Kamis, 9 Rajab 1446 H / 9 Januari 2025 07:48 wib
1.484 views
Memalak Rakyat dengan Pajak
Oleh: Natasya
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak yang ditanggung oleh konsumen. Namun kewajiban perpajakan seperti perhitungan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh penjual yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Dikabarkan bahwa PPN akan naik 12% dari yang awalnya adalah 11% per 1 Januari 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah berkali-kali menegaskan bahwa PPN yang diamanatkan Undang-Undang Peraturan Perpajakan (UU HPP) naik menjadi 12% akan tetap dilaksanakan.
Rakyat sangat menolak hal ini. Segala bentuk demo disampaikan, mulai dari tulisan sampai dengan demonstrasi secara langsung lewat aksi. Namun sampai pada tanggal 31 Desember 2024, yang mana tahun baru akan segera datang, yakni tahun 2025, masih belum ada kabar baik dari pemerintah untuk mendengarkan penolakan rakyat. Yang mana ini merupakan tanda bahwa harapan bahwa PPN 12% akan dibatalkan adalah mimpi. Begitulah pikiran rakyat saat itu.
Namun, tiba-tiba, setelah memasuki tahun baru, presiden kita, Bapak Prabowo sendiri mengumumkan bahwa beliau membatalkan PPN 12% secara keseluruhan atau secara umum dan kenaikan PPN 12% ini hanya sempurna ditargetkan untuk barang-barang mewah seperti kapal pesiar dan jet pribadi. Akan tetapi, kenyataan di lapangan PPN 12% ini sudah banyak diberlakukan di sektor-sektor usaha yang bukan barang-barang mewah seperti pengusaha ritel biasa. Walau akhirnya hal ini segera ditindaklanjuti dan ada kemungkinan pengembalian dana, namun masalah ini belum sempurna selesai dan solusinya pun masih sebatas kemungkinan.
Sebenarnya, bukan sekali, dua kali pemerintahan kita tidak konsisten seperti ini. Pemerintah yang selalu tiba-tiba membuat masalah, lalu tiba-tiba pemerintah itu sendiri juga yang kemudian menyelesaikannya. Karena hal inilah rakyat mulai menyebut-nyebut pemerintah Hero Syndrome yang haus akan perhatian dan pengakuan seakan-akan mereka adalah pahlawan di masa-masa krisis, yang memberikan harapan bagi rakyat padahal mereka sendiri yang membuat masalah.
Pemerintahan yang terus tidak konsisten seperti ini bisa membawa dampak yang awalnya kecil menjadi besar, seperti yang sedang terjadi saat ini. Harga-harga barang di pasaran sudah banyak yang mulai melonjak dari Desember lalu demi menanggapi kabar naiknya PPN menjadi 12% itu walau kendatinya, barang-barang tersebut bukanlah barang-barang yang masuk dalam barang-barang yang terkena naiknya pajak. Walau tampak seperti masalah kecil, namun karena ini lingkupnya terjadi secara luas, maka dampaknya bisa sangat besar sekali. Seperti yang biasanya terjadi, jika harga suatu barang itu naik, seringnya sudah tidak akan turun lagi. Ini yang meresahkan masyakarat. Jika soal yang ini saja susah dikendalikan apalagi soal pengembalian dana dari pembeli ke penjual?
Penghasilan terbesar pemerintah kita saat ini adalah dari hasil pajak. Jadi tidak heran jika ada masalah apa saja di pemerintahan, kenaikan pajak adalah solusi bagi mereka alih-alih mencari solusi yang lain. Lagi pula, menaikkan pajak adalah hal yang paling mudah dibandingkan harus mencari dana dengan cara yang lain.
Padahal Indonesia merupakan negara yang sangat-sangat kaya. Hampir semua negara berbondong-bondong merebut sumber daya alam kita demi memperkaya negara mereka dan kita di sini malah membuang-buangnya seakan-akan itu bukan apa-apa lalu mengemis pada rakyat ketika sedang kesusahan dengan menaikkan pajak seakan-akan kita tidak memiliki apa pun untuk menggali dan mengelola dana. Sudah begitu, uang pajaknya tidak selalu untuk mensejahterakan rakyat dan ebih banyak untuk mensejahterakan pejabat.
Demokrasi adalah sistem buatan manusia yang sangat bobrok. Namun di Indonesia, kebobrokannya jauh lebih jelas terasa dan terlihat. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!