Selasa, 14 Jumadil Awwal 1446 H / 17 Oktober 2017 04:32 wib
4.861 views
PERPPU 2/2017: Di manakah Perlindungan Negara Terhadap Ormas Islam?
Oleh: Yuli S Ridwan, S.H. (Aktifis Dakwah Mabda'iyyah)
Dari setumpuk masalah yang sedang diperlihatkan oleh rezim ketujuh di Indonesia ini, hal yang paling menyita perhatian adalah persoalan penerbitan Perppu Ormas No.2/2017.
Jika ditanya mengapa Perppu Ormas No.2/2017 tersebut bisa menyedot perhatian publik, lantaran Perppu Ormas No.2/2017, secara aspek apapun meniliknya, ternyata Perppu Ormas yang diterbitkan oleh Rezim Jokowi, maaf ibarat Perppu karbitan, yang terindikasi membungkam rasa kritis masyarakat dalam mengoreksi kebijakan yang diambil oleh pemerintah, dalam hal ini adalah rezim yang sedang berkuasa.
Perppu Ormas No.2/2017, Saya sebut seperti ibarat Perppu karbitan, karena dari segi kehadirannya terkesan sangat dipaksakan, untuk mengatur kembali keberadaan aktivitas Ormas, yang padahal sudah ada UU Ormas sebelumnya (UU No.17/2013), yang dirasa sudah cukup untuk membuat Ormas terkawal dalam aktifitasnya, karena wajar saja masyarakat jika ingin berorganisasi, sejauh aktifitasnya bukan tindakan makar.
Seperti yang disampaikan oleh Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra, dalam setiap kali dipertanyakan terkait kehadiran Perppu Ormas No.2/2017 oleh media mainstream dan media anti mainstream, bahwa syarat kehadiran sebuah Perppu adalah adanya keadaan genting dan memaksa, tapi menurut Prof. DR. Yusril Ihza Mahendra, keadaan genting dan memaksa yang bagaimana, sehingga pemerintah menerbitkan Perppu Ormas No.2/2017 tersebut.
Dari situlah, akhirnya Ormas Islam yang notabene tidak merasa bersalah dalam aktifitas berdakwah, akhirnya tergiring mempertanyakan, landasan dan motiv keadaan genting dan memaksa yang seperti apakah, sehingga rezim Jokowi, terdesak melahirkan Perppu Ormas No.2/2017. Mirisnya, jawaban lugas hampir tidak terdengar langsung dari sang Presiden Jokowi. Bahkan melalui stasiun TV, dengan santai Presiden pernah menyatakan, jika memang ada pihak yang keberatan atas Perppu tersebut, maka pihak yang keberatan dipersilahkan untuk menempuh jalur hukum.
Tidak lama berselang dari penerbitan Perppu tersebut, muncul kabar yang setidaknya menyengat perhatian publik, karena "tiba-tiba" Ormas yang menjadi korban pertama dari Perppu Ormas No.2/2017 adalah Ormas Islam HTI, yang posisinya ditengah ummat In Syaa Allah termasuk Ormas Islam yang menghormati prosedur ber-Ormas, dan "rajin" mengkritisi kebijakan rezim yang terindikasi lebih pro terhadap "investor" kapitalis barat (Amerika dan sekutu) dan kapitalis timur (Penguasa Cina).
Di sisi lain HTI yang status badan hukumnya malah dibekukan disaat-saat HTI bersiap menuju pengadilan, akhirnya bersama tim kuasa hukum harus menempuh jalur penggugatan ke PTUN dan mengajukan Judicial Review (uji material) atas isi Perppu Ormas No.2/2017 ke Mahkamah Konstitusi.
Dan sampai dengan hari ini, dari seluruh saksi ahli yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum HTI, seluruhnya memberikan argumentasi yang hampir serupa, atau kalau bisa kita berbaik sangka bahwa para saksi ahli malah semakin menegaskan kehadiran Perppu Ormas No.2/2017 tidak terpenuhi berdasarkan syarat situasi keadaan dalam suasana kegentingan dan memaksa, bahkan kehadiran Perppu Ormas No.2/2017 malah terindikasi kuat "menohok" ajaran Islam, yang hal tersebut akhirnya semakin menambah kegaduhan publik semakin berkepanjangan.
Karena bisa saja setelah HTI, akan muncul korban Ormas Islam yang lain atau lembaga lain, yang akan bernasib sama, yaitu status badan hukum lembaganya dibekukan dan atau dicabut tanpa berkesempatan mengajukan nya ke ruang pengadilan.
Dan, memang kejadian yang dikhawatirkan tersebut pun akhirnya terjadi, yaitu Organisasi Alumni Universitas Indonesia yang dikenal ILUNI UI Berbadan Hukum juga dibubarkan legalitasnya oleh Pemerintah.
Pertanyaannya adalah, jika Ormas yang sudah menjadi korban Perppu Ormas No.2/2017 dianggap melanggar Pancasila, oleh rezim Pemerintahan Jokowi, maka butir sila yang manakah yang dilanggar ?
Bukankah, kebijakan pemerintah yang pro kapitalisme dan neo liberal, merupakan fakta terindikasinya rezim melanggar nilai filosophi Pancasila dan sekaligus menjebak diri ke dalam kancah pertarungan neo imperialisme yang sedang dipraktikkan oleh para penjajah asing dan aseng ke wilayah dunia Islam.
Sementara Ormas Islam, yang menawarkan peraturan Syariah Islam kaaffah dalam sistem #Khilafah, pada dasarnya adalah dalam rangka ikhtiar untuk menyelamatkan aset sumber daya alam (SDA) Indonesia, serta aset-aset dunia Islam lainnya agar terselamatkan dari geostrategi neo-imperialisme para penjajah.
Rasulullah Saw, mengingatkan: كلّكم راع و كلّكم مسؤل عن رعيّته الإمام راع و مسؤل عن رعيّته
Ingatlah, tiap-tiap kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya itu. (HR. Bukhari).
Seharusnya, rezim penguasa bersyukur ada beragam Ormas Islam dan Ormas shohih garis lurus lainnya yang masih peduli nasib ummat dan senantiasa memuhasabahi penguasa.
Mengapa, karena amar makruf wa nahyi munkar,sebagaimana dalil QS. Ali Imran:104, tentang disyariahkannya Ormas atau berjamaah, adalah untuk terwujudnya Islam rahmatan lil 'alamiin, yang dengannya sebuah negeri berada dalam kondisi aman, adil, sejahtera dalam naungan ridho Allah. [syahid/voa-islam.com]
Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!