Rabu, 25 Jumadil Awwal 1446 H / 5 Februari 2020 17:07 wib
3.169 views
Sri Mulyani dan Janji Asal Janji Jokowi
Oleh:
Dr Syahganda Nainggolan
Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle
BERITA mengejutkan hari-hari ini adalah Sri Mulyani menyatakan janji kampanye Jokowi tentang pemberian uang pengangguran. Janji yang didengungkan Jokowi tempo hari adalah janji omong kosong. Apakah janji omong kosong itu? Janji omong kosong adalah janji yang dibuat Jokowi hanya untuk kepentingan kampanye alias memberi harapan palsu pada rakyat.
Memberikan harapan palsu, yang kata anak melinial disebut “PHP”. Karena kemungkinan untuk merealisasikan janji-janji itu jauh dari kenyataan. Jauh dari kenyataan karena Jokowi menyadari bahwa tidak ada kemampuan untuk merealisasikan, khususnya pendanaan, bagi perealisasian janji itu.
Lalu apa itu janji palsu? Janji palsu adalah janji yang tidak direalisasikan Jokowi. Jika sebuah janji direalisasikan, tapi tidak berhasil, maka itu bukan janji palsu. Namun, jika sejak awal janji itu sekedar pencipta harapan bagi rakyat, tanpa mungkin merealisasikannya, maka janji itu sejak awal sudah palsu.
Lalu apakah janji Jokowi tentang pra kerja itu janji palsu? Janji Jokowi pemberian kartu pra kerja adalah satu dari tiga kartu yang dijanjikan Jokowi ketika kampanye. Selain kartu pra kerja adalah KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah dan Kartu Sembako Murah.
Kartu Pra Kerja ditafsirkan berubah-berubah sejak janji itu dikeluarkan Jokowi kala kampanye itu. Penafsiran awal kartu itu ditujukan kepada dua juta pencari kerja. Dalam kartu itu akan diberikan uang pengangguran. Tafsir itu berkembang kemudian dengan pernyataan Jokowi bahwa paska pilpres yang dia maksud adalah kartu itu akan diberikan pada dua juta pengangguran atau pencari kerja.
Untuk mereka termasuk pra kerja diberikan vokasi atau training hingga mereka bisa mendapat kerja. Penafsiran berkembang lagi bahwa kartu itu akan mempunyai peran selain untuk training juga peserta atau pemilik kartu akan dafat insentif setelah training. Lalu ada penafsiran lain dating dari Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), kartu itu akan menyasar ke pengantin yang baru, menikah tapi belum memiliki kerja.
Berputar putarnya penafsiran kartu pra kerja itu, tentu terkait dengan informasi yang dibocorkan Sri Mulyani bahwa janji Jokowi tentang kartu pra kerja tidak direncanakan sejak awal. Dari sinilah awal mula pembicaraan hari-hari ini tentang janji bohong kartu pra kerja.
Dalam situasi ekonomi negara yang sulit, dan kegelisahan pembayar pajak atas kehati-hatian penggunaan uang negara, kunci kepercayaan rakyat pada kepemimpinan nasional adalah penyusunan program secara hati-hati. Uang Rp 10 Triliun yang direncanakan untuk Kartu Pra Kerja, akan jadi bumerang, jika uang itu miskelola atau bahkan kalau tidak tepat sasaran.
Tanpa perencanaan yang kuat, yang berbasis pada pencapaian Jokowi pada priode sebelumnya, maka pemerintah kesulitan menentukan siapa jumlah dua juta orang yang disasar kartu pra kerja. Karena jumlah pengangguran kaum muda sekitar 61% dari total pengangguran terbuka. Tahun 2019 lalu, sekitar tujuh juta jiwa pengangguran. Artinya, sasaran dua juta dari sekitar empat juta jiwa. Apakah nantinya pemberian kartu memakai metode “lotre”?
Dalam situasi rakyat yang semakin susah saat ini, apalagi program pemangkasan subsidi mulai dijalankan rejim Jokowi, dipastikan pengangguran dan kemiskinan baru akan semakin besar. Pada Januari, 2019, Kepala Bappenas, Bambang Brojonegoro mengatakan ada 53 juta jiwa masyarakat rentan miskin.
Sayangnya, pada Januari 2020, World Bank mengatakan ada 115 juta jiwa penduduk Indonesia yang rentan terhadap miskin. Dengan demikian rencana kartu pra kerja menjadi taruhan besar Jokowi saat ini. Jokowi harus bekerja keras untuk benar-benar bisa merealisasikan janjinya.
Janji Jokowi terkait kartu pra kerja tentu belum dapat dikatakan janji palsu. Namun, janji-janji Jokowi 2014, terlalu banyak yang tidak terealisasi. Antara lain, janji pertumbuhan 7%, janji Land Reform, janji kabinet dan jaksa agung profesional, janji tidak rangkap jabatan, janji berantas korupsi, janji penuntasan kasus HAM, janji rupiah meroket, janji mengusut pelanggaran HAM masa lalu, dan masih banyak lagi.
Kita anggap saja sementara ini janji Jokowi tentang pra kartu kerja masih omong kosong. Kita perlu menanti apakah janji itu palsu atau tidak. Untuk itu, kita tunggu sebaiknya kita tunggu saja. Mudah-mudahan bisa terealisasi sebelum berakhir 20124.
Bocoran Sri Mulyani
Bocoran Sri Mulyani tentang janji omong kosong Jokowi disampaikan di forum World Bank. Tentu saja kita tidak bisa menyepelekan pembocoran ini diantara orang-orang asing. Misbakhum, anggota DPR RI, misalnya, marah dengan pernyataan Sri Mulyani ini. Menurutnya hal itu tidak pantas dibocorkan orang terdekat Jokowi yang anggota kabinet.
Namun, bagi kita pembocoran informasi ini penting untuk melihat berapa banyak sebenarnya janji-janji Jokowi yang mirip kartu pra kerja? Jokowi tidak boleh menjadi pemimpin, yang dalam sindiran SBY beberapa waktu lalu, “jangan jadi pemimpin kumaha engke, tetapi engke kumaha”. Artinya, pemimpin itu jangan asal membuat janji.
Untuk itu mungkin Misbakhum dan kalangan DPR RI perlu masuk pada substansi yang diperlukan rakyat. Rakyat butuh apa-apa saja yang merupakan janji-janji Jokowi yang dianggap Sri Mulyani membuat dia sampai sakit perut.
Penutup
Beberapa hari lalu, melalui kejujurannya atau pembocoran sengaja tentang janji pilpres Jokowi , Sri Mulyani memberitahu forum diskusi World Bank dan rakyat Indonesia bahwa program dan janji-janji Jokowi dalam kampanye banyak yang omong-kosong. Omong kosong maksudnya janji itu disampaikan tanpa mempunyai perhitungan dan kelayakan dari seorang presiden sebuah republik. Janji itu hanya untuk sekedar meraup suara. Antara lain program kartu pra kerja itu.
Hal ini tentu menjadi bencana besar bagi sebuah negara. Sebab, seorang pemimpin negara harus diukur dari “satu kata dengan perbuatan”. Kita mengetahui, uang negara Republik Indonesia, sangat tergantung Sri Mulyani, menteri keuangan dan bendahara negara. Sebagai petahana atau inkumben, tentu semua janji Jokowi harus terukur berbasis kemampuan terukur dari pembiayaan.
Untuk melihat berapa banyak janji asal janji atau janji omong kosong Jokowi selama kampanye pilpres lalu, kita berharap keterbukaan lebih jauh dari Sri Mulyani. Atau DPR-RI memanggil Sri Mulyani.
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!