus Sumiati yang berakhir memilukan. Majikan bermental penjahat itu lolos dari pengadilan, jika sudah begini, apa peran Dubes RI? Begitu lemahnya posisi Indonesia, sehingga tidak memiliki posisi tawar berhadapan dengan bangsa lain.
Wanita yang menjadi bahan eksploitasi rata-rata berasal dari rakyat miskin dan tidak mengecap bangku kuliah. Kalau ada lulusan dari perguruan tinggi, itu hanya sedikit sekali jumlahnya. Media ikut berperan membantu proses eksploitasi ini, terutama para media yang mengiklankan tentang informasi ketenagakerjaan ke luar negeri. Mereka bertanggungjawab atas pemberangkatan TKW.
TKW Hong Kong termasuk pemberani dan mendapat tempat yang cukup di hati pemerintah Hong Kong. Tapi masalah terbesar mereka justru datang dari pemerintah Indonesia sendiri.
Dosa-dosa pemerintah RI terhadap TKW Hong Kong ini penulis beberkan sama sekali bukan untuk berpartisipasi membleceti pemerintah RI yang sedang jadi bulan-bulanan berita "Yudhoyono Abuse Power" di halaman utama koran The Age terbitan Australia. Tulisan ini semata-mata taushiah terbuka, mewakili aspirasi banyak pihak yang merasakan ketidakadilan pejabat terhadap TKW.
Tulisan ini tidak akan bicara panjang lebar mengenai hukum yang pemerintah buat mengenai ketenagakerjaan, karena penulis tidak sehebat para pejabat yang mampu menghafal ratusan ayat dalam undang-undang. Penulis hanya menyorot fakta lapangan berdasarkan bukti-bukti yang valid. Inilah dosa-dosa pemerintah RI terhadap TKW Hong Kong:
Kontrak mandiri
Dulu kontrak mandiri pernah diberlakukan pada TKW Hong Kong. Banyak hikmah dari kontrak mandiri bagi TKW, selain menghemat biaya juga ada nilai dan tantangan saat mengurus sendiri dokumen. TKW harus berani berhadapan dengan pihak imigrasi Hong Kong, sehingga TKW dituntut cerdas dan tegas.
Namun, tanpa ada konfirmasi dari pihak KJRI, tiba-tiba kontrak mandiri diberhentikan, TKW tidak bisa lagi melakukan kontrak mandiri. Ini adalah sebuah pemaksaan atau tepatnya pemerintah melakukan praktik pemerasan pada TKW. Anda tahu kenapa saya sebut begitu?
....Ini adalah sebuah pemaksaan atau tepatnya pemerintah melakukan praktik pemerasan pada TKW....
Karena pada saat TKW tidak bisa mengurus kontrak sendiri dan diharuskan memperpanjang kontrak kerja melalui agen, berarti TKW harus membayar sejumlah biaya yang telah ditentukan agen. Mau tak mau TKW wajib atau dipaksa merogoh koceknya untuk mengurus dokumen. Lebih parah lagi, TKW tidak bisa berkembang, karena dipaksa menggantungkan keperluannya pada agen.
Penulis berulang kali menjadi saksi atas aksi teman-teman TKW saat mereka menuntut pemerintah Indonesia agar memberlakukan kembali kontrak mandiri. Aneh dan ajaib, tidak ada satupun pejabat Indonesia yang bersedia menemui TKW.
Overcharging
Ini adalah realita, fakta dan kebenaran. Saya dan teman-teman bertanya kepada banyak TKW yang baru datang dari Indonesia, berapa banyak potongan gaji yang harus mereka bayarkan kepada agen? Mereka menjawab sama, lima bulan potongan gaji, dengan nilai gaji tiap bulan sebesar HKD 3000. Namun tahukah anda praktiknya mereka harus membayar berapa lama? Ternyata tujuh bulan tepat, bukan lima bulan. Mana mungkin agen berani melakukan tindakan ini tanpa izin dari pihak yang membuat Undang-undang?
....Apakah potongan gaji oleh agen ini legal dan dibenarkan secara hukum? Mana mungkin agen berani melakukan tindakan ini tanpa izin dari pihak pembuat Undang-undang?....
Pertanyaannya, apakah potongan gaji oleh agen ini resmi? Apakah potongan ini dibenarkan secara hukum? Tidak, sungguh tidak. Bahkan pemerintah Hong Kong pun tidak dapat membantu kami tentang potongan gaji, karena masalah ini bukan wewenang pemerintah Hong Kong, tapi wewenang pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia telah menerapkan potongan tujuh bulan gaji, sedangkan aturan Undang-undang di Hong kong, agen hanya boleh mengambil 10% gaji TKW untuk agen.
Tidak membekali dengan ilmu yang cukup
Kalahnya kualitas SDM Indonesia dengan bangsa lain adalah tidak adanya kepedulian pemerintah dalam menangani masalah TKW sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Disadari atau tidak, kualitas TKW yang jauh dari sikap baik ikut mencoreng harga diri pemerintah. Pemerintah Indonesia terlalu percaya diri mengirimkan anak bangsanya menjadi pekerja, meski tanpa pembekalan yang cukup, tanpa ilmu yang memadai.
Jika saat di luar negeri terjadi penyimpangan moral pada TKW, misalnya terlibat bercinta dengan sesama jenis (lesbi), itu juga merupakan akibat tidak adanya pembekalan dan pendidikan yang cukup dari pemerintah yang mengirimkan.
Sampai kapan rakyat menjadi korban atas dosa-dosa yang diperbuat pemerintah? Semoga tulisan ini menggugah pemerintah agar melindungi para TKW, anak bangsa berjuluk "pahlawan devisa." [yps]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!