Jum'at, 13 Jumadil Awwal 1446 H / 2 Juli 2010 08:00 wib
6.839 views
Pasukan Nasaka Tangkapi Muslim Rohingya Yang Menikah
Arakan State, Burma (Voa-Islam.com) - Penindasan dan kedzoliman terus dilakukan oleh rezim pemerintah Burma (Myanmar) kepada Muslim Rohingya yang hidup di negara bagian Arakan Utara. Rezim militer Burma tidak hanya melarang Muslim Rohingya mempraktekkan ajaran agama mereka, namun juga merampas tanah, menjadikan mereka pekerja paksa, dan melarang mereka untuk berpergian dan menikah tanpa izin dari pemerintah setempat. Bagi yang melanggar, panjara dan denda yang sangat tinggi akan menanti mereka, seperti yang terjadi pada beberapa pemuda yang dituduh melakukan pernikahan yang dianggap ilegal karena tidak memiliki izin dari pemerintah atau pihak keamanan setempat.
Sejumlah pemuda ditangkap oleh pasukan keamanan penjaga perbatasan Burma (Nasaka) baru-baru ini dengan tuduhan bahwa mereka menikah tanpa izin dari pihak berwenang, kata seorang pedagang lokal yang minta namanya dirahasiakan.
Di Arakan utara, komunitas Muslim Rohingya harus memiliki izin menikah dari Nasaka, jika siapapun tidak mematuhi perintah tersebut, dia akan didenda atau dipenjara. Pemuda Rohingya harus menyerahkan aplikasi ke kamp Nasaka lokal untuk mendapatkan izin pernikahan dengan menghabiskan banyak uang. Tapi, kadang-kadang, mereka tidak mendapat izin dan harus menunggu lama. Beberapa bahkan tidak akan mendapat izin sama sekali, karena mereka tidak mampu membayar uang. Beberapa pasangan terpaksa melarikan diri ke Bangladesh hanya untuk melaksankan pernikahan.
Salah satu korban bernama Younus (25) dari desa Maung Nama selatan Kota Maungdaw ditangkap oleh Nasaka dari kamp Nasaka Aung Min Gala daerah Nasaka No.6, Kota Maungdaw pada malam 27 Juni dengan tuduhan bahwa ia telah menikah tanpa izin, kata keluarga korban.
Di Arakan utara, komunitas Muslim Rohingya harus memiliki izin menikah dari Nasaka, jika siapapun tidak mematuhi perintah tersebut, dia akan didenda atau dipenjara.
Korban juga ditangkap oleh Nasaka tahun lalu dengan tuduhan menikah tanpa izin dan dihukum satu tahun penjara karena dugaan melakukan pernikahan ilegal.
Setelah dibebaskan dari penjara, ia mengajukan aplikasi ke kamp Nasaka lokal untuk izin menikah. Sebelum mendapatkan izin dari Nasaka, korban ditangkap lagi oleh Nasaka. Ia kemudian dibebaskan pada hari berikutnya, pada tanggal 28 Juni, setelah membayar 60.000 Kyat Myanmar (-+ Rp.85 juta)
Selain itu, Sayedullah bin Abdu Salam (30), dari desa Maung Nama selatan kota Maungdaw ditangkap oleh kamp Nasaka Aung Min Gala dari Nasaka Arae No.6, pada tanggal 29 Juni dengan tuduhan bahwa ia memiliki dua istri dan satu adalah legal dan lainnya ilegal, kata seorang kerabat dekat korban
Setelah ditangkap, ia disiksa berat di depan anggota keluarga. Setelah itu, dia dibawa ke kamp Nasaka dan ditahan. Kemudian dibebaskan setelah membayar tebusan sebesar 800.000 Kyat (-+ Rp.1,132.000,000)
Mereka (Nasaka) tahu bahwa setelah menangkapi orang-orang Muslim Rohingya dengan kasus palsu dibuat-buat dan ancaman, mereka akan mendapatkan uang
Meskipun Nasaka tidak bisa membuktikan bahwa korban memiliki dua istri, ia ditangkap karena Nasaka tahu bahwa ia baru-baru ini telah menerima uang pinjaman untuk proyek udang bagi masyarakat setempat. personil Nasaka mengumpulkan informasi mengenai penduduk desa yang punya uang melalui kolaborator mereka.
Mereka (Nasaka) tahu bahwa setelah menangkapi orang-orang Muslim Rohingya dengan kasus palsu dibuat-buat dan ancaman, mereka akan mendapatkan uang, kata seorang tetua desa.
Nasaka sering melakukan penangkapan pemuda setempat menggunakan dugaan mereka menikah tanpa izin, memiliki dua istri, pergi tanpa izin dan Mempelai Pria yang berkunjung ke rumah pengantin, "kata seorang pemuda dari wilayah tersebut.
Ini merupakan cara yang disengaja terhadap masyarakat Rohingya untuk mendorong mereka ke dalam kemiskinan dengan pelecehan fisik dan mental, kata seorang guru sekolah.
Nasaka datang ke Arakan utara dalam kedok pembangunan perbatasan, namun pada kenyataannya, mereka datang mengusik komunitas Muslim Rohingya dan untuk melumpuhkan ekonomi orang-orang Rohingya dengan penyitaan tanah, kerja paksa, penangkapan sewenang-wenang, pemerasan, pembatasan gerak dan lainnya, kata guru lokal lebih memilih untuk tidak diberi nama. (aa/bni)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!