Home | Redaksi | Advertisement | Kirim Naskah | Pedoman Pemberitaan Media Siber
Facebook RSS
7.611 views

Pajak Jeblok, Malak Lagi dan Ngutang Lagi?

 

Oleh:

Edy Mulyadi*

 

SAMPAI September 2017 penerimaan pajak baru mencapai Rp770,7 triliun. Angka ini hanya 60% dari target yang ditetapkan dalam APBN-P 2017 sebesar Rp1.284 triliun. Artinya, aparat pajak harus bekerja ekstra keras mengumpulkan Rp513 triliun dalam tempo 2,5 bulan sebelum 2017 berakhir. 

Pajak sejak beberapa tahun silam memang kadung menjadi penyumbang utama APBN. Pada APBN 2017 sebelum direvisi menjadi APBN-P, misalnya, kontribusi pajak dalam penerimaan negara mencapai Rp1.499 triliun alias 85,6% dari total penerimaan.  

Sayangnya, selama beberapa tahun terakhir perolehan pajak selalu meleset dari target. Sampai September tahun ini, jumlah yang berhasil dikumpulkan turun 2,79% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang Rp791,9 triliun.Padahal, target-target itu dalam APBN-P selalu sudah diturunkan. Contohnya, pada APBN 2017 sebelumnya pajak dipatok Rp1.498 triliun. Namun dalam APBN-P 2017 targetnya diturunkan Rp215 triliun menjadi Rp1.284 triliun. 

Apa boleh buat, kinerja perpajakan kita memang jeblok. Sejak 2013-2017 perolehannyaselalu tidak beringsut jauh dari 60% dari target (yang telah diturunkan). Pada 2013, cuma sekitar 63,18%. Bahkan pada 2015 dan 2016, masing-masing hanya 53% dan 58,4%. Satu-satunya yang agak menggembirakan terjadi pada 2014, itu pun hanya 64,16%.

Kemampuan Rendah

Bagaimana kita memaknai angka-angka tersebut? Repot juga, memang. Tapi dari sini paling tidak kita bisa menyimpulkan, kemampuan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) dan jajarannya dalam menyusun APBN amat lemah. Kalau sekali-dua kali meleset dari target, mungkin masih bisa diterima. Tapi jika selalu di bawah banderol, bahkan ketika target telah diturunkan sekali pun, tentu persoalannya jadi lain. Kapasitas dan kapabilitasnya rendah.

Barangkali Sri bisa saja berkilah, bahwa melorotnya penerimaan pajak karena situasi perkenomian nasional dan global yang tidak bersahabat. Jika ini yang menjadi alasan, mengapa justru kebijakan pengetatan anggaran (austerity policy) yang dia lakukan?

Gunting tajam anggaran Sri memotong berbagai alokasi dana, khususnya untuk pembangunan dan subsidi sosial. Akibatnya, banyak proyek infrastruktur terkatung-katung kehabisan dana. Beban rakyat jadi kian berat karena BBM naik, listrik naik, gas naik. 

Kebijakan ini senafas dengan garis Bank Dunia di negeri-negeri yang sedang krisis di Eropa Barat. Hasilnya justru memperburuk situasi ekonomi dalam negeri mereka.  Di mata kaum neolib, subsidi adalah pendistorsi ekonomi. Subsidi menjadi barang haram yang amat tabu diterapkan. Karenanya subsidi harus ditekan serendah mungkin, jika bisa mencapai titik nol. 

Fakta perolehan pajak yang kembali jauh dari target jelas berita buruk. Bukan tidak mungkin kondisi akan menjadi lebih buruk lagi seiring dengan berbagai tindakan yang segera Sri ambil. Menilik rekam jejaknya, bisa jadi dia akan kembali sibuk menelisik soal-soal printal-printil dari rakyatnya untuk dihisap pajaknya. 

Dalih yang dikedepankan adalah intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Padahal, pasti Sri tahu, bahwa nafsunya memalaki rakyatnya dengan berbagai printal-printil tadi pasti tidak akan menghasilkan penerimaan yang signifikan. Pada saat yang sama, kehebohan itu justru membuat beban rakyat makin berat saja. Secara politis, ini bisa menganggu target-target Presiden, terutama dikaitkan dengan Pilpres 2019.

Kejar yang Kakap

Sejatinya, kalau mau, Sri bisa berkonsentrasi mengejar potensi pendapatan pajak dari kelompok kakap. Dia, umpamanya, bisa menjadikan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang pengemplangan pajak yang dilakukan PT Freeport Indonesia sebesar Rp6 triliun.

Atau, Menkeu bisa mengerahkan kesaktiannya untuk mengulik kembali kasus Honggo Wendratnodan Raden Priyono. Mereka adalah dua orang tersangka kasus korupsi pencucian uang terkait penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan BP Migas, Kementerian ESDM, dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI). Kasusnya terjadi pada periode 2009 sampai 2010. 

Honggo adalah Pendiri PT TPPI yang diduga mengambil kondensat bagian negara dari BP Migas tanpa kontrak yang sah. Sedangkan Raden Priyono adalah kepala BP Migas. Dalam uditnya, BPK menyatakan total kerugian negara dalam kasus ini mencapai US$2,715 juta lebih atau sekitar Rp34 trilliun. Jumlah ini jelas sangat signifikan memberi tambahan dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Tapi, bedasarkan rekam jejaknya, lagi-lagi publik ragu apakah Sri akan mau mengejar para ‘rakyat besar’ itu. Selama ini dia dikenal sangat galak memalak pajak terhadap rakyat kecil. Sebaliknya, kalau terhadap yang besar-besar, dia cenderung mencari jalan aman. Bahkan, kepada Freeport yang berkali-kali menabrak aturan dan perundang-undangan serta jelas-jelas menunjukkan arogansi luar biasa, dia justru sibuk menyusun aturan yang bakal meringankan pajaknya.

Resep Lama

Yang mungkin dia akan lakukan sehubungan lunglainya penerimaan perpajakan, Sri akan kembali menerapkan resep lama. Memangkas anggaran dan membuat utang baru. Sejak menjadi Menkeu pada Juli 2016, sampai Oktober 2016 (hanya dalam tempo tiga bulan), dia sudah memotong anggaran di APBN 2016 sebesar Rp133,8 triliun. Dalam penjelasannya kepada pers dia mengatakan, pemotongan anggaran dilakukan karena kemungkinan penerimaan negara dari sisi pajak bakal kurang sekitar Rp219 triliun.

Kebijakan Sri yang memangkas anggaran adalah bukti nyata bagaimana dia begitu setia dengan kacamata kuda neolibnya. Padahal, pemotongan anggaran hanya bagus di mata pasar (baca: World Bank, IMF, ADB, dan para konconya). Kenapa? Karena dengan memotong anggaran nilai aset di dalam negeri bakal stagnan, bahkan bisa turun. Nah saat itulah investor getol belanja aset di sini.

Pemotongan anggaran juga memberikan ruang fiskal lebih luas bagi APBN. Kelonggaran ini dimanfaatkan untuk membayar bunga dan pokok utang luar negeri. Tentu saja, para bond holder bersorak-sorai karenanya. Apalagi Sri memang sangat dikenal sebagai Menkeu yang rajin mengobral bunga supertinggi untuk tiap obligasi yang diterbitkan negeri ini. 

Kemungkinan kedua yang bakal dia lakukan, adalah kembali membuat utang baru. Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu menyebutkan, hingga akhir Agustus 2017, jumlah utang kita mencapai Rp3.826 triliun. Jumlah ini sudah sangat luar biasa besar. 

Sebagai pejuang neolib yang kelewat percaya diri (PD), Sri selalu saja merasa bisa menyodorkan dalih untuk membuat utang baru. Salah satunya dengan mengatakan, utang tetap sangat diperlukan agar defisit APBN tidak melebar. Di sisi lain, UU memberi batas tolerasi defisit APBN maksimal sebesar 3% dari PDB. Jadi, supaya tidak menabrak UU, ya defisit harus dikurangi. Caranya, buat utang baru lagi. 

Dia juga merasa nyaman-nyaman saja terus membuat utang baru. Alasannya, Indonesia punya sumber daya alam (SDA) yang berlimpah ruah yang bisa dijual untuk membayar utang. Lagi pula, katanya lagi, bukankah jumlah utang masih di bawah 30% dari PDB?Angka ini jauh di bawah batas aman seperti yang diatur dalam UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, yaitu 60% dari PDB. 

Padahal rasio utang terhadap PDB tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya dari kemampuan negara dalam membayar utangnya.PDB hanyalah output atas seluruh unit usaha yang ada dalam wilayah negara tertentu. Ia cuma perhitungan statistik belaka, sama sekali tidak berbentuk cash. Di sinilah kuncinya. 

Kalau mau fair, utang harus diperbandingkan dengan kemampuan pemerintah melunasi utang-utangnya. Artinya, lebih tepat bila membandingkan utang pemerintah plus bunga dengan penerimaan negara, baik dari sisi pajak maupun nonpajak, yaitu ekspor. 

Data Kemenkeu menyebutkan, setiap tahun rasio pembayaran cicilan utang pemerintah, termasuk bunga, terhadap penerimaan negara dari pajak dan nonpajak, cenderung naik.Pada 2011 rasionya sekitar 19,03%. Namun angkanya melejit jadi 27,87% pada 2016. Sedangkan rasio pembayaran cicilan utang pemerintah plus termasuk bunga terhadap penerimaan perpajakan meningkat dari 26,25% pada 2011 jadi 32,31% di 2016. 

Sudah gawat

Berdasarkan data-data rasio tadi, sedikitnya ada dua yang gawat. Pertama, beban pembayaran utang pemerintah terus naik. Kedua, kemampuan pemerintah dalam menghasilkan penerimaan negara, baik pajak maupun nopajak, untuk membayar kembali utang justru kian melemah. Maknanya, kemampuan fiskal untuk mengurangi beban utang sesungguhnya rendah. Sayangnya, pemerintah jarang sekali mengumumkan rasio utang terhadap penerimaaan negara, tapi justru cenderung menutupinya. 

Sebagai Menkeu yang doktor ekonomi, mustahil Sri tidak tahu dan tidak paham perkara dasar ini. Tapi, mazhab neolib yang digenggamnya melarang dia lari dari school of thinking-nya. Itulah sebabnya, tiap kebijakan yang dilahirkannya selalu saja berkiblat pada kepentingan dan garis neolib. 

Tolong tunjukkan, selama dua kali menjadi Menkeu (di era SBY dan Jokowi sekarang), adakah kebijakannya yang menggenjot pertumbuhan, mendorong investasi, mendongkrak ekspor, membuka lapangan kerja, meningkatkan daya beli/konsumsi publik, dan akhirnya meningkatkan kesejahtraan rakyat? Ada? 

Pada konteks jebloknya penerimaan pajak, sepertinya dengan gampang kita bisa tebak apa yang bakal dilakukannya. Pertama, makin galak memalak pajak rakyat. Kedua, membuat utang baru lagi dan lagi. *Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Analysis lainnya:

+Pasang iklan

Gamis Syari Murah Terbaru Original

FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id

Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas?

Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com

Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online

Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com

NABAWI HERBA

Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%. Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Ustadzah Salma Khoirunnisa, salah satu pengajar di Pesantren Tahfizul Quran Darul Arqom Sukoharjo mengalami kecelakaan. Kondisinya masih belum sadar, dan sempat koma selama 5 hari karena diperkirakan...

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Diawali dengan berniat karena Allah, berperan aktif menebarkan amal sholeh dan turut serta membantu pemerintah memberikan kemudahan kepada umat mendapatkan pelayanan kesehatan, maka Ulurtangan...

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Rafli Bayu Aryanto (11) anak yatim asal Weru, Sukoharjo ini membutuhkan biaya masuk sekolah tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Namun kondisi ibu Wiyati (44) yang cacat kaki tak mampu untuk...

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Alhamdulillah, pada Sabtu, (18/11/2023), Yayasan Ulurtangan.com dengan penuh rasa syukur berhasil melaksanakan program Sedekah Barangku sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama umat Islam....

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Sungguh miris kondisi Arga Muhammad Akbar (2) anak kedua pasangan Misran dan Sudarti ini, sudah sebulan ini perutnya terus membesar bagai balon yang mau meletus. Keluarganya butuh biaya berobat...

Latest News

MUI

Sedekah Al Quran

Sedekah Air untuk Pondok Pesantren

Must Read!
X