Home | Redaksi | Advertisement | Kirim Naskah | Pedoman Pemberitaan Media Siber
Facebook RSS
6.404 views

Putusan Progresif Majelis Hukum (Kasus Basuki T. Purnama)

Oleh: DR. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH.

(Pengurus Komisi Kumdang MUI, Doktor Hukum Ketahanan Nasional UNS - Akademisi UNKRIS) 

Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara khusus dan tegas telah memberikan dasar konstitusional yang sangat kuat bagi kekuasaan Kehakiman untuk melakukan fungsi peradilannya. Kekuasaan Kehakiman ditegaskan sebagai kekuasaan yang merdeka dengan tujuan khusus dan utama menegakkan hukum dan keadilan.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada Pasal 5 ayat (1) menegaskan “Hakim … wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.” Pada dasarnya, independensi kekuasaan Kehakiman tidak semata-mata independensi kelembagaan, tetapi juga independensi personal hakim.

Independensi hakim adalah kondisi dimana para hakim bebas dari pengaruh apalagi tekanan lingkungannya dan mengadili suatu perkara hanya berdasarkan fakta yang terbukti di pengadilan dan berdasarkan hukum. Jadi, independensi dalam rumusan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 apabila dihubungkan dengan penyelenggaraan peradilan, maka pengertiannya bukan pada kelembagaan, tetapi pada fungsi utama lembaga peradilan di tengah masyarakat, yaitu pemutus suatu perkara hukum. Karena itu, kalimat berikutnya dalam pasal konstitusi tersebut adalah “berdasarkan hukum dan keadilan”.

 

Kasus Basuki T. Purnama Alias Ahok

Kekuasaan Kehakiman yang merdeka diperlukan untuk menjamin “impartiality” dan “fairness” dalam memutus perkara, termasuk perkara penodaan agama (in casu Basuki T. Purnama). Perkara penodaan agama merupakan kejahatan yang sangat membahayakan kondusifitas Keamanan Dalam Negeri (KAMDAGRI). Tepatlah norma hukum Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dimasukkan ke dalam Bab V mengenai “Kejahatan terhadap Ketertiban Umum.”

Tindak pidana penodaan agama sebagaimana yang dirumuskan pada Pasal 156a huruf a KUHP merupakan tindak pidana yang ditujukan terhadap agama (againts), maksudnya adalah benar-benar membahayakan kepentingan agama dan yang diserang secara lansung. Di sini perbuatan maupun pernyataannya sengaja ditujukan langsung kepada agama. Dapat dimengerti bahwa kepentingan “rasa keagamaan” menjadi suatu hal penting untuk dilindungi.

Pada perkara penodaan agama yang didakwakan kepada Basuki T. Purnama, maka hakim harus cermat dalam memberikan putusan, tidak saja mememuhi rasa keadilan masyarakat, namun harus pula mengedepankan kepatutan, kepentingan umum, dan ketertiban umum. Kita ketahui bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan pidana 1 (satu) tahun dengan masa percobaan selama 2 (dua) tahun sangat jauh dari rasa keadilan masyarakat, dan bahkan berpotensi menimbulkan ancaman terhadap pemeliharaan KAMDAGRI. Jika, tuntutan JPU dan pledoi Basuki T. Purnama dikabulkan oleh Majelis Hakim, maka akan terjadi perlawanan non-yuridis dari masyarakat luas, kegaduhan-kegaduhan baru tidak dapat dielakkan.

Masyarakat akan semakin tidak mempercayai hukum dan penegakan hukum. Di sisi lain, akan tumbuh subur penodaan terhadap agama, disebabkan praktik hukum yang tidak berjalan dengan prima. Hukuman ringan apalagi bebas terhadap pelaku penodaan agama sangat bertentangan dengan makna filosofis perlindungan agama.

Terkait dengan tuntutan JPU, penulis berpendapat seyogyanya Majelis Hakim mampu mengambil posisi yang responsif dan menjatuhkan hukuman dengan progresif. Paradigma hukum progresif sebagaimana diusung oleh almarhun Prof. Satjipto Rahardjo sangat relevan dalam peranan hakim disaat akan memberikan putusan. Hukum progresif menekankan pada kemampuan berpikir kontemporer atau postmodernis, mengeser paradigma hukum yang sangatpositivistik. Bagi para penganut hukum progresif, hukum bukanlah sekedar logika semata,  tetapi lebih daripada itu “hukum merupakan ilmu sebenarnya” (genuinescience).

Kasus Basuki T. Purnama harus dipahami secara holistik bukan parsial. Bukan antara Basuki T. Purnama dengan Majelis Ulama Indonesia dan/atau salah satu Ormas Islam. Kasus ini sangat terkait dengan jaminan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penegakan hukum terhadap pelaku penodaan agama merupakan satu kesatuan dengan menegakkan hukum itu sendiri. Hal ini selaras dengan teori yang memandang “rasa keagamaan” sebagai kepentingan-kepentingan hukum yang harus dilindungi (gefuhlsschutz theorie). Ketika perlindungan terhadap kepentingan agama dicederai, maka itu sama artinya dengan mencederai konsepsi negara hukum dan pada akhirnya mengancam keutuhan bangsa dan negara.

Oleh karena itu, sangat diharapkan Majelis Hakim bersikap progresif dalam memutuskan perkara aquo, diwujudkan dengan menjatuhkan hukuman di atas tuntutan JPU. Dalam sejarah penegakan hukum terhadap perkara penodaan agama, tidak pernah ditemui adanya tuntutan selama 1 (satu) tahun, apalagi dengan percobaan.  JPU telah keliru menuntut dengan percobaan, karena berada diluar kewenangannya (ultra vires). Kewenangan memutus pidana bersyarat (percobaan) menurut Pasal 14a dan seterusnya dalam KUHP adalah mutlak wewenang hakim, bukan JPU.

Dalam sistem peradilan pidana, hakim diperbolehkan membuat Putusan ultra petita, hal ini didasarkan pada prinsip kebebasan hakim yang ada di dalam Pasal 24 UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Argumentasi yuridis penerapan putusan ultra petita itu adalah akibat dari ketidaktepatan dan ketidakcermatan JPU dalam merumuskan Surat Tuntutannya.

Sesuai dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan, seharusnya JPU menuntut dengan mendasarkan dakwaan alternatif kesatu, yakni Pasal 156a huruf a KUHP, bukan sebaliknya dengan alternatif kedua (Pasal 156 KUHP). Substansi perbuatan pidana lebih mengarah kepada adanya penghinaan kepada Surah Al-Maidah ayat 51 yang oleh terdakwa dijadikan sebagai “sumber kebohongan”, atau setidak-tidaknya digunakan sebagai “alat untuk membohongi dan membodohi” umat Islam, pada khususnya di Kepulauan Seribu.

Semua alat bukti yang dihadirkan di persidangan sejatinya telah memperkuat dakwaan. Ketika pembacaan tuntutan, JPU tidak sama sekali memperkuat, dan justru memperlemah dakwaan alternatif pertama. Hal inilah yang menjadi keyakinan penulis, pada akhirnya Majelis Hakim yang mulia akan menyatakan bahwa dakwaan alternatif kedua dinyatakan secara sah dan meyakinkan tidak terbukti, dan menyatakan secara sah dan meyakinkan dakwaan alternatif pertama terbukti.

Terbukti baik perbuatan maupun kesalahannya dengan tiada alasan penghapus pertanggungjawaban pidana. Tuntutan JPU tidak lagi mengikat Majelis Hakim, karena Jaksa telah ‘salah menerapkan hukum’, oleh karenanya akan ada peningkatan terhadap hukuman yang dijatuhkan. Semoga. [syahid/voa-islam.com]

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Analysis lainnya:

+Pasang iklan

Gamis Syari Murah Terbaru Original

FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai.
http://beautysyari.id

Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas?

Di sini tempatnya-kiosherbalku.com. Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan >1.500 jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub: 0857-1024-0471
http://www.kiosherbalku.com

Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online

Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller
http://www.tasbrandedmurahriri.com

NABAWI HERBA

Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon s.d 60%. Pembelian bisa campur produk >1.300 jenis produk.
http://www.anekaobatherbal.com

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Innalillahi..!! Ustadzah Pesantren Tahfizh Kecelakaan, Kepala Gegar Otak Koma 5 Hari

Ustadzah Salma Khoirunnisa, salah satu pengajar di Pesantren Tahfizul Quran Darul Arqom Sukoharjo mengalami kecelakaan. Kondisinya masih belum sadar, dan sempat koma selama 5 hari karena diperkirakan...

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Tutup Tahun Dengan Bakti Sosial Kesehatan di Pelosok Negeri

Diawali dengan berniat karena Allah, berperan aktif menebarkan amal sholeh dan turut serta membantu pemerintah memberikan kemudahan kepada umat mendapatkan pelayanan kesehatan, maka Ulurtangan...

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Ayah Wafat, Ibu Cacat, Bayu Anak Yatim Ingin Terus Bersekolah

Rafli Bayu Aryanto (11) anak yatim asal Weru, Sukoharjo ini membutuhkan biaya masuk sekolah tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Namun kondisi ibu Wiyati (44) yang cacat kaki tak mampu untuk...

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Program Sedekah Barang Ulurtangan Sukses Menyebarkan Kasih dan Berkah Bagi Muallaf di Kampung Pupunjul

Alhamdulillah, pada Sabtu, (18/11/2023), Yayasan Ulurtangan.com dengan penuh rasa syukur berhasil melaksanakan program Sedekah Barangku sebagai wujud nyata kepedulian terhadap sesama umat Islam....

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Merengek Kesakitan, Bayi Arga Muhammad Tak Kuat Perutnya Terus Membesar. Yuk Bantu..!!

Sungguh miris kondisi Arga Muhammad Akbar (2) anak kedua pasangan Misran dan Sudarti ini, sudah sebulan ini perutnya terus membesar bagai balon yang mau meletus. Keluarganya butuh biaya berobat...

Latest News

MUI

Sedekah Al Quran

Sedekah Air untuk Pondok Pesantren

Must Read!
X